Khutbah Idul Adha 1446 H – Korbankan Duniawi, Raih Surga Tertinggi
Idul Qurban adalah hari pengorbanan. Harta yang diperoleh dengan keringat dikorbankan untuk Allah dalam bentuk sesembelihan, untuk mendidik jiwa agar mengorbankan dunia yang fana ini untuk ditukar dengan Surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ
لَهُمُ الْجَنَّةَ﴾
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari kaum Mukminin harta dan jiwa mereka untuk diganti
dengan Surga.” (QS.
At-Taubah: 111)
Karena dunia ini
rendah, sebentar, dan sedikit dibandingkan Surga, tetapi banyak manusia yang
ditipu oleh dunia hingga mengabaikan Akhirat.
﴿بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى﴾
“Bahkan kalian
lebih mementingkan kehidupan dunia, padahal Akhirat lebih baik dan lebih
kekal.” (QS. Al-A’la:
16-17)
Untuk itu, Nabi Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam mengajari para Sahabatnya untuk meremehkan dunia.
Jabir bin
Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhu bercerita: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melewati sebuah pasar lalu masuk ke sebuah dataran tinggi,
sementara para Sahabat beliau berada di samping kanan-kiri beliau. Lalu beliau
melewati seekor bangkai kambing yang cacat telinganya. Lalu beliau berkata:
«أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟»
فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ، وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: «أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ؟» قَالُوا:
وَاللّٰهِ لَوْ كَانَ حَيًّا، كَانَ عَيْبًا فِيهِ، لِأَنَّهُ أَسَكُّ، فَكَيْفَ وَهُوَ
مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: «فَوَاللّٰهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللّٰهِ مِنْ هَذَا
عَلَيْكُمْ»
‘Siapa di
antara kalian yang suka memiliki ini dengan membayar satu dirham?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mau meskipun
membayar berapapun. Apa yang bisa kami perbuat dengan bangkai itu?’ Beliau
berkata, ‘Apakah kalian suka jika diberi cuma-cuma?’ Mereka menjawab,
‘Demi Allah, seandainya dia hidup, dia memiliki aib karena telinganya cacat,
lantas bagaimana sementara dia sudah jadi bangkai?’ Lalu beliau bersabda, ‘Demi
Allah, sungguh dunia di sisi Allah lebih hina daripada ini di sisi kalian.’” [1]
«لَوْ
كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللّٰهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ»
“Seandainya dunia menyamai di sisi Allah sayap nyamuk, tentulah orang kafir tidak akan diberi minum darinya meskipun hanya seteguk air.” [2]
«فَوَاللّٰهِ لاَ الفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ أَخْشَى
عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا
أَهْلَكَتْهُمْ»
“Demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan atas kalian tetapi yang aku takutkan atas kalian adalah jika dunia dibentangkan atas kalian sebagaimana dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba meraihnya sebagaimana mereka berlomba-lomba meraihnya, sehingga dunia akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” [3]
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
«أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا
ذِكْرُ اللّٰهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ
أَوْ مُتَعَلِّمٌ»
“Ketahuilah bahwa dunia itu terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, dan orang alim atau penuntut ilmu.” [4]
Para istri...
Rasulullah Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam menghadap kaum wanita saat khutbah Id dan bersabda:
«أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ،
يَكْفُرْنَ» قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: «يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ
الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ»
“Neraka
ditampakkan kepadaku dan ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita
yang kafir.” Ada yang
bertanya: “Apakah mereka kafir kepada Allah?” Jawab beliau: “Mereka kafir
kepada suami, yaitu mengingkari kebaikan suami. Seandainya kamu (wahai Suami)
berbuat baik kepada istrimu sepanjang masa lalu saat istri melihat sesuatu yang
tidak disukainya darimu, lantas ia berkata: ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan
pada dirimu sama sekali.’”[5]
Surga wanita
terdapat di telapak kaki suaminya, sebagaimana Surga lelaki di telapak kaki
ibunya. Siapa yang ingin menjaganya, silahkan, dan siapa yang ingin
mengabaikannya silahkan.
Sungguh hak suami
atas istrinya begitu besar, hingga Nabi Shollallhu ‘Alaihi wa Sallam
memisalkannya dengan bersujud.
«لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ
أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»
“Seandainya
aku boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, tentulah telah
aku suruh istri untuk sujud kepada suaminya.”[6] Yakni karena besarnya hak para suami atas
istrinya.
«مِنْ حَقِّ الزَّوْجِ عَلَى الزَّوْجَةِ إِنْ سَالَ دَمًا وَقَيْحًا
وَصَدِيدًا فَلَحَسَتْهُ بِلِسَانِهَا مَا أَدَّتْ حَقَّهُ»
“Di antara hak
suami atas istrinya adalah apabila darah, luka, dan nanah mengalir padanya lalu
dijiliati istrinya dengan lidahnya, itu belum dianggap menunaikan hak
suaminya.”[7]
Terutama hak
ranjang, Rasulullah Shollallhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ
غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ»
“Apabila suami
mengajak istrinya ke ranjang tetapi ia enggan hingga suaminya marah kepadanya
malam itu, maka para Malaikat melaknatnya hingga Subuh.”[8]
Allah tidak
menerima ibadahnya hingga ia menunaikan hak suaminya, Rasulullah Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى
تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا»
“Demi Dzat
yang jiwaku di Tangan-Nya, seorang istri tidak dianggap menunaikan hak Robb-nya
hingga menunaikan hak suaminya.”[9]
Dari Abu Umamah,
dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«ثَلَاثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ آذَانَهُمْ: العَبْدُ الآبِقُ
حَتَّى يَرْجِعَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ
وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ»
“Tiga orang
yang shalatnya tidak melewati telinganya, yaitu budak yang kabur hingga
kembali, wanita yang di malam hari suaminya murka kepadanya, dan imam yang dibenci
makmumnya.” (Hasan:
HR. At-Tirmidzi no. 360)
Namun, jika istri
tersebut bersabar melayani suaminya maka kelak dia akan masuk Surga dari 8
pintu Surga mana saja yang ia kehendaki, berdasarkan sabda Nabi Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam:
«إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا؛ دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ»
“Apabila istri
sholat lima waktu, puasa Romadhon, menjaga kemaluannya (tidak selingkuh), dan
mentaati suaminya, maka dia masuk Surga dari pintu mana saja yang dia sukai.”[10]
Kepada para
suami...
Untuk berbuat
baik kepada istrinya, karena itu wasiat Rasulullah Shollallhu ‘Alaihi wa
Sallam pada haji wada yang dihadiri kaum Muslimin terbanyak sepanjang
sejarah dakwah:
«وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ
أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ
تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا»
“Semestinya
kalian saling menasihati agar berbuat baik kepada para wanita karena mereka
diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian tulang rusuk yang paling bengkok
adalah bagian atasnya. Jika kamu paksa lurus justru akan mematahkannya, dan
jika kamu biarkan maka ia akan tetap bengkok. Hendaknya kalian saling
menasihati agar berbuat baik kepada para wanita.”[11]
Nabi Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam menjadikan tolok ukur akhlak seorang lelaki pada
istrinya, jika ia baik kepada istrinya maka ia memang baik, Rasulullah Shollallhu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي»
“Yang terbaik
di antara kalian adalah yang terbaik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang
terbaik kepada istriku di antara kalian.”[12]
***
[1] HR. Muslim (no. 2957).
[2] Shahih: HR. At-Tirmidzi
(no. 2320), al-Hakim (no. 4110) dalam al-Mustadrâk, ath-Thabarani (no.
5838, 5840, dan 5921) dalam al-Mu’jam al-Kabîr, dan al-Baihaqi (no.
9981) dalam Syu’abul Iman.
[3] HR. Al-Bukhari (no. 3158).
[4] Hasan: HR. At-Tirmidzi
(no. 2322).
[5] HR. Al-Bukhari no. 29.
[6] HR. At-Tirmidzi no. 1159.
[7] Al-Hakim no. 7324.
[8] HR. Al-Bukhari no. 3237.
[9] HR. Ibnu Hibban no. 4171.
[10] HR. Ibnu Hibban no. 4163.
[11] HR. Al-Bukhari no. 5185.
[12] HR. At-Tirmidzi no. 3895.
Komentar
Posting Komentar