Buang Hajat: Cara, Larangan, dan Sunnahnya dari Fiqih Muyassar

 1. Istinja dan Istijmar

Istinja (الاستنجاء) secara bahasa artinya (القطع) memotong. Secara istilah: menghilangkan kotoran dari dua jalan (dubul dan qubul) dengan air.

Sementara istijmar (الاستجمار) berasak dari jamar yang artinya batu kerikil. Secara istilah dengan istinja, bedanya menggunakan media selain air, seperti batu atau semisalnya (kayu, tisu, dll). Media istijmar harus suci, mubah, menghilangkan kotoran.

Suci: maka tidak boleh benda najis seperti kotoran binatang yang sudah mengeras.

Mubah: maka tidak boleh menggunakan benda curian atau ghosob (meminjam tanpa izin, meskipun sah bersuci dengannya).

Menghilangkan kotoran: maka benda lembek seperti plastik atau licin seperti kaca tidak boleh karena tidak bisa menghilangkan kotoran bahkan menyebar.

Qubul (jalan depan): kemaluan (penis dan vagina). Yang keluar darinya: air seni, mani (sperma), madzi, wadhi, haid, nifas.

Dubur (jalan belakang): anus. Yang keluar darinya: tinja.

Boleh memilih bersuci dengan istinja maupun istijmar. Menggabung keduanya lebih utama.

Dalil air, hadits Anas:

كان النبي ﷺ يدخل الخلاء، فأحمل أنا وغلام نحوي إداوة من ماء وعنزة، فيستنجي بالماء

 Nabi memasuki tempat buang hajat sementara aku dan bocah seusiaku membawa sewadah air dan tombak lalu beliau istinja dengan air. (Muttafaqun Alaih)

Dalil batu, hadits Aisyah, Nabi bersabda:

إذا ذهب أحدكم إلى الغائط، فليستطب بثلاثة أحجار، فإنها تُجزئ عنه

“Apabila seorang dari kalian pergi ke tempat buang hajat, maka bersucilah dengan 3 batu, karena itu mencukupinya.” (HSR. Ahmad)

Menggabung keduanya lebih utama karena lebih bersih dan suci. Maka istinja dengan sabun dan air lebih utama dari sekedar air, bahkan lebih sabun lebih utama dari batu, karena sabun membunuh bakteri dan memberi aroma harum lalu dibilas air.

Jika menggunakan batu, minimal 3, berdasarkan hadits Salman:

نهانا -يعني النبي ﷺ - أن نستنجي باليمين، وأن نستنجي بأقل من ثلاثة أحجار، وأن نستنجي برجيع أو عظم

Nabi melarang kami istinja dengan tangan kanan, istinja kurang dari 3 batu, istinja dengan kotoran yang sudah kering maupun tulang. (HR. Muslim)

Karena kotoran adalah najis, sementara tulang adalah makanan jin.

2. Larangan Menghadap Qiblat Saat Buang Hajat

Harom menghadap qiblat atau membelakanginya saat buang hajat tanpa penghalang, berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshori, Nabi bersabda:

إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة، ولا تستدبروها، ولكن شَرِّقوا أو غَرِّبوا

“Jika kalian mendatangi tempat buang haja, jangan menghadap qiblat maupun membelakanginya, tetapi menghadaplah ke timur atau barat.” Abu Ayyub berkata:

فقدمنا الشام، فوجدنا مراحيض قد بُنيت نحو الكعبة، فننحرف عنها، ونستغفر الله

Ketika kami tiba di Syam, kami mendapai tempat buang hajat dibangun menghadap arah Ka’bah lalu kami merubahnya dan memohon ampun kepada Allah. (Muttafaqun Alaih)

Yakni timur dan barat Madinah. Adapun penduduk Indonesia, jangan menghadap barat atau timur, tetapi menghadaplah selatan atau utara.

Dalil yang menunjukkan boleh ke arah qiblat atau membelakanginya jika ada penghalang adalah hadits Ibnu Umar: “Aku menaiki atap rumah Hafshoh (saudarinya) untuk suatu keperluan. Aku melihat Nabi di antara dua penutup buang hajat menghadap Baitul Maqdis, membelakangi Ka’bah.” (Muttafaqun Alaih)

Juga hadits Marwan Al-Ashghor: Ibnu Umar memarkir kendaraannya dalam keadaan Ibnu Umar menghadap qiblat. Lalu ia jongkok untuk kencing. Aku bertanya: “Wahai Abu Abdurrohman, bukankah ini dilarang?” Jawabnya: “Iya, tetapi yang dilarang jika di tempat terbuka (padang luas). Adapun jika ada penghalang antaramu dengan qiblat, tidak mengapa (buat hajat menghadap qiblat atau membelakanginya).” (HHR. Abu Dawud)

Kesimpulannya: harom buang hajat menghadap qiblat atau membelakanginya tanpa penghalang. Makruh jika ada penghalang, bukan harom.

3. Sunnah dalam Buang Hajat

1)    Tidak menyingkap aurot kecuali sudah di tempat buang hajat.

2)    Menjauh dari pandangan manusia.

3)    Membaca bismillah.

4)    Membaca doa masuk tempat buang hajat.

5)    Membaca doa keluar darinya.

Dalil-dalilnya sebagai berikut:

Hadits Ali:

أن النبي ﷺ كان إذا أراد الحاجة لا يرفع ثوبه حتى يدنو من الأرض

“Apabila Nabi hendak buang hajat, tidak membuka pakaiannya kecuali sudah mendekat di tempatnya.” (HSR. Abu Dawud)

Hadits Jabir bin Abdillah:

خرجنا مع رسول الله ﷺ في سفر وكان رسول الله ﷺ لا يأتي البراز حتى يتغيب فلا يُرى

Kami keluar safar bersama Rosulullah . Beliau tidak memasuki tempat buang hajat kecuali menjauh hingga tidak terlihat manusia. (HSR. Abu Dawud)

Hadits Ali: Rosulullah bersabda:

ستر ما بين الجن وعورات بني آدم إذا دخل الخلاء، أن يقول: بسم الله

“Penghalang antara pandangan jin dengan aurot manusia ketika mereka memasuki tempat buang hajat adalah ucapan bismillah.” (HHR. Tirmidzi)

Hadits Anas: Apabila Nabi hendak memasuki atau sudah masuk tempat buang hajat membaca:

اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan lelaki dan perempuan.” (Muttafaqun Alaih)

Hadits Aisyah:

كان ﷺ إذا خرج من الخلاء قال: غفرانك

“Apabila Nabi keluar dari tempat buang hajat membaca: ‘Ya Alloh, ampuna-Mu.’” (Shohih)

Allahu a’lam.

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url