Hukum Tiyaroh (Anggapan Sial)

 Hukum Tiyaroh (Anggapan Sial)



الحمد لله والصلاة والسلام على محمد وبعد

Thiyaroh (طيرة) atau tathoyyur (تطير) berasal dari kata (طَيْر) burung, karena dahulu orang-orang Arob jahiliyah jika hendak berangkat untuk safar atau dagang akan mengagetkan burung. Jika burung terbang ke kanan maka pertanda baik dan untung, sementara jika terbang ke kiri maka pertanda buruk dan rugi. Lalu ungkapan ini digunakan lebih khusus untuk setiap anggapan sial.

Thiyaroh adalah menganggap sial sesuatu dengan mendengar, melihat, tempat, waktu, atau peristiwa. Ini salah satu bentuk syirik kecil yang dilarang agama.

Contoh thiyaroh dengan melihat: melihat burung gagak di atas rumah lalu beranggapan sial akan ada musibah di rumah.

Contoh thiyaroh dengan mendengar: mendengar suara “mampus” pada dini hari lalu beranggapan sial di hari itu.

Contoh thiyaroh dengan tempat: melewati kuburan 3 kali berturut-turut dalam satu perjalanan lalu beranggapan sial.

Contoh thiyaroh dengan waktu: memasuki bulan Suro (Muharrom) lalu beranggapan sial jika membangun rumah atau menikah.

Contoh thiyaroh dengan peristiwa: tidak sengaja menabrak kucing lalu beranggapan hari ini akan sial.

Ini semua termasuk syirik kecil, dan syirik kecil adalah dosa besar.

Dari Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ»

Thiyaroh syirik, thiyaroh syirik, thiyaroh syirik.” Ibnu Mas’ud berkata:

وَمَا مِنَّا إِلَّا، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

“Setiap kita terkena thiyaroh, tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HSR. Abu Dawud no. 3910)

Tingkatan thiyaroh ada dua:

1)    Menghalangi dari agenda, ini tingkatan tertinggi.

2)    Tetap melaksanakan agenda tetapi hatinya masih ada kekhawatiran kesialan. Ini lebih ringan dari pertama.

Kenapa Thiyaroh Diharomkan?

Karena thiyaroh timbul dari keyakinan ada selain Allah yang bisa memberi bahaya. Thiyaroh terjadi pada uluhiyah (keesaan Allah untuk disembah) maupun rububiyah (keesaan Allah dalam perbuatan-Nya). Meyakini ada selain Allah yang bisa memberi bahaya atau kesialan padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab yang menimbulkan bahaya, maka ia mencacati rububiyah. Lalu ia menaruh harapan dan rasa takut pada sesuatu itu, maka ia mencacati uluhiyah.

Tidak ada yang bisa menolak bahaya maupun memberi manfaat kecuali Allah, sebagaimana firman-Nya:

﴿ قُلْ اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ اَرَادَنِيَ اللّٰهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كٰشِفٰتُ ضُرِّهٖٓ اَوْ اَرَادَنِيْ بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكٰتُ رَحْمَتِهٖۗ قُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ ۗعَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُوْنَ ﴾

“Katakanlah: jelaskan kepadaku apa yang kalian seru selain Allah, jika Allah ingin membahayakan diriku apakah mereka bisa menghilangkan bahaya tersebut? Atau jika Dia ingin memberiku rohmat apakah mereka mampu menahan rohmat tersebut? Katakanlah: cukuplah Allah bagiku. Orang-orang yang pasrah hanya bertawakal kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 38)

Melawan Thiyaroh

Thiyaroh dilawan dengan 3 hal:

1) Optimis

Optimis adalah lawan dari thiyaroh (pesimis). Jika orang merasa sial karena sesuatu yang ia lihat, ia dengar, atau waktu dan tempat, maka optimis adalah berbaik sangka kepada Allah.

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«لَا طِيَرَةَ، وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ» قَالُوا: وَمَا الْفَأْلُ؟ قَالَ: «الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ»

“Tidak ada thiyaroh. Yang terbaik adalah optimis.” Mereka bertanya: “Apa itu optimis?” Beliau menjawab: “Kalimat baik yang didengar seorang dari kalian.” (HR. Bukhori no. 5754)

Yakni thiyaroh tidak memiliki pengaruh  sama sekali, karena musibah yang terjadi bukan karena anggapan sial tetapi karena takdir Allah. Maka yang lebih bermanfaat bagi hamba adalah optimis dengan berbaik sangka kepada Allah, seperti jika mendengar ucapan “kamu hebat!” maka ia optimis, atau mendengar ucapan “kamu gagal” ia tetap optimis karena berbaik sangka kepada Allah dengan meyakini Allah mengabulkan doa dan harapan serta takdir Allah selalu terbaik.

Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يُعْجِبُهُ إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ ‌أَنْ ‌يَسْمَعَ: يَا رَاشِدُ، يَا نَجِيحُ

“Apabil Nabi keluar untuk suatu keperluan, beliau suka mendengarkan: ‘Wahai orang yang terbimbing, wahai orang yang berhasil.’” (HSR. Tirmidzi no. 1616)

Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَتَفَاءَلُ وَلَا يَتَطَيَّرُ، وَكَانَ يُحِبُّ الِاسْمَ الْحَسَنَ

“Rosulullah senantiasa optimis dan tidak tathoyyur. Beliau menyukai nama yang bagus.” (HSR. Ahmad no. 2328)

2) Berdoa

Dari Abdullah bin Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, Nabi bersabda:

«مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ: اللهم لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ»

“Siapa yang membatalkan agendanya karena thiyaroh maka ia telah berbuat syirik.” Orang-orang berkata: “Wahai Rosulullah, apa tebusannya (penggugur dosanya)?” Jawab beliau: “Mengucapkan: ‘Ya Allah tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, tidak ada thiyaroh kecuali thiyaroh dari-Mu, tidak ada yang berhak disembah selain Engkau.’” (HSR. Ahmad no. 7045)

Dari Urwah bin Amir , thiyaroh disinggung di sisi Nabi maka beliau bersabda:

«أَحْسَنُهَا الْفَأْلُ، وَلَا تَرُدُّ مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلِ: اللهم لَا يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ»

“Yang terbaik adalah optimis (berbaik sangka). Thiyaroh tidak boleh menghalangi Muslim (dari agendanya). Jika seorang dari kalian melihat sesuatu yang dibenci maka ucapkan: ‘Ya Allah tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Engkau dan tidak ada yang menghilangkan keburukan kecuali Engkau, dan tidak ada daya (untuk menolak bahaya) dan kekuatan (untuk meraih kebaikan) kecuali dengan pertolongan-Mu.” (HHR. Abu Dawud no. 3919)

3) Tetap Melanjutkan Agenda Disertai Tawakkal

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«إِذَا حَسَدْتُمْ فَلَا تَبْغَوا، وَإِذَا ظَنَنْتُمْ فَلَا تُحَقِّقُوا، وَإِذَا تَطَيَّرْتُمْ فَامْضُوا، وَعَلَى اللهِ تَوَكَّلُوا»

“Apabila kalian sedang hasad, jangan menzolimi. Jika kalian buruk sangka, jangan diwujudkan. Jika kalian menganggap sial, lanjutkan agenda. Bertawakallah hanya kepada Allah.” (HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil dalam As-Shohihah no. 3942)

Hanya Allah Pencipta Sebab

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ»

“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), tidak ada thiyaroh, tidak ada bulan Shofar (kesialan), tidak ada burung hantu (kesialan).”

فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا بَالُ الْإِبِلِ تَكُونُ فِي الرَّمْلِ كَأَنَّهَا الظِّبَاءُ فَيُخَالِطُهَا الْبَعِيرُ الْأَجْرَبُ فَيُجْرِبُهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ؟»

Seorang Arob baduwi berkata: “Ya Rosulullah, bagaimana dengan untaku yang kuat dan sehat seakan kijang lalu dicampuri onta berpenyakit lalu menularinya?” Nabi menjawab: “Siapa yang menularkan (penyakit) pada onta pertama?” (HR. Bukhori no. 5770)

Yakni tidak diingkari bahwa penyakit bisa menular tetapi ia tidak menular dengan sendirinya, tetapi dengan takdir Allah. Seandainya tidak dikehendaki Allah, tidak akan menular meskipun dua onta tersebut bergabung dalam satu kandang selama sebulan. Onta pertama yang diciptakan Allah dan tertular penyakit, siapa yang menularkannya jika bukan Allah?

Dengan keyakinan ini, hamba Allah bertambah besar pengharapannya kepada Allah dan tidak bergantung dengan sebab. Sebab hanyalah ikhtiar saja, yakni salah satu usaha dalam rangka melaksanakan perintah Allah.

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ»

“Onta yang sakit jangan sekali-kali digabungkan dengan onta yang sehat.” (HR. Bukhori no. 5771)

Jika Memang Ada Kesialan

Dari Sa’ad bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«إِنْ تَكُنِ الطِّيَرَةُ فِي شَيْءٍ: فَفِي الْفَرَسِ وَالْمَرْأَةِ وَالدَّارِ»

“Jika ada thiyaroh pada sesuatu, maka itu ada pada kuda, wanita, rumah.” (HSR. Abu Dawud no. 3921)

Yakni kesialan tidak ada sama sekali. Namun ada orang bisa sedih atas takdir Allah yang terjadi pada kuda, wanita, rumah.

Malik bin Anas ditanya tentang hadits di atas dan menjawab: “Alangkah banyak rumah yang dihuni orang dan mereka binasa lalu dihuni orang lain dan binasa. Ini tafsirnya menurutku. Allahu a’lam.”

