Adab Bertetangga dalam Quran, Sunnah, dan Ucapan Salaf
Adab Bertetangga dalam
Quran, Sunnah, dan Ucapan Salaf
Tetangga
dalam Al-Quran
Allah
berfirman:
﴿۞ وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا﴾
“Beribadahlah
kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil (orang yang dalam perjalanan), dan hamba sahayamu. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa' [4]: 36)
Ucapan yang
baik kepada manusia mencakup tetangga, dan ia tercakup dalam firman Allah:
﴿۞ وَإِذْ أَخَذْنَا
مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ
مُعْرِضُونَ﴾
“Dan
(ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, 'Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada
manusia, laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat.' Kemudian kamu
berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih)
menjadi orang yang enggan.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 83)
Takwa
kepada Allah tercermin dalam muamalah yang baik dengan sesama, termasuk
tetangga, sebagai cerminan mengikuti perintah Allah agar bertaqwa dalam ayat:
﴿۞ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS.
Ali Imron [3]: 102)
Mengganggu
tetangga adalah bentuk kerusakan di bumi, sehingga ia tercakup dalam larangan
dalam ayat:
﴿۞ وَلَا تُفْسِدُوا
فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ
اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ﴾
“Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya,
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (akan siksa-Nya) dan harapan (akan rohmat-Nya).
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang yang berbuat baik.” (QS.
Al-A'rof [7]: 56)
Allah
memerintahkan memperbaiki hubungan antar sesama, mencakup hubungan dengan
tetangga, dan ia tercakup firman Allah:
﴿۞ يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْأَنْفَالِ ۖ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ ۖ فَاتَّقُوا
اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾
“Mereka
menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, 'Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rosul (menurut
ketentuan-Nya).' Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah
hubungan di antara sesamamu, dan taatilah Allah dan Rosul-Nya jika kamu
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal [8]: 1)
Berlaku
adil dan berbuat ihsan termasuk kepada tetangga, sehingga tercakup firman
Allah:
﴿۞ إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan
kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
Sikap
persaudaraan sesama Muslim juga berlaku dalam hubungan bertetangga, sebagaimana
firman Allah:
﴿۞ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.” (QS.
Al-Hujurot [49]: 10)
Larangan
berprasangka buruk, mencari kesalahan, dan menggunjing berlaku pula dalam
interaksi dengan tetangga, sebagaimana firman Allah:
﴿۞ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka buruk, sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurot [49]: 12)
Islam
menyuruh berbuat baik dan adil bahkan kepada tetangga yang berbeda agama,
sebagaimana firman Allah:
﴿۞ لَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴾
“Allah
tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung
halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.
Al-Mumtahanah [60]: 8)
Menolak
memberikan bantuan kepada tetangga termasuk ciri orang yang mendustakan agama,
sebagaimana firman Allah:
﴿۞ أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي
يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ
الْمِسْكِينِ فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ﴾
“Tahukah
kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang
yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat
riya (ingin dilihat orang), dan enggan (memberikan) bantuan (keperluan
sehari-hari).” (QS. Al-Ma'un [107]: 1-7)
Tetangga dalam Hadits
Nabi ﷺ bersabda:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ»
“Tidak
akan masuk Surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR.
A-Bukhori no. 6016 dan Muslim no. 46)
Hadits ini
menekankan bahwa menyakiti tetangga bukan hanya dosa sosial, tetapi dosa besar
yang bisa menghalangi seseorang dari Surga. Ini menunjukkan urgensi akhlak
terhadap tetangga dalam Islam.
Nabi ﷺ bersabda:
«مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ
أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ»
“Jibril
terus-menerus berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai aku mengira bahwa ia
akan diberi hak waris.” (HR. Al-Bukhori no. 6014 dan Muslim no. 2624)
Ini
menunjukkan betapa besar hak tetangga dalam Islam, bahkan sampai hampir
disejajarkan dengan keluarga dalam urusan warisan.
Nabi ﷺ bersabda:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
جَارَهُ»
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR.
Al-Bukhori)
Hadits ini
mengaitkan iman sejati dengan adab terhadap tetangga. Artinya, hubungan sosial
yang baik menjadi indikator iman seseorang.
«يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ، لَا تَحْتَقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا،
وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ»
“Wahai
para wanita Muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan pemberian kepada
tetangganya, walaupun hanya berupa kaki kambing.” (HR. Al-Bukhori)
Islam
mendorong kebaikan sosial sekecil apapun, karena nilainya besar di sisi Allah.
Jangan menilai remeh pemberian walau tampak sedikit.
Nabi ﷺ bersabda:
«يَا أَبَا ذَرٍّ، إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا،
وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ»
“Wahai
Abu Dzar, jika engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada
tetanggamu.” (HR. Muslim no. 2625)
Anjuran
untuk berbagi makanan dengan tetangga, bahkan dari masakan sederhana,
menunjukkan pentingnya kepedulian dalam Islam.
Tetangga Bagi
Salaf
1. Hasan Al-Bashri رحمه
الله (110
H) berkata: “Bukanlah orang beriman,
orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Ibn Abi Syaibah)
Ucapan ini
mengajarkan empati sosial, bahwa iman sejati menuntut kepekaan terhadap kondisi
orang sekitar.
2. Mujahid رحمه الله
berkata: “Jika engkau menutup pintumu dari tetanggamu dan menahan kelebihan
hartamu darinya, maka engkau bukanlah orang yang berbuat baik kepadanya.” (Hilyatul
Auliya' karya Abu Nu'aim)
Ucapan ini
menyoroti pentingnya keterbukaan sosial dan berbagi rezeki dengan lingkungan
terdekat.
3. Ibrohim An-Nakho’i
رحمه الله
berkata: “Dahulu para Sohabat membenci seseorang yang meninggikan bangunannya
sehingga menghalangi angin untuk tetangganya.” (HR. Al-Khollal)
Ini
mencerminkan keadilan dan etika sosial dalam Islam, bahkan dalam hal
pembangunan fisik rumah.
4. Fudhoil
bin ‘Iyadh رحمه الله
berkata: “Jika tetanggamu meninggal dunia, ketahuilah bahwa kematiannya adalah
ujian bagimu: bagaimana engkau memperlakukannya semasa hidup dan sesudah
wafatnya.” (Siyar A‘lam Al-Nubala’)
Menunjukkan
bahwa hak tetangga tidak berhenti saat wafat; masih ada kewajiban sosial
setelahnya (melayat, mendoakan, dll).
5. Umar bin
Khottob رضي الله عنه
berkata: “Demi Allah, tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang
sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu‘ab al-Iman)
Penegasan
keras dari Umar bin Khottob tentang pentingnya solidaritas sosial di lingkungan
sekitar.[]