Fiqih Ringkas Qurban | Sekelompok Ulama KSA

Fiqih Ringkas
QURBAN

Sekelompok Ulama KSA

 

1. Definisi, Hukum, Dalil, Syarat

1) Definisi Qurban

Udh-hiyyah (الأُضْحِيَّة) secara bahasa artinya waktu dhuha.[1]

Secara istilah: hewan yang disembelih dari onta, sapi, kambing, domba untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari Id.

2) Hukum dan Dalilnya

Qurban adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan)[2], berdasarkan firman Allah:

﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾

“Sholatlah (Id) kepada Rob-mu dan menyembelihlah (berqurban).” (QS. Al-Kautsar: 2)

Juga berdasarkan hadits Anas Rodhiyallahu ‘Anhu:

أن النبي ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده، وسمّى وكبر، ووضع رجله على صفاحهما

“Nabi menyembelih dua ekor kambing kibas yang amlah[3] yakni berwarna putih bercorak hitam, dan bertanduk, yang disembelih sendiri dengan tangannya, dengan membaca bismillah dan Allahu Akbar, dengan meletakkan kaki beliau pada leher kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhori no. 5553 dan Muslim no. 1966)

3) Syarat Berqurban

Berqurban disunnahkan bagi orang yang terpenuhi syarat berikut ini:

a)     Islam, maka tidak berlaku atas selain Muslim.

b)    Baligh dan berakal, maka orang yang belum baligh maupun berakal tidak dibebani syariat.[4]

c)     Mampu,[5] yaitu memiliki harta seharga hewan qurban setelah mengalokasikan nafkah untuk dirinya sendiri dan siapa saja yang wajib ia nafkahi selama hari Id dan 3 hari Tasyriq.

2. Jenis Hewan Qurban

Tidak sah Qurban kecuali dengan salah satu dari: [1] onta, [2] sapi[6], [3] kambing termasuk domba.[7]

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ﴾

“Masing-masing umat Kami syariatkan qurban agar mereka menyebut nama Allah (bismillah ketika menyembelih)[8] atas rizqi yang diberikan kepada mereka dari binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 34)

Binatang ternak yang dimaksud adalah tiga jenis hewan di atas.

Tidak dinukil dari Nabi maupun seorang pun dari Sohabatnya yang berqurban dengan selain tiga ini.[9]

Berqurban dengan satu kambing adalah sah untuk satu orang beserta keluarganya, berdasarkan hadits Abu Ayyub Rodhiyallahu ‘Anhu:

كان الرجل في عهد رسول الله يضحِّي بالشاة عنه وعن أهل بيته، فيأكلون ويطعمون

“Seseorang di zaman Nabi menyembelih seekor kambing atas namanya sekaligus keluarganya. Lalu mereka ikut makan dan juga memberikannya kepada orang lain.” (HSR. Ibnu Majah no. 3147)

Satu ekor onta atau sapi boleh patungan 7 orang, berdasarkan hadits Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:

نحرنا مع رسول الله عام الحديبية البدنة عن سبعة، والبقرة عن سبعة

“Kami dahulu menyembelih 1 onta bersama Rosulullah pada tahun Hudaibiyyah untuk 7 orang, dan 1 sapi untuk 7 orang juga.” (HR. Muslim no. 1318)[10]

3. Syarat Hewan Qurban

1) Usia

Onta: disyaratkan 5 tahun sempurna.

Sapi: disyaratkan 2 tahun sempurna.

Kambing: disyaratkan 1 tahun sempurna.

Domba: disyaratkan jadza’ah yaitu usia 1 tahun sempurna (pendapat Malikiyah dan Syafiiyah) atau 6 bulan (pendapat Hanafiyah dan Hanabilah).