Umar berkata:

حَصِيرٌ فِي الْبَيْتِ خَيْرٌ مِنِ امْرَأَةٍ لَا تَلِدُ

“Terpenjara di rumah lebih baik dari wanita mandul.” (Sunan Abu Dawud no. 3922)

Sebab Sial dan Musibah

Thiyaroh tidaklah ada. Namun sial dan musibah yang terjadi bukan karena anggapan terhadap apa yang dilihat dan didengar, tetapi terjadi dengan takdir Allah semata lewat sebab. Allah tidak menjadikan thiyaroh sebagai sebab. Lantas apa sebab terjadi musibah? Jawabannya: dosa. Fungsi dari musibah tersebut adalah untuk menggugurkan dosanya. Jika ia tidak memiliki dosa, maka musibah itu untuk mengangkat derajatnya di Surga.

Dalil bahwa musibah terjadi karena dosa, hadits  Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ ‌نَصَبٍ ‌وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»

“Tidaklah seorang Muslim tertimpa nashob (keletihan), washob (penyakit), ham (ketakutan dan kekhawatiran hari esok), hazan (sedih masa lalu), gangguan (dari manusia, jin, binatang), ghom (kesempitan hati), hingga duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhori no. 5318)

Dalil musibah mengangkat derajat, hadits Nabi :

«إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ ‌مَنْزِلَةٌ، لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ؛ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ، أَوْ فِي مَالِهِ، أَوْ فِي وَلَدِهِ، ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى»

 “Jika hamba memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah yang sudah ditentukan sebelumnya tetapi tidak dicapai dengan amalnya, Allah menimpakan ujian pada badannya (seperti penyakit, cacat, buruk rupa) atau pada hartanya (bangkrut atau kekurangan), anaknya (wafatnya orang yang dicintai atau mandul) lalu Allah membantunya bersabar. Hingga Allah menyampaikan ia ke kedudukan tinggi tersebut di sisi Allah yang sudah ditentukan sebelumnya.” (HSR. Abu Dawud no. 3090)

Maka semakin tinggi kualitas agamanya, musibahnya semaki tinggi pula, berdasarkan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Wahai Rosulullah, siapakah orang yang paling berat musibahnya?” Beliau menjawab:

«الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ، فَالْأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلابَةٌ زِيدَ فِي بَلائِهِ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ، وَمَا يَزَالُ الْبَلاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ»

“Para Nabi, lalu orang-orang sholih, lalu orang-orang yang seperti mereka dan seterusnya. Seseorang akan diberi musibah sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, musibahnya ditambah. Jika agamanya ringan, musibahnya diringankan. Ada seorang hamba yang selalu terkena musibah hingga ia berjalan di muka bumi tanpa memiliki dosa.” (HSR. Ahmad no. 1481)

Thiyaroh Pada Kalender Jawa

Kalender Jawa adalah perpaduan dari Kalender Hindu dan Islam. Orang Kejawen meyakini kesialan pada sebagian bulan ini. Dua belas bulan Kalender Jawa adalah Suro, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadal Awal, Jumadal Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Zulkaidah, Besar. Sementara perputaran hari dalam sepekan hanya lima hari, yaitu Wage, Kliwon, Legi, Pahing, Pon. Mereka menyakini pada sebagian bulan dan hari ini ada kesialan sehingga mereka tidak menikah, membangun rumah, merintis usaha, bahkan ada yang tidak keluar rumah.

Thiyaroh dalam waktu merupakan kesyirikan yang ditolak syariat. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda, Allah Ta’ala berfirman:

«يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ»

“Anak Adam menyakiti Aku, ia memaki waktu padahal Aku yang menciptakan waktu. Hanya di Tanganku segala urusan. Aku menggonta-ganti malam dan siang.” (HR. Bukhori no. 4826 dan Muslim no. 2246)

Thiyaroh Firaun

Fir’aun menuduh Musa dan pengikutnya yang menjadi sebab Mesir terkena berbagai kesialan: kemarau, krisis pangan, penyakit, dan lain-lain.

Al-Quran mengabarkan:

﴿ فَاِذَا جَاۤءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوْا لَنَا هٰذِهٖ ۚوَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّطَّيَّرُوْا بِمُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗۗ اَلَآ اِنَّمَا طٰۤىِٕرُهُمْ عِنْدَ اللّٰهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ ﴾

“Apabila kebaikan mendatangi mereka, mereka berkata: ‘Kebaikan ini karena hasil usaha kami.’ Akan tetapi jika mereka tertimpa keburukan, mereka menganggap kesialan karena Musa dan pengikutnya. Perhatikan! Kesialan mereka sudah Allah tetapkan, tetapi kebanyakan mereka tidak tahu.” (QS. Al-A’rof: 131)

Kesialan mereka bukanlah karena Musa dan pengikutnya, karena tidak ada kaitannya, bahkan Musa menjadi sebab keberkahan. Akan tetapi kesialan mereka akibat kedurhakaan mereka sendiri yang berakibat musibah demi musibah yang sudah Allah tetapkan dalam takdir-Nya.

Allahu a’lam. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

اللهم صل وسلم على محمد.

 

Komentar

Artikel Terpopuler

Al-Quran Obat Rohani dan Jasmani

Bacaan Setelah Al-Fatihah dalam Sholat

Doa Naik Kendaraan dan Safar

Duduk Istirahat dalam Sholat Menurut 4 Madzhab