Cara Turun ke Lantai saat Sholat: Mana yang Didahulukan, Tangan atau Lutut? Simak Penjelasan 4 Madzhab
Para Ulama
berselisih pendapat mengenai mana yang didahulukan ketika turun menuju sujud: lutut
atau tangan.
Pendapat Pertama: Disunnahkan
Meletakkan Lutut Sebelum Tangan
Ini adalah mazhab
mayoritas (jumhur) Ulama: dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.
Inilah yang diamalkan oleh mayoritas ahli ilmu. Pendapat ini dipilih oleh: Ibnu
Al-Mundzir (242–319 H), Ibnu Al-Qoyyim
(691–751 H), Ibnu Baz (1330–1420 H), Ibnu
‘Utsaimin (1347–1421 H).
Dalil dari
Atsar:
Dari Ibrohim,
dari dua murid ‘Abdullah bin Mas’ud, yaitu ‘Alqomah dan Al-Aswad, keduanya
berkata:
حفِظْنا عن عمرَ في صلاتِه أنَّه خرَّ بعد ركوعِه على رُكبتَيْهِ كما يخِرُّ البعيرُ،
ووضَع رُكبتَيْهِ قبْلَ يديه
“Kami
menghafal dari ‘Umar dalam Sholatnya bahwa beliau turun setelah rukuk dengan
bertumpu pada dua lututnya sebagaimana onta jatuh, dan beliau meletakkan
lututnya sebelum kedua tangannya.”
HR. Ath-Thohawi
dalam Syarh Ma’ani Al-Atsar (1/256 no. 1419). Sanadnya dinyatakan shohih
oleh Al-Albani dalam Ashlu Shifat Sholat (2/717).
Pendapat Para
Ulama dalam Pendapat Pertama:
1. Az-Zaila’i (w.
743 H) berkata dalam Tabyin Al-Haqo’iq (1/116), dengan penjelasan dari Asy-Syalabi.
2. Ath-Thohawi
(239–321 H) dalam Syarh Ma’ani Al-Atsar (1/256).
3. An-Nawawi
(631–676 H) dalam Al-Majmu’ (3/421).
4. Al-Mawardi
(364–450 H) dalam Al-Hawi Al-Kabir (2/125).
5. Al-Buhuti (w.
1051 H) dalam Kasyaf Al-Qina’ (1/350).
6. Ibnu Qudamah
(541–620 H) dalam Al-Mughni (1/370).
7. At-Tirmidzi
(209–279 H) berkata:
والعمل عليه عند أكثر أهل العلم: يرَوْن أن يضعَ الرجل ركبتيه قبل يديه، وإذا نهض
رفع يديه قبل ركبتيه
“Mayoritas
ahli ilmu mengamalkannya: mereka berpendapat bahwa seseorang meletakkan lututnya
sebelum tangannya, dan jika bangkit maka mengangkat tangannya sebelum lututnya.”
(Sunan At-Tirmidzi, 2/56)
8. Ibnu
Al-Mundzir (319 H) dalam Al-Isyrof (2/30), juga dinukil oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu’
(3/421):
كان عمرُ بن الخطاب يضع ركبتيه قبل يديه، وبه قال النَّخَعي، ومسلم بن يَسار، وسفيان
الثوري، والشافعي، وأحمد بن حنبل، وإسحاق، وأصحاب الرأي، وقالت طائفةٌ: يضَعُ يديه
على الأرض إذا سجَد قبل ركبتيه، كذلك قال مالك، والأوزاعيُّ: أدركتُ الناس يضعون أيديَهم
قبل رُكبهم، قال أبو بكر: وبالقول الأول أقولُ
“‘Umar
bin Al-Khattab meletakkan lututnya sebelum tangannya, demikian pula An-Nakha’i,
Muslim bin Yasar, Sufyan Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin
Rohuyah dan Ashhab Ar-Ro’yi (Hanafiyah). Ada pula yang berkata: letakkan tangan
sebelum lutut saat sujud. Ini pendapat Malik dan Al-Auza’i. Abu Bakr Ibnul
Mundzir berkata: Aku memilih pendapat pertama.”
9. Ibnu Al-Qخyyim (751 H) dalam Zad Al-Ma’ad (1/224):
“Dahulu
Rosulullah ﷺ
meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya, lalu
meletakkan kedua tangannya setelah itu, kemudian dahi dan hidungnya. Inilah
yang shohih, diriwayatkan oleh Syarik, dari ‘Ashim bin Kulaib, dari ayahnya,
dari Wail bin Hujr Rodhiyallahu ‘Anhu:
رأيت رسول الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا سجد وضع ركبتيه قبل يديه، وإذا نهض
رفع يديه قبل ركبتيه
‘Aku
melihat Rosulullah ﷺ,
apabila bersujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan
apabila bangkit (dari sujud), beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua
lututnya.’ Tidak ada riwayat dalam perbuatan beliau yang menyelisihi hal ini.
