Fiqih Berhutang dan Piutang
Fiqih Berhutang dan Piutang
Bentuk hutang ada dua, yaitu:
1.
Memberikan pinjaman uang,
2.
Memberikan pinjaman barang. Ini salah satu bentuk kredit. Siapa yang
membeli dengan sistem kredit, itu sebenarnya hutang yang dilunasi secara
cicilan.
Dalil yang menunjukkan
jual beli kredit boleh dan itu termasuk hutang adalah hadits Jabir Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: aku ikut berperang bersama Nabi ﷺ dan beliau berkata: “Bagaimana pendapatmu
tentang ontamu, maukah kamu jual kepadaku?” Aku menjawab: “Ya.” Maka aku jual
kepada beliau ontaku. Ketika kami tiba di Madinah, aku segera pergi kepada
beliau menyerahkan ontaku dan beliau memberiku harganya. (HR. Al-Bukhori no.
2385)
Dalam riwayat lain, Jabir
mensyaratkan dia masih menaiki ontanya sampai tiba di Madinah dan Nabi ﷺ menyetujuinya.
Juga hadits Aisyah Rodhiyallahu
‘Anha, ia berkata:
«أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ،
وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ»
“Nabi ﷺ membeli makanan dari Yahudi
dengan tempo (pembayaran tertunda atau kredit) dengan memberinya jaminan baju
perang dari besi.” (HR. Al-Bukhori no. 2386)
Dari Hudzaifah Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: aku mendengar Nabi ﷺ bersabda:
«مَاتَ رَجُلٌ، فَقِيلَ
لَهُ، قَالَ: كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ، فَأَتَجَوَّزُ عَنِ المُوسِرِ، وَأُخَفِّفُ
عَنِ المُعْسِرِ، فَغُفِرَ لَهُ»
“Seseorang
meninggal dan ditanyakan kepadanya (apa yang kamu perbuat?). Dia menjawab: ‘Aku
dulu menjual dengan sistem pembayaran tertunda (kredit) kepada manusia. Aku
memudahkan orang yang mampu dan meringankan tagihan orang yang kesulitan.’ Maka
ia diampuni Allah.” (HR. Al-Bukhori no. 2391)
Syariat Hutang
Termasuk Karunia Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ
أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا، وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ
أَنْ تَحْكُمُوا بِالعَدْلِ، إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ، إِنَّ اللَّهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴾
“Sungguh
Allah memerintahkan kalian agar menyerahkan amanah kepada pemiliknya. Apabila
kalian memutuskan perkara manusia harus adil. Sungguh nasihat terbaik adalah
apa yang dinasihatkan Allah kepada kalian. Sungguh Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)
Memberi pinjaman dan
melunasinya merupakan sebaik-baik nasihat dari Allah. Maka hendaknya kedua
belah pihak berlaku adil dan amanah sebagai wujud bersyukur kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Dari Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu
‘Anhuma, Nabi ﷺ
bersabda:
«رَحِمَ اللَّهُ
رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى»
“Semoga
Allah merohmati (mengampuni, menerima amal kebaikan, melimpahkan kebaikan)
kepada orang yang sahman (memudahkan) dalam menjual, membeli, dan
menagih.” (HR. Al-Bukhori no. 2076)
Baik jenis yang pertama
maupun yang kedua, adalah termasuk jenis hutang dan ia memiliki banyak
keutamaan.
Mengutamakan
Melunasi Hutang
Dari Abu Dzar Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: aku bersama Nabi ﷺ. Ketika melihat gunung Uhud, beliau
bersabda:
«مَا أُحِبُّ أَنَّهُ
تَحَوَّلَ لِي ذَهَبًا، يَمْكُثُ عِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ فَوْقَ ثَلاَثٍ، إِلَّا دِينَارًا
أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ» ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ الأَكْثَرِينَ هُمُ الأَقَلُّونَ، إِلَّا
مَنْ قَالَ بِالْمَالِ هَكَذَا وَهَكَذَا، - وَأَشَارَ أَبُو شِهَابٍ بَيْنَ يَدَيْهِ
وَعَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ - وَقَلِيلٌ مَا هُمْ»
“Aku tidak
suka Uhud diubah untukku menjadi emas yang berdiam di sisiku satu dinar darinya
lebih dari tiga hari kecuali satu dinar saja yang kusiapkan untuk membayar
hutang.” Lalu beliau bersabda: “Sungguh orang-orang yang banyak (menumpuk
harta) hanyalah orang-orang yang sedikit (pahala di Akhirat) kecuali orang yang
menunaikan hak harta ke sini dan ke sana —Abu Syihab memperagakan tangannya ke
depan, ke kanan, dan ke kiri— alangkah sedikitnya mereka.” (HR. Al-Bukhori no.