Hal ini berdasarkan hadits Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Rosulullah bersabda:

«لا تذبحوا إلا مُسِنَّة، إلا أن يعسر عليكم، فتذبحوا جذعة من الضأن»

“Kalian jangan menyembelih kecuali musinnah (usia minimal layak qurban). Jika kesulitan mendapatkan kambing, silahkan menyembelih domba jadza’ah.” (HR. Muslim no. 1963)

Musinnah dari onta adalah 5 tahun sempurna (masuk tahun ke-6), dari sapi adalah 2 tahun sempurna (masuk tahun ke-3), dari kambing adalah 1 tahun sempurna (masuk tahun ke-2).

Adapun usia domba, berdasarkan hadits Uqbah bin Amir Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Ya Rosulullah, aku hanya memiliki domba jadza’ah.” Beliau bersabda:

«ضَحِّ بِهِ»

“Sembelilah ia.” (HR. Bukhori no. 5557 dan Muslim no. 1965 dan ini lafazhnya)

Dalam riwayat lain dari Uqbah bin Amir Rodhiyallahu ‘Anhu:

ضحَّينا مع رسول الله بجذع من الضأن

“Kami menyembelih bersama Rosulullah seekor domba jadza’ah.” (HR. An-Nasai. Dihasankan Ibnu Hajar dan dishohihkan Al-Albani)

2. Selamat dari Cacat

Disyaratkan hewan qurban selamat dari cacat yang menyebabkan dagingnya berkurang. Maka tidak sah berqurban dengan hewan: ‘auro (buta mata sebelah), maridhoh (sakit), ‘arja (pincang), ‘ajfa (kurus), berdasarkan hadits Al-Baro bin Azib Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Nabi bersabda:

«أربع لا تجزئ في الأضاحي: العوراء البيِّنُ عورها، والمريضة البين مرضها، والعرجاء البين عرجها، والعجفاء التي لا تُنْقِي»

“Empat cacat yang tidak sah dijadikan qurban: ‘auro yang jelas cacat matanya, maridhoh yang jelas sakitnya, arja yang jelas pincangnya, ajfa yang tidak bersumsum tulangnya.” (HR. Malik, Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasai. Dishohihkan Al-Albani)[11]

Diqiyaskan (dianalogikan) dengan 4 cacat ini: hatma (yang tanggal giginya), ‘adh-ba yang hilang sebagian besar hidung dan tanduknya, dan cacat-cacat semisalnya.

4. Waktu Berqurban

Dimulai dari: setelah Sholat Id bagi yang sholat, dan dari setelah terbit matahari pada hari Id dengan kadar cukup sholat Id dua rokaat dan dua khutbah bagi yang tidak sholat. Hal ini berdasarkan hadits Al-Baro bin Azib Rodhiyallahu ‘Anhuma, Nabi bersabda:

«من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك، ومن ذبح قبل أن يصلي فليعد مكانها أخرى»

“Siapa yang sholat Id dan menyembelih qurban maka telah benar qurbannya. Siapa yang menyembelih sebelum sholat Id maka ulangi menyembelihnya dengan binatang lain.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Waktunya berlanjut sampai: tenggelamnya matahari pada akhir hari Tasyriq (sebelum Maghrib dari 13 Dzulhijjah)[12]. Hal ini berdasarkan hadits Jubair bin Muth’im Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , bersabda:

«كل أيام التشريق ذبح»

“Semua hari Tasyriq adalah hari berqurban.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni. Al-Haitsami berkata: rowi-rowi Ahmad tsiqoh)

Yang lebih utama, menyembelihnya segera setelah sholat Id, berdasarkan hadits Al-Baro bin Azib Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«أول ما نبدأ به يومنا هذا نصلي ثم نرجع فننحر، فمن فعل ذلك فقد أصاب سنتنا، ومن ذبح قبل ذلك فإنما هو لحم قدمه لأهله، ليس من النسك في شيء»

“Yang pertama kita lakukan pada hari ini adalah Sholat Id lalu pulang untuk menyembelih. Siapa yang melakukannya maka ia telah sesuai ajaran kami. Siapa yang menyembelih sebelum sholat Id maka dagingnya hanyalah untuk keluarganya dan sama sekali bukan qurban.” (HR. Al-Bukhori no. 5560 dan Muslim no. 1961)