Adapun Hadits Abu
Hurairoh Rodhiyallahu ‘Anhu secara marfu’:
إذا سجد أحدكم، فلا يبرُكْ كما يبرك البعير، وليضع يديه قبل ركبتيه
‘Apabila
salah seorang dari kalian bersujud, maka janganlah ia turun sebagaimana
turunnya unta, namun hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua
lututnya’, maka Hadits ini – wallahu a’lam – telah terjadi kekeliruan
pada sebagian perowinya; karena awal Haditsnya bertentangan dengan akhirnya.
Jika seseorang meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya, berarti ia
telah turun sebagaimana turunnya unta. Sebab unta meletakkan kedua tangannya
(depan) terlebih dahulu... Dan inilah yang dilarang oleh Rosulullah ﷺ, sedangkan
beliau sendiri melakukannya secara berbeda. Bagian tubuh yang paling dekat
dengan lantai adalah yang pertama kali menyentuh lantai, dan yang paling tinggi
adalah yang terakhir menyentuh lantai. Maka beliau meletakkan lututnya
lebih dahulu, kemudian tangannya, lalu dahinya. Dan saat bangkit, beliau
mengangkat kepalanya lebih dahulu, kemudian tangannya, lalu lututnya. Ini
merupakan kebalikan dari cara turunnya unta.
Dan sungguh
beliau ﷺ telah
melarang dalam Sholat untuk menyerupai hewan. Beliau melarang turun seperti
turunnya unta, menoleh seperti menolehnya rubah, duduk seperti duduknya
binatang buas, dan iq’a’ seperti iq’a’-nya anjing.”
10. Ibnu Baz
(1420 H) dalam Majmu’ Fatawa (11/61-62):
“Yang lebih utama
adalah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika turun untuk sujud.
Inilah yang lebih utama. Sebagian Ulama memang berpendapat bahwa hendaknya ia
meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu, namun yang lebih rojih adalah bahwa
ia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, karena telah tsabit dari
Hadits Wail bin Hujr Rodhiyallahu ‘Anhu dari Nabi ﷺ bahwa: ‘Beliau
apabila sujud, meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.’
Namun Ulama
lainnya berkata: ‘Bahkan hendaknya meletakkan lutut sebelum tangan.’ Dan inilah
yang merupakan kebalikan dari cara turunnya unta, karena unta apabila duduk
memulai dengan kedua tangannya. Maka apabila seorang Mukmin turun dengan
meletakkan lututnya terlebih dahulu, berarti ia telah menyelisihi cara duduk
unta. Dan inilah yang sesuai dengan Hadits Wail, dan ini pula yang shohih –
yaitu: bersujud dengan meletakkan lutut terlebih dahulu, kemudian tangan, lalu
dahi dan hidung. Inilah yang disyariatkan.
Dan jika ia
bangkit, hendaknya ia angkat terlebih dahulu dahinya, lalu tangannya, lalu
lututnya. Inilah yang disyariatkan dan telah datang dalam Sunnah dari Nabi ﷺ, dan
merupakan bentuk penggabungan dua Hadits.
Adapun sabda Nabi
ﷺ dalam
Hadits Abu Hurairoh: ‘Hendaklah ia meletakkan tangan sebelum lutut’,
maka zhohirnya – wallahu a’lam – adalah kesalahan dari sebagian perowi,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qoyyim Rohimahullah. Yang benar adalah:
‘Hendaknya meletakkan lutut sebelum tangan’ agar bagian akhir dari
Hadits ini sesuai dengan bagian awalnya, dan agar sesuai dengan Hadits Wail bin
Hujr serta riwayat-riwayat lain yang semakna dengannya.”
11. Ibnu
‘Utsaimin (1421 H) dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail (13/173–174):
“Sujud itu
dimulai dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu, lalu kedua telapak
tangan, karena Nabi ﷺ
melarang sujud dengan cara meletakkan tangan terlebih dahulu. Beliau bersabda: ‘Apabila
salah seorang dari kalian sujud, maka janganlah ia turun seperti turunnya unta,
dan hendaklah ia meletakkan tangannya sebelum kedua lututnya.’ Ini lafaz
Hadits-nya, namun kita akan membahasnya.
Oleh karena itu,
Ibnu Qoyyim Rohimahullah menegaskan dalam Zadul Ma‘ad bahwa akhir Hadits
ini telah mengalami kekeliruan dalam periwayatan. Adapun akhir Hadits: ‘dan
hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum lututnya’ – kata beliau – yang
benar adalah: ‘dan hendaklah ia meletakkan lututnya sebelum kedua tangannya’.