2388)
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu berkata: Rosulullah ﷺ bersabda:
«لَوْ كَانَ لِي
مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا يَسُرُّنِي أَنْ لاَ يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاَثٌ، وَعِنْدِي
مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ»
“Seandainya aku memiliki emas sebesar gunung
Uhud, aku tidak suka berlalu tiga hari sementara ada sedikit dari emas tersebut,
kecuali sedikit emas yang kusiapkan untuk membayar hutangku.” (HR. Al-Bukhori
no. 2389)
Dihilangkan
Kesulitan di Akhirat
Enam hadits berikut
adalah keutamaan orang yang memberi pinjaman.
1) Menjadi sebab kesulitannya
di dunia dihilangkan, sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu,
Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ»
“Siapa
yang menghilangkan satu kesulitan orang beriman dari kesulitan dunia maka Allah
akan menghilangkan satu kesulitannya dari kesulitan hari Kiamat.” (HR. Muslim
no. 2699)
Dimudahkan
Urusan di Dunia dan Akhirat
2) Dimudahkan urusannya
di dunia dan Akhirat, sebagaimana dalam hadits:
«وَمَنْ يَسَّرَ
عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
“Siapa
yang memudahkan orang yang kesulitan (membayar tagihan atau hutang) maka Allah
memudahkan urusannya di dunia dan Akhirat.” (HR. Muslim no. 2699)
Senantiasa di
Tolong Allah
3) Senantiasa ditolong
Allah, sebagaimana dalam hadits:
«وَاللهُ فِي عَوْنِ
الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ»
Allah senantiasa menolong
hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)
Mendapatkan
Setengah Pahala Sedekah
4) Mendapatkan pahala
setengah dari sedekahnya. Dari Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi ﷺ bersabda:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً»
“Tidaklah
seorang Muslim memberi pinjaman kepada Muslim lainnya dua kali kecuali ia
seperti bersedekah sekali.” (HHR. Ibnu Majah no. 2430)
Mendapatkan
Pahala Jika Menambah Tempo
5) Mendapatkan pahala
jika memberi tempo pembayaran. Dari Buroidah Al-Aslami Rodhiyallahu ‘Anhu,
dari Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا
كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ، وَمَنْ أَنْظَرَهُ بَعْدَ حِلِّهِ كَانَ لَهُ
مِثْلُهُ، فِي كُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ»
“Siapa
yang memberi tempo kepada orang yang kesulitan membayar maka setiap hari ia
mendapatkan pahala sedekah. Siapa yang memberi tempo setelah jatuh tempo maka
ia mendapatkan pahala setiap hari sebesar sedekah (nilai hutangnya).” (HSR.
Ibnu Majah no. 2418)
Mendapatkan
Naungan di Akhirat
6) Mendapatkan naungan di
Akhirat dengan memberi tempo pembayaran. Dari Abul Yasar Rodhiyallahu ‘Anhu,
Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا
أَوْ وَضَعَ عَنْهُ، أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ»
“Siapa
yang memberi tempo kepada orang yang kesulitan membayar atau membebaskan
hutangnya, maka Allah memberinya naungan di bawah naungan-Nya (di bawah Arsy).”