5. Alokasi Daging dan Larangan Saat Memasuki 10 Dzulhijjah

1) Alokasi Daging

Dianjurkan bagi orang yang berqurban untuk memakan daging qurbannya; menghadiahkannya kepada kerabat, tetangga, teman; menyedekahkannya kepada orang faqir,[13] berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ﴾

“Makanlah sebagiannya, berilah makan kepada orang yang tidak meminta dan orang faqir.” (QS. Al-Hajj: 28)

Disukai dijadikan 3 bagian: sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk tetangganya yang faqir, sepertiga untuk disedekahkan, berdasarkan hadits Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma tentang sifat qurban Nabi :

«ويطعم أهل بيته الثلث، ويطعم فقراء جيرانه الثلث، ويتصدَّق على السُّؤَّال بالثلث»

“Memberikan sepertiga untuk keluarganya, memberikan sepertiga untuk tetangganya, memberikan sepertiga untuk orang yang meminta-minta.” (HR. Abu Musa dalam Al-Wazhoif dan dinilainya hasan. Lihat Al-Mugni, 8/632)

Boleh menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari berdasarkan hadits Buroidah Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi bersabda:

«كنت نهيتكم عن ادخار لحوم الأضاحي فوق ثلاث، فأمسكوا ما بدا لكم»

“Aku dahulu melarang kalian dari menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. Akan tetapi sekarang silahkan kalian menyimpannya sesuka kalian.”[14] (HR. Muslim no. 1977)

2) Larangan Bagi yang Berqurban Apabila Memasuki 10 Dzulhijjah

Apabila memasuki 10 Dzulhijjah, diharomkan atas orang yang ingin berqurban dari memotong apapun dari rambutnya dan kukunya, hingga menyembelih,[15] berdasarkan hadits Ummu Salamah J dari Nabi :

«إذا دخل العشر، وعنده أضحية يريد أن يضحي، فلا يأخذن شعراً، ولا يقلمن ظفراً». وفي رواية: «فلا يمس من شعره وبشره شيئاً»

“Apabila memasuki 10 Dzulhijjah dan seseorang memiliki qurban yang hendak ia sembelih maka jangan sekali-kali ia memotong rambutnya dan kukunya.” Dalam riwayat lain: “... maka jangan sekali-kali ia memotong apapun rambutnya dan bulunya.” (HR. Muslim no. 1977)[16]

Selesai.[]



[1] Dhuha adalah ±15 menit setelah matahari terbit sampai ±15 menit sebelum waktu Zhuhur. Dinamakan udh-hiyyah karena umumnya qurban disembelih setelah sholat Id pada waktu dhuha. Di kalangan kita, kata udh-hiyyah cukup asing, yang populer adalah qurban (قربان) yang artinya mendekatkan diri kepada Allah dan lafazh ini bersumber dari Al-Maidah ayat 27: (إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا).

Perhatian: semua footnote dari penerjemah.

[2] Ini pendapat jumhur (mayoritas) ulama: Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah. Adapun yang berpendapat wajib bagi yang mampu adalah Hanafiyah, salah satu riwayat Ahmad, Al-Laits bin Sa’ad, Ats-Tsauri. Pendapat pertama lebih kuat karena telah shohih bahwa Abu Bakar, Umar, Abu Mas’ud Al-Anshori meninggalkan berqurban karena khawatir manusia menganggapnya wajib.

[3] Penulis Shohih Fiqhis Sunnah berpendapat putih polos, untuk itu Hanabilah berpendapat kambing terbaik adalah putih lalu kekuningan lalu hitam. Jantan lebih utama dari betina.

[4] Muslim, baligh, berakal: biasa disebut mukallaf (dibebani syariat), dan ia menjadi syarat wajib pada ibadah-ibadah. Muslim yang baligh berakal terkena beban syariat. Akan tetapi sholat dan puasa anak kecil sah, karena baligh adalah syarat wajib bukan syarat sah.

[5] Ibadah yang melibatkan harta selalu disyaratkan mampu, seperti Haji, Zakat, dan berqurban.