Karena jika ia meletakkan tangan sebelum lutut, maka ia telah meniru cara duduk
unta, sebab unta ketika duduk, mendahulukan tangannya. Dan barang siapa yang
pernah menyaksikan unta saat duduk, akan jelas melihat hal ini.
Maka yang benar –
jika kita ingin menyelaraskan antara awal Hadits dan akhirnya – adalah: ‘dan
hendaklah ia meletakkan lututnya sebelum tangannya’. Karena jika ia
meletakkan tangan terlebih dahulu, maka ia telah meniru cara duduk unta, dan
ini menjadikan bagian awal Hadits bertentangan dengan akhirnya.
Sebagian saudara
kita ada yang menulis risalah berjudul Fathul Ma‘bud fi Wadh‘ir-Rukbatain
Qabla al-Yadain fis-Sujud, dan ia telah menyusun dengan baik dan memberikan
faedah. Oleh karena itu, Sunnah yang diperintahkan oleh Rosul ﷺ dalam
sujud adalah bahwa seseorang meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, sebelum
kedua tangannya.”
Pendapat Kedua: Disunnahkan
Meletakkan Tangan Sebelum Lutut
Ini adalah mazhab
Malikiyah, salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal (164–241 H), serta
pendapat: Al-Auza’i (88–157 H), para Ahli
Al-Hadits, Al-Albani (1421 M).
Dalil Atsar:
Atsar Ibnu
‘Umar:
Dari Nafi’: “Ibnu
‘Umar meletakkan tangannya sebelum lututnya.”
Ia diriwayatkan
oleh Al-Bukhori secara mu‘allaq (terputus sanadnya dari perowi sebelum
Al-Bukhori) dengan bentuk jazm (pasti) sebelum Hadits no. (803), dan
diriwayatkan secara maushul (bersambung sanadnya) oleh Ibnu Khuzaimah
(no. 627), Ath-Thohawi dalam Syarh Ma‘ani Al-Atsar (no. 1513), dan
Al-Hakim (no. 821). Dishohihkan oleh Al-Albani berdasarkan syarat Muslim dalam Irwa’ul
Gholil (2/77).
Juga dua alasan
penguat:
1. Pertimbangan
Khusyuk:
Cara ini lebih
menunjukkan ketundukan dan kelembutan, serta menjaga khusyuk dalam Sholat.
2. Hindari
Sakit pada Lutut:
Dengan
mendahulukan tangan, seseorang akan terhindar dari rasa sakit di lutut akibat
langsung membebankan berat badan padanya.
Pendapat Para
Ulama dalam Pendapat Kedua:
Asy-Syaukani
(1173–1250 H) dalam Nail Al-Authar (2/293) berkata: “Al-Hazimi meriwayatkan
dari Al-Auza’i bahwa ia berkata:
أدركتُ الناس يضعون أيديهم قبل ركبهم
Aku mendapati
manusia (Tabi’in dan setelahnya) meletakkan tangan mereka sebelum lutut mereka,”
dan Ibnu Abi Dawud mengatakan bahwa ini juga pendapat Ashhabul Hadits.” Ini
juga disebutkan Ash-Shon’ani (1059–1182 H) dalam Subul As-Salam (1/187).
Al-Albani (1914–1999 M) berkata: “Telah
terjadi perbedaan pendapat di kalangan Ahlul Ilmi dalam masalah ini. Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut
lebih utama. Ini adalah pendapat Malik dan Al-Awza’i. Al-Awza’i berkata:
‘Aku mendapati manusia (para Ulama terdahulu) meletakkan tangan mereka sebelum
lutut mereka.’ Namun, sebagian yang lain menyelisihi pendapat ini. Mereka
memandang bahwa meletakkan lutut terlebih dahulu lebih utama. Di antara mereka
adalah ‘Umar bin Al-Khaththab, dan ini juga merupakan pendapat Sufyan
Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, dan para pengikut mereka.”
Aku (Al-Albani) berkata: “Dalil
mereka (yang mendahulukan lutut) adalah hadits-hadits yang telah disebutkan
sebelumnya. Kalau saja hadits-hadits itu shohih, tentu kita akan mengatakan
bahwa kedua cara itu boleh dilakukan, sebagaimana ada riwayat dari Malik dan
Ahmad — sebagaimana dalam Fathul Bari. Namun, karena hadits-hadits tersebut
tidak shohih, maka yang menjadi pegangan adalah pendapat kelompok pertama,
yaitu pendapat para ahli hadits, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Dawud dan
dinukil dalam Az-Zad.” (Shifat Sholat
An-Nabi, 2/719)
Ibnu Hazm berpendapat bahwa hal ini wajib. Ia berkata: “Wajib atas setiap orang yang Sholat untuk
— ketika sujud — meletakkan kedua tangannya di tanah sebelum kedua lututnya,
dan itu harus dilakukan.” (Al-Muhalla,
3/44)
Allahu A’lam[]