(HR. Muslim no. 3006)
Lembut dalam
Menagih
Dari Ibnu Umar dan Aisyah
Rodhiyallahu ‘Anhuma, Nabi ﷺ bersabda:
«مَنْ طَلَبَ حَقًّا
فَلْيَطْلُبْهُ فِي عَفَافٍ وَافٍ، أَوْ غَيْرِ وَافٍ»
“Siapa
yang menagih haknya (hutang atau kredit) maka tagihnya dengan menjaga
kehormatan (si klain), baik dibayar atau tidak.” (HSR. Ibnu Majah no. 2421)
Mendoakan
Pemberi Pinjaman
Dari Abdullah bin Abi
Robiah Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi ﷺ meminjam uang darinya pada perang Hunain
sebesar 30.000 atau 40.000. Ketika tiba, beliau melunasinya dan mendoakannya:
«بَارَكَ اللَّهُ
لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ، إِنَّمَا جَزَاءُ السَّلَفِ الْوَفَاءُ وَالْحَمْدُ»
“Semoga
Allah memberkahimu pada keluargamu dan hartamu. Balasan hutang hanyalah
pelunasan dan pujian (didoakan).” (HSR. Ibnu Majah no. 2424)
Memaklumi Jika
Dikasari
Dari Asy-Syarid Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«لَيُّ الْوَاجِدِ
يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ»
“Menunda
membayar padahal mampu, menjadikannya boleh dijatuhkan kehormatannya dan
dihukum (dipenjara).” (HHR. Ibnu Majah no. 2427)
Dibantu Allah
dalam Melunasi
Dari Maumunah istri Nabi ﷺ, ia ingin berhutang lalu dicegah
salah satu dari keluarganya dan berkata: “Jangan kamu lakukan.” Ia
mengingkarinya. Maimunah berkata: “Akan kulakukan, aku mendengar Nabiku dan
kekasihku ﷺ
berkata:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَدَّانُ دَيْنًا، يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ، إِلَّا أَدَّاهُ
اللَّهُ عَنْهُ فِي الدُّنْيَا»
“Tidaklah
seorang Muslim berhutang, Allah tahu dia ingin melunasinya, melainkan Allah
akan melunasinya di dunia.” (HSR. Ibnu Majah no. 2408)
Senantiasa
Bersama Allah
Dari Abdullah bin Ja’far Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِيَ دَيْنَهُ، مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ»
“Allah
senantiasa bersama orang yang memiliki hutang hingga lunas hutangnya, selama
hutangnya bukan untuk hal yang dibenci Allah.” Abdullah bin Ja’far berkata
kepada pembantunya: “Pergilah mencari pinjaman hutang untukku. Aku tidak suka
bermalam tanpa kebersamaan Allah bersamaku, setelah aku mendengar dari
Rosulullah ﷺ.” (HSR.
Ibnu Majah no. 2409)
Jika Berniat
Tidak Melunasi
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, dari Nabi ﷺ, beliau
bersabda:
«مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ
النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا
أَتْلَفَهُ اللَّهُ»
“Siapa
yang mengambil (meminjam) harta manusia dengan niat ingin mengembalikannya maka
Allah akan membantu mengembalikannya. Siapa yang mengambil dengan niat
merusaknya (tidak berniat mengembalikannya) maka Allah akan merusaknya (dengan
merusak hartanya di dunia dan menghukumnya di Akhirat).” (HR. Al-Bukhori no. 2387)
Dari Shuhaib Al-Khoir Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«أَيُّمَا رَجُلٍ
تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ
سَارِقًا»
“Siapa
yang berhutang dan berniat tidak akan melunasinya maka ia bertemu Allah sebagai
pencuri.” (HSR. Ibnu Majah no. 2410)
Jaminan Masuk
Surga
Dari Tsauban Rodhiyallahu
‘Anhu, maula Rosulullah ﷺ, Rosulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ مَاتَ وَهُوَ
بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ: الكِبْرِ، وَالغُلُولِ، وَالدَّيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ»
“Siapa
yang meninggal dalam keadaan terbebas dari tiga hal pasti masuk Surga: sombong,
ghulul (penggelapan dana), dan hutang.” (HSR. At-Tirmidzi no. 1572)
Ruh Tergantung
di Langit
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«نَفْسُ المُؤْمِنِ
مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ»
“Ruh
orang beriman tergantung (di langit) karena hutangnya sampai dilunasi.” (HSR.
At-Tirmidzi no. 1078)
Ruh Ditahan
Sampai Hutang Dilunasi
Dari Sa’ad bin Al-Athwal Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: saudaraku meninggal dan meninggalkan warisan 300 dinar
dan anak kecil. Aku ingin memberikannya kepadanya tetapi Nabi ﷺ menegurku:
«إِنَّ أَخَاكَ مَحْبُوسٌ
بِدَيْنِهِ، فَاذْهَبْ، فَاقْضِ عَنْهُ»
“Saudaramu
sedang ditahan karena hutangnya. Pergi dan lunasilah.” (HSR. Ahmad no. 17227)
Ganti Rugi
dengan Pahala
Dari Ibnu Umar Rodhiyallahu
‘Anhuma, Nabi ﷺ
bersabda:
«مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ
دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ، لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ»
“Siapa
yang meninggal dengan membawa hutang satu dinar atau satu dirham maka akan
dilunasi dengan pahalanya, karena di sana tidak ada dinar dan dirham.” (HSR.
