Bid’ah Berdiam Diri Mengenai Al-Qur’an: Tidak Kalamullah dan Tidak Makhluk
Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata:
* والكلام في
الوقف واللفظ: من قال باللفظ أو بالوقف فهو مبتدع عندهم ولا يقال اللفظ بالقرآن مخلوق
أو غير مخلوق
Pembahasan tentang waqf (berdiam diri) dan lafzh
(lafazh), siapa berpendapat dengan lafzh atau waqf, maka ia
adalah seorang ahli bid’ah menurut mereka. Tidak boleh dikatakan lafazh
(bacaan) Al-Qur’an itu makhluk atau bukan makhluk.
Bahasa:
(الوقف):
berhenti/tidak berkomentar tentang Al-Qur’an, tidak mengatakan ia makhluk dan
tidak pula bukan makhluk.
(مبتدع):
Orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama yang tidak diizinkan
oleh Alloh.
Penjelasan:
Al-Waqifah adalah mereka yang bersikap diam tentang
Al-Qur’an, mereka berkata: “Kami tidak mengatakan ia makhluk dan tidak pula
bukan makhluk,” dan mereka menganggap bid’ah orang yang menyelisihi mereka.
Ad-Darimi dalam mendefinisikan mereka berkata: “Kemudian, orang-orang yang
mengaku telah menulis ilmu dan mengklaim telah memahaminya, bersikap diam
tentang Al-Qur’an. Mereka berkata: ‘Kami tidak mengatakan ia makhluk dan tidak
pula bukan makhluk.’ Bersamaan dengan sikap diam mereka ini, mereka tidak
merasa puas hingga mereka menuduh sebagai ahli bid’ah siapa pun yang
menyelisihi mereka dan memilih salah satu dari dua pendapat tersebut.” (Ar-Rod
‘ala Al-Jahmiyyah, hlm. 432, dalam Majmu’ah ‘Aqo’id As-Salaf)
Adapun sikap Ahli Sunnah terhadap Al-Waqifah, ‘Abdulloh bin
Ahmad dalam kitabnya As-Sunnah (1/179) membuat satu bab khusus tentang
“Pendapat Abu ‘Abdillah - Ahmad bin Hanbal - mengenai Al-Waqifah”, yang di
dalamnya tertulis: “Aku mendengar ayahku rohimahulloh ditanya tentang
Al-Waqifah? Ayahku menjawab: ‘Siapa yang suka berdebat dan dikenal dengan ilmu
kalam, maka ia adalah seorang Jahmi. Siapa tidak dikenal dengan ilmu kalam, ia
harus dijauhi sampai ia kembali (ke jalan yang benar). Siapa tidak memiliki
ilmu, maka ia harus bertanya’.”
‘Abdulloh berkata: Aku mendengar ayahku rohimahulloh
di lain kesempatan ditanya tentang Al-Lafzhiyyah dan Al-Waqifah, lalu beliau
berkata: “Siapa pun di antara mereka yang mahir dalam ilmu kalam, maka ia
adalah seorang Jahmi.” Beliau berkata di kesempatan lain: “Mereka lebih buruk
daripada Jahmiyyah.”
Begitu pula Al-Lalika’i dalam kitabnya Syarh Ushul
I’tiqod Ahli Sunnah wal Jama’ah (1/323) membuat satu bab khusus “Rangkaian
Riwayat tentang Pengkafiran Orang yang Diam Mengenai Al-Qur’an karena Ragu
Bahwa Ia Bukan Makhluk,” dengan menyebutkan riwayat-riwayat dari para ulama
Salaf dari Madinah, Kufah, Baghdad, Mesir, Syam, Jazirah, dan Khurosan tentang
pengkafiran orang yang diam karena ragu.
Ad-Darimi juga membuat bab khusus untuk membantah mereka,
beliau berkata: “Bab Argumentasi untuk Membantah Al-Waqifah.” (hlm. 342-344,
dalam Majmu’ah ‘Aqo’id As-Salaf)
Ringkasan:
Ahli Sunnah berkata bahwa Al-Qur’an adalah kalam Alloh yang
hakiki dan bukan makhluk. Mereka menganggap bid’ah orang yang tidak mau
berkomentar tentang Al-Qur’an atau mengatakan “lafazhku saat membaca Al-Qur’an
adalah makhluk.”
Diskusi:
S1: Jelaskan pandangan Ahli Sunnah mengenai Al-Qur’an, dan
dalam menetapkan sifat Kalam Ilahi!
S2: Jelaskan madz-hab Asy’ariyyah, Maturidiyyah, Jahmiyyah,
dan Kullabiyyah mengenai Al-Qur’an!
S3: Apa pandangan Asy’ariyyah dan Maturidiyyah mengenai
sifat Kalam? apa yang mereka maksud dengan Kalam Nafsi?
S4: Apa perbedaan antara Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dalam
masalah Kalam Nafsi?
S5: Apa hukum orang yang diam mengenai Al-Qur’an karena ragu
bahwa ia bukan makhluk?
S6: Apa pandangan (Ahli Sunnah) tentang orang yang berkata:
“Lafazhku saat membaca Al-Qur’an adalah makhluk”?