Bersuci - Bidayatul Abid (Bag. 1)
Definisi
Bersuci
adalah mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
Jenis Air
Air ada
tiga yaitu: thohur, thohir, dan najis.
Thohur: air yang tetap ada asal
diciptakan. Ia suci dan mensucikan. Ia boleh digunakan secara mutlak (bersuci
dan minum).
Thohir: air yang mengalami banyak
perubahan pada warnanya, rasanya, aromanya karena (bercampur dengan) zat
suci. Ia suci tetapi tidak mensucikan. Ia boleh digunakan pada selain
mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
Najis: air yang mengalami perubahan
karena zat najis. Ia harom digunakan secara mutlak (bersuci dan minum)
kecuali darurat (maka boleh dikonsumi).
Wadah
Semua wadah
yang suci boleh digunakan (dipajang) dan dimanfaatkan (untuk bersuci dan
minum), kecuali emas dan perak.
Istinja
Yaitu menghilangkan
apa saja yang keluar dari jalan (anus dan kemaluan) dengan air atau batu atau
semisalnya (seperti tisu dan kertas).
Hukumnya
wajib dari setiap hal yang keluar kecuali:
1) Angin (kentut
dan letupan vagina)
2) Sesuatu yang
suci (seperti mani)
3) Selain kotoran
(seperti kotoran binatang yang kering)
Istijmar
Istijmar
tidak sah kecuali dengan (8 syarat):
1) Sesuatu yang
suci
2) Mubah (maka
tidak boleh dari curian atau ghosob [tanpa izin])
3) Kering (maka
tidak boleh dengan sesuatu yang lembek atau cair)
4) Bertekstur yang
bisa menghilangkan (maka tidak sah dengan yang licin seperti kaca). Tidak
mengapa bersuci dengan batu menyisakan sedikit bekas (kotoran) yang tidak bisa
dihilangkan kecuali dengan air.
5) Tiga kali
usapan atau lebih yang mampu menghilangkan.
6) Kotorannya
tidak meluber dari area kebiasaan (maka harus menggunakan air bukan istijmar).
Penggunaan air diharuskan menjadikan area yang kotor menjadi seperti semula
(tanpa najis) dan cukup dugaan (tidak disyaratkan dipastikan).
7) Harom dengan
kotoran kering maupun tulang.
8) Makanan,
meskipun makanan binatang.
Wudhu dan
tayammum tidak sah dilakukan sebelumnya (istinja maupun istijmar).[1]
Adab Buang Hajat
Harom:
1) Berdiam (di
tempat buang hajat) melebihi kebutuhan.
2) Buang hajat
(BAB) di genangan air.
3) Kecing dan
berak di tempat yang biasa didatangi manusia, jalan, tempat berteduh, di bawah
pohon berbuah.
4) Menghadap
qiblat maupun membelakanginya saat di tanah lapang.
Siwak
Siwak
disunnahkan secara mutlak kecuali bagi orang yang berpuasa:
1) Makruh setelah
zawal (masuk waktu Zuhur)
2) Boleh
menggunakan kayu siwak basah sebelum zawal, tetapi dianjurkan kering.
Tidak sah
bersiwak dengan selain kayu siwak.
Siwak
sangat dianjurkan saat (hendak):
1) Sholat
2) Tilawah Quran
3) Berwudhu
4) Bagun tidur
5) Masuk Masjid
6) Aroma mulut
berubah
7) Dan semisalnya
(seperti ketika sekarat).
Disunnahkan:
1) Memulai dari bagian
kanan dalam bersiwak, bersuci, dan semua
perkara (yang mulia)
2) Memakai minyak
wangi (pada rambut kepala dan jenggot)
3) Memakai celak
mata.
4) Bercermin
5) Memakai parfum
(badan)
6) Mencukur rambut
kemaluan
7) Merapikan kumis
(bukan mencukur habis).
8) Memotong kuku
9) Mencabut bulu
ketiak.
Khitan bagi
lelaki dan perempuan adalah wajib ketika sudah baligh. Adapun melakukannya di
masa kecil lebih utama.
Wudhu
Wudhu
adalah menggunakan air thohur (suci mensucikan) pada empat anggota (wajah, dua
tangan, kepala, dua kaki) dengan sifat khusus.
Tasmiyah
(membaca bismillah) wajib pada:
1) Wudhu
2) Mandi
3) Tayammum
4) Membasuh dua
tangan ketika bagun dari tidur di malam hari yang membatalkan wudhu
5) (Seusai)
memandikan mayit.
Wajib
membasuh dua tangan dari bangun tidur malam hari sebanyak 3 kali disertai niat
dan membaca bismillah.
Syarat Wudhu
Syarat
wudhu ada 8, yaitu:
1) Terjadi
pembatal wudhu (seperti kencing dan menyentuh kemaluan)
2) Niat. Ia syarat
pada semua bersuci syar’i selain menghilangkan najis dan semisalnya.
3) Islam
4) Berakal
5) Tamyiz (anak
belum baligh yang bisa diajak bicara yang biasanya berusia 7 tahun)
6) Menggunakan air
yang suci mensucikan serta mubah (bukan ghosob atau mencuri)
7) Menghilangkan
apa yang menghalangi air membasahi kulit
8) Istinja
Fardhu Wudhu
Fardhu (rukun) wudhu ada 6, yaitu:
1) Membasuh wajah,
termasuk mulut dan hidung
2) Membasuh dua
tangan beserta dua siku
3) Mengusap
seluruh kepala (yakni rambutnya atau kulit kepala jika botak) termasuk dua
telinga.
4) Membasuh dua
kaki beserta dua mata kaki,
5) Urut
6) Muwalah (tanpa
jeda lama hingga kering air basuhannya). Urut dan muwalah gugur jika mandi.
Mengusap Dua Khuf
Boleh
mengusap dua khuf dan semisalnya dengan 7 syarat:
1) Keduanya dipakai
setelah sempurna bersuci dengan air.
2) Keduanya
menutupi tempat yang wajib dibasuh wudhu (yakni seluruh kaki sampai mata kaki)
3) Memungkinan
berjalan dengan keduanya secara kebiasaan
4) Bisa tetap
dengan sendirinya (bahannya kaku bukan elastis seperti kaus kaki)[2]
5) Keduanya mubah
(maka tidak sah menggunakan bahan sutra atau barang curian).
6) Suci dzatnya.
7) Tidak
transparan yang memperlihatkan kulit.
Orang yang
muqim dan orang yang safar maksiat membasuh –dari hadats setelah memakainya–
sehari semalam (24 jam).
Adapun
musafir yang safarnya boleh mengqoshor sholat dan tidak bermaksiat maka 3 hari
3 malam (3x24 jam).
Seandainya
mengusap saat safat lalu bermukim atau saat mukim lalu safar atau ragu dalam
permulaan mengusap maka mengusap lebih dari jatah mukim (1x24 jam).
Boleh
membasuh perban jika memasangnya saat suci dan tidak boleh melebihi kebutuhan.
Jika
(pemasangan perban) melebihi kebutuhan (area sakit) atau memasangnya bukan saat
suci, wajib melepasnya.
Jika
khawatir bahaya, maka tayammum disertai membasuh bagian perban yang hendak
disucikan melebihi kebutuhan.
Jika ada
bagian perban yang memperlihatkan bagian fadhu (anggota wudhu) atau terjadi
hadats besar atau habis masa tempo maka batal wudhunya.