Ibnu Majah no. 2414)
Tidak Disholati
Jika Mayit Masih Berhutang
Darai Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu
‘Anhuma, ia berkata: ada orang meninggal lalu kami memandikannya, meminyakinya,
mengkafaninya, lalu membawanya ke Nabi ﷺ untuk disholati. Kami berkata: “Mohon
disholati.” Beliau bertanya: “Apakah dia memiliki hutang?” Jawab kami: “Dua
dinar.” Beliau mundur (enggan mensholatinya sebagai teguran bagi yang masih
hidup). Lalu Abu Qotadah menanggung dua dinar itu. Kami menemuinya dan ia
berkata: “Dua dinar itu menjadi tanggunganku.” Lalu Rosulullah ﷺ bersabda kepadanya:
«حَقُّ الْغَرِيمُ،
وَبَرِئَ مِنْهُمَا الْمَيِّتُ؟»
“Hutang
itu menjadi tanggunganmu dan mayit terbebas dari dua dirham tersebut?” Ia
menjawab: “Ya.” Maka Nabi ﷺ mensholatinya. Pada hari berikutnya Nabi ﷺ berkata kepadanya: “Apakah dua
dinar sudah lunas?” Dia menjawab: “Baru kemaren dia meninggal.” Pada hari
berikutnya Nabi ﷺ berkata
kepadanya: “Apakah dua dinar sudah lunas?” Dia menjawab: “Sudah aku lunasi.”
Maka Rosulullah ﷺ
bersabda:
«الْآنَ بَرَدَتْ
عَلَيْهِ جِلْدُهُ»
“Baru
sekarang kulitnya dingin.” (HHR. Ahmad no. 14536)
Ketika Rosulullah ﷺ memiliki banyak harta dari
ghonimah maka beliau menanggung hutang orang-orang yang wafat dan belum
melunasi hutangnya. Beliau bersabda:
«مَنْ تَرَكَ مَالًا
فَلِوَرَثَتِهِ، وَمَنْ تَرَكَ كَلًّا فَإِلَيْنَا»
“Siapa
yang meninggalkan harta maka itu untuk ahli warisnya. Siapa yang meninggalkan
tanggungan (hutang atau keluarga) maka menjadi tanggungjawab kami (penguasa).”
(HR. Al-Bukhori no. 2398)
Dosa Syahid
Diampuni Kecuali Hutang
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: datang seseorang kepada Nabi ﷺ saat beliau berkhutbah di atas mimbar dan
berkata: “Jelaskan kepadaku jika aku berperang di jalan Allah dengan sabar,
mengharap pahala, maju dan tidak kabur, apakah Allah menghapus dosa-dosaku?”