[6] Termasuk kerbau, karena ia sejenis sapi.

[7] Jumhur berpendapat urutan yang utama: onta lalu sapi lalu kambing. Menurut Malikiyah: kambing lalu sapi lalu onta. Menurut Hanabilah: 1 kambing lebih utama dari patungan sapi 7 orang. Satu kambing gemuk lebih utama dari 2 kambing kurus.

[8] Ulama berselisih pendapat, apakah bismillah saat menyembelih binatang hukumnya wajib? Sebagian ulama menilai sunnah, sebagian lain menilai wajib dan gugur ketika lupa dan ini pendapat Hanabilah, sebagian lain menilai wajib dan jadi bangkai jika lupa membacanya dan ini pendapat Ibnu Utsaimin.

[9] Ini pendapat mayoritas ulama bahkan Ibnu Abdil Barr menukil ijma atas hal ini. Ada pendapat ghorib (aneh), yaitu boleh berqurban dengan selain 3 ini seperti kuda dan dhob (sejenis kadal gurun), dan ini pendapat Hasan bin Sholih, Dawud Azh-Zhohiri, dan Ibnu Hazm Azh-Zhohiri. Alasannya karena Nabi  mengabarkan yang hadir Jumatan pada waktu akhir seakan berqurban dengan ayam atau telur. Telah shohih Bilal berkata: “Aku tidak peduli seandainya berqurban dengan ayam.”

[10] Sebagian ulama menshohihkan hadits Ibnu Abbas bahwa orang-orang berqurban onta untuk 10 orang. Yang mengambil pendapat ini: Imam Malik dan Ishaq bin Rohawaih.

[11] Ini kesepakatan ulama. Lalu mereka berselisih selain 4 ini. Cacat telinga: seperti terpotong, jumhur berpendapat tidak sah. Tanpa telinga semenjak lahir, menurut Abu Hanifah, Malik, Syafii, tidak sah tetapi sah jika ada telinganya meskipun kecil. Menurut Ahmad, sah. Cacat tanduk: jika tidak mengeluarkan darah maka jumhur berpendapat sah, dan jika mengeluarkan darah sah tapi makruh menurut Malik. Cacat selain itu: sah dan tidak makruh (menurut sebagian pendapat) seperti cacat pada hidung, gigi, ekor.

[12] Ini pendapat Syafiiyah. Menurut Hanabilah, sampai tanggal 12 Dzulhijjah.

[13] Ini pendapat jumhur, karena yang terpenting adalah mengalirkan darah. Seandainya dagingnya disedekahkan semua maka boleh. Seandainya dagingnya dimakan semua kecuali sepotong yang disedekahkan maka boleh. Seandainya dimakan semua tanpa disisakan, maka sah tetapi dilarang.

[14] Yakni awalnya banyak orang-orang yang membutuhkan, ketika orang-orang mulai kecukupan, Nabi  membolehkan menyimpan daging lebih dari tiga hari.

[15] Ini pendapat sebagian ulama seperti Sa’id bin Al-Musayyib, Robiah Ar-Ro’y, Ahmad, Ishaq bin Rohawaih, Dawud Azh-Zhohiri. Pendapat lain: makruh tidak harom, dan ini pendapat Malik dan Syafii. Pendapat lain: tidak makruh, dan ini pendapat Abu Hanifah.

[16] Yakni dilarang memotong rambut apapun (rambut kepala, kumis, ketiak, bulu kemaluan, hingga bulu kaki) maupun kuku pada tangan dan kaki. Hikmahnya: (1) agar sempurna bagian badan yang dibebaskan dari Neraka, (2) agar menyerupai orang yang Haji di mana ketika ihrom diharomkan apa yang awalnya boleh sampai tahallul.

Faidah: satu hewan untuk niat qurban sekaligus aqiqoh adalah sah. Ini pendapat Mar’i Al-Karmi ulama besar Hanabilah dalam Dalilut Tholib. Allahu a’lam. Tamat.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url