Jawab beliau: “Ya.” Lalu beliau diam sesaat dan berkata: “Di mana yang tadi
bertanya?” Dia menjawab: “Aku orangnya.” Beliau bersabda: “Apa yang tadi kamu
katakan?” Dia berkata:
أَرَأَيْتَ إِنْ
قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا مُقْبِلًا غَيْرَ مُدْبِرٍ، أَيُكَفِّرُ
اللَّهُ عَنِّي سَيِّئَاتِي؟ قَالَ: «نَعَمْ، إِلَّا الدَّيْنَ، سَارَّنِي بِهِ جِبْرِيلُ
آنِفًا»
“Jelaskan kepadaku jika aku berperang di jalan
Allah dengan sabar, mengharap pahala, maju dan tidak kabur, apakah Allah
menghapus dosa-dosaku?” Jawab beliau: “Ya, kecuali hutang. Barusan Jibril
membisikkan kepadaku.” (HSR. An-Nasai no. 3155)
Tidak Masuk
Surga Sampai Lunas Hutangnya
Dari Muhammad bin Jahsy Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«سُبْحَانَ اللَّهِ،
مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ رَجُلًا
قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ
وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ»
“Subhanallah,
apa yang diturunkan dari perkara yang berat? Demi Dzat yang jiwaku di
Tangan-Nya, seandainya ada orang yang terbunuh di jalan Allah lalu dihidupkan,
lalu terbunuh lalu dihidupkan, lalu terbunuh dengan memiliki hutang, tidak akan
masuk Surga hingga hutangnya dilunasi.” (HHR. An-Nasai no. 4684)
Jika Peminjam
Ternyata Bangkrut
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu berkata: Rosulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ أَدْرَكَ مَالَهُ
بِعَيْنِهِ عِنْدَ رَجُلٍ - أَوْ إِنْسَانٍ - قَدْ أَفْلَسَ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ مِنْ
غَيْرِهِ»
“Siapa
yang mendapati hartanya sendiri pada seseorang yang sedang bangkrut maka ia
lebih berhak atasnya.” (HR. Al-Bukhori no. 2402)
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«أَيُّمَا رَجُلٍ
بَاعَ سِلْعَةً، فَأَدْرَكَ سِلْعَتَهُ بِعَيْنِهَا عِنْدَ رَجُلٍ، وَقَدْ أَفْلَسَ،
وَلَمْ يَكُنْ قَبَضَ مِنْ ثَمَنِهَا شَيْئًا، فَهِيَ لَهُ، وَإِنْ كَانَ قَبَضَ مِنْ
ثَمَنِهَا شَيْئًا، فَهُوَ أُسْوَةُ الْغُرَمَاءِ»
“Siapa
saja yang menjual barang (dengan kredit) lalu menjumpai barang tersebut pada
orang (pembeli) yang sedang bangkrut, sementara dia (penjual) belum mendapatkan
cicilan sedikitpun maka dia (penjual) lebih berhak atas barang tersebut (dari
orang lain). Jika ia sudah mendapatkan sebagian cicilannya maka barang itu
untuk uswatul ghuroma (yakni hak bersama).” (HSR. Ibnu Majah no. 2359)
Jika seseorang miskin
atau bangkrut, maka ia dilarang menghabiskan uangnya untuk sedekah, karena ada
hak orang lain yang belum dilunasi. Sementara penguasa berhak mengambil alih
hartanya lalu digunakan untuk melunasi/menyicil hutangnya atau untuk keperluan
pribadi pemilik harta. Ini sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu
‘Anhuma, ia berkata:
أَعْتَقَ رَجُلٌ
غُلاَمًا لَهُ عَنْ دُبُرٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«مَنْ يَشْتَرِيهِ مِنِّي؟»، فَاشْتَرَاهُ نُعَيْمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، فَأَخَذَ
ثَمَنَهُ، فَدَفَعَهُ إِلَيْهِ
Seseorang memerdekakan
budaknya dengan cara mudabbar (jika majikan mati maka budaknya bebas).
Maka Nabi ﷺ
berkata: “Siapa yang mau membelinya dariku (penguasa)?” Lalu ia dibeli Nu’aim
bin Abdillah. Beliau mengambil harganya dan menyerahkannya ke lelaki tersebut.
(HR. Al-Bukhori no. 2403)
Melebihkan
Ketika Melunasi
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu: ada seseorang menagih hutang kepada Rosulullah ﷺ dengan kasar hingga beberapa
Sohabatnya ingin menindaknya lalu beliau bersabda:
«دَعُوهُ، فَإِنَّ
لِصَاحِبِ الحَقِّ مَقَالًا، وَاشْتَرُوا لَهُ بَعِيرًا فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ» وَقَالُوا:
لاَ نَجِدُ إِلَّا أَفْضَلَ مِنْ سِنِّهِ، قَالَ: «اشْتَرُوهُ، فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ،
فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً»
“Biarkan
dia, karena pemilik hak (hutang) berhak berbicara (sesukanya). Belilah onta dan
berikan kepadanya.” Mereka menjawab: “Kami tidak mendapatkan kecuali onta yang
lebih baik dari ontanya.” Beliau bersabda: “Belilah lalu berikan kepadanya.
Orang yang terbaik dari kalian adalah orang yang terbaik dalam membayar
hutang.” (HR. Al-Bukhori no. 2390)
Dari Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu
‘Anhuma, ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي المَسْجِدِ ضُحًى فَقَالَ: «صَلِّ رَكْعَتَيْنِ»،
وَكَانَ لِي عَلَيْهِ دَيْنٌ، فَقَضَانِي وَزَادَنِي
Aku mendatangi Nabi ﷺ saat beliau di Masjid di waktu
Dhuha lalu beliau bersabda: “Sholatlah dua rokaat (Tahiyyatul Masjid).” Beliau
memiliki hutang kepadaku lalu melunasinya dan memberi tambahan kepadaku. (HR.
Al-Bukhori no. 2394)
Dosa Dimaafkan
Jika Memaafkan dalam Menagih
Dari Hudzaifah Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: aku mendengar Nabi ﷺ bersabda:
«مَاتَ رَجُلٌ، فَقِيلَ
لَهُ، قَالَ: كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ، فَأَتَجَوَّزُ عَنِ المُوسِرِ، وَأُخَفِّفُ
عَنِ المُعْسِرِ، فَغُفِرَ لَهُ»
“Seseorang
meninggal dan ditanyakan kepadanya (apa yang kamu perbuat?). Dia menjawab: ‘Aku
dulu menjual dengan sistem pembayaran tertunda (kredit) kepada manusia. Aku
memudahkan orang yang mampu dan meringankan tagihan orang yang kesulitan.’ Maka
ia diampuni Allah.” (HR. Al-Bukhori no. 2391)
Dianjurkan
Membebaskan Tagihan Jika Tidak Mampu
Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu
‘Anhuma mengabarkan kepadanya bahwa: ayahku terbunuh di perang Uhud sebagai
syahid dalam keadaan memiliki hutang. Orang-orang keras dalam menagih hutang
ayahku. Lalu aku mendatangi Nabi ﷺ lalu beliau meminta mereka menerima
(pembayaran dalam bentuk) kurma dari kebunku dan membebaskan hutang ayahku.
Mereka menolak. Sementara Nabi ﷺ tidak menyerahkan kebunku kepada mereka.
Beliau bersabda (kepadaku): “Kami akan berangkat di awal pagi ke tempatmu.”
Maka beliau berangkat di pagi hari ke tempat kami dan mengitari kebun kurma
dengan mendoakan buahnya dengan keberkahan. Maka aku memanen buahnya dan
melunasi hutang kepada mereka. Sebagian buahnya masih tersisa untuk kami. (HR.
Al-Bukhori no. 2395)
Berlindung dari
Hutang
Dari Aisyah Rodhiyallahu
‘Anha, ia berkata: Rosulullah ﷺ biasa berdoa dalam sholatnya:
«اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ المَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ»، فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ: مَا أَكْثَرَ مَا
تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ المَغْرَمِ؟ قَالَ: «إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ
حَدَّثَ فَكَذَبَ، وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ»
“Ya
Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.” Ada yang bertanya: “Wahai
Rosulullah, alangkah seringnya Anda berlindung dari hutang.” Beliau bersabda:
“Apabila seseorang berhutang maka ia akan berkata bohong dan mengingkari
janji.” (HR. Al-Bukhori no. 2397)
Doa Melunasi
Hutang
Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
«اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ، وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ،
وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ»
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hamm (takut dan khawatir hari esok)
dan hazan (sedih dan frustasi masa lalu); lemah (dalam fisik) dan malas
(dalam tekad); penakut (dalam jiwa) dan pelit (dalam harta); terlilit hutang
dan dikuasai orang.” (HR. Al-Bukhori no. 6369)
Abu Wail bercerita: ada budak
mukatab (menebus dirinya dari majikan dengan membayar cicilan disamping
bekerja untuk majikan) mendatangi Ali dan mengadu: “Aku tidak mampu melunasi
cicilanku tolong bantu aku.” Ali berkata: “Maukah kamu kuajari beberapa kalimat
yang diajarkan Nabi ﷺ,
seandainya kamu memiliki hutang sebesar gunung Shir akan dilunasi Allah?
Ucapkan:
«اللَّهُمَّ اكْفِنِي
بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ»
‘Ya
Allah, cukupilah aku dengan yang halal sehingga tidak membutuhkan yang harom,
kayakan aku dengan karunia-Mu sehingga tidak membutuhkan selain-Mu.’” (HHR.
At-Tirmidzi no. 3563)
Penguasa
Melunasi Hutang Rakyat
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, dari Nabi ﷺ:
«مَنْ تَرَكَ مَالًا
فَلِوَرَثَتِهِ، وَمَنْ تَرَكَ كَلًّا فَإِلَيْنَا»
“Siapa
yang meninggalkan harta maka itu untuk ahli warisnya. Siapa yang meninggalkan
tanggunan (hutang atau keluarga) maka menjadi tanggungjawab kami (penguasa).”
(HR. Al-Bukhori no. 2398)
Menunda Melunasi
Padahal Mampu
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu berkata: Rosulullah ﷺ bersabda:
«مَطْلُ الغَنِيِّ
ظُلْمٌ»
“Menunda
membayar padahal mampu adalah kezoliman.” (HR. Al-Bukhori no. 2400)
Larangan
Menyia-nyiakan Harta
Tidak boleh berhutang
untuk selain pada perkara yang tidak bisa ditinggal. Berhutang untuk kemegahan
termasuk menyia-nyiakan harta, karena menempatkan harta bukan pada tempat yang
semestinya.
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ
عَلَيْكُمْ: عُقُوقَ الأُمَّهَاتِ، وَوَأْدَ البَنَاتِ، وَمَنَعَ وَهَاتِ، وَكَرِهَ
لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ المَالِ»
“Sungguh
Allah melarang atas kalian: durhaka kepada ibu, mengubur bayi hidup-hidup,
menahan hak harta (seperti zakat). Juga Allah membenci dari kalian: gosib, banyak
bertanya dan meminta, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Al-Bukhori no. 2408)
Larangan
Mengambil Harta dengen Menipu
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
﴿وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ
الفَسَادَ﴾
“Allah
tidak menyukai kerusakan.” (QS. Al-Baqoroh: 205)
﴿لاَ يُصْلِحُ عَمَلَ
المُفْسِدِينَ﴾
“Tidak
beruntung perbuatan orang-orang yang merusak.” (QS. Yunus: 81)
﴿أَصَلَوَاتُكَ تَأْمُرُكَ
أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ﴾
“Apakah
tuhanmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah leluhur kami atau
melarang kami berbuat sesuka kami pada harta kami sendiri?”
﴿وَلاَ تُؤْتُوا
السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ﴾
“Janganlan
kalian menyerahkan harta (yang dititipkan kepada) kalian kepada orang-orang
bodoh (anak yatim yang masih kecil)?” (QS. An-Nisa: 5)
Juga hajr
(dilarang menggunakan harta) pada demikian dan larangan curang.
Dari Ibnu Umar Rodhiyallahu
‘Anhuma berkata: ada seseorang berkata kepada Nabi ﷺ: “Aku biasa ditipu dalam jual beli.”
Beliau berkata:
«إِذَا بَايَعْتَ
فَقُلْ: لاَ خِلاَبَةَ»
“Jika
kamu melakukan transaksi katakan (kepada klainmu): Jangan curang!” Lalu orang
itu mengucapkannya. (HR. Al-Bukhori no. 2407)
Yakni orang tersebut
akalnya kurang akibat kepalanya pernah terluka dan sering ditipu orang. Maka
Nabi ﷺ memerintahkannya
agar mengingatkan klainnya agar tidak curang ketika transaksi bersamanya.
Harta Suami
Tidak Boleh Dikeluarkan Tanpa Seizinnya
Dari Abdullah bin Umar Rodhiyallahu
‘Anhuma, ia mendengar Rosulullah ﷺ bersabda:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،
وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ فِي
بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ فِي
مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Setiap
kalian adalah penanggungjawab dan akan ditanya tentangnya. Imam adalah
penanggungjawab dan akan ditanya tentangnya. Lelaki penanggungjawab pada
keluarganya dan akan ditanya tentangnya. Istri penanggungjawab pada rumah
suamiya akan ditanya tentangnya. Budak penanggungjawab pada harta majikannya
dan akan ditanya tentangnya (pada hari Kiamat).”
Ibnu Umar berkata: aku
mendengar itu semua dari Nabi ﷺ dan aku kira Nabi ﷺ juga bersabda:
«وَالرَّجُلُ فِي
مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Lelaki
(anak) penanggungjawab pada harta ayahnya dan ia akan ditanya tentangnya. Maka
setiap kalian adalah penanggunjawab dan akan ditanya tentangnya.” (HR.
Al-Bukhori no. 2409)
Tamat dengan pujian hanya
untuk Allah.[]