Sejarah Ringkas Munculnya Syi'ah Rafidhah

 


Sejarah Ringkas Munculnya Syi'ah Rafidhah

Di antara wasiat terakhir Rasulullah sebelum wafat adalah memerintahkan agar jazirah Arab bebas dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, sehingga mereka harus diusir dan dikeluarkan dari Makkah dan Madinah.

Rasulullah bersabda:

«لَئِنْ عِشْتُ، إِنْ شَاءَ اللهُ لَأُخْرِجَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى مِنْ جَزِيرَةِ العَرَبِ»

“Jika aku masih hidup, insya Allah aku benar-benar akan mengusir orang-orang Yahudi dan Nashrani dari jazirah Arab.[1] Dalam riwayat lain:

«أَخْرِجُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ»

Usirlah orang-orang Yahudi dan Nashrani dari jazirah Arab.”[2]

Wasiat Rasulullah ini belum terlaksana pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu karena kesibukan beliau memerangi kaum murtad sepeninggal Nabi dan kaum yang menolak membayar zakat,  juga dikarenakan kepemimpinan beliau yang relatif sebentar, hanya 2 tahun.

Kemudian, pada masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, beliau melaksanakan wasiat Rasulullah tersebut sehingga tidak ada satu pun orang Yahudi kecuali diusir dan dikeluarkan dari Makkah dan Madinah, setelah ditawarkan masuk Islam terlebih dahulu. Orang-orang Yahudi pun amat geram kepada ‘Umar dan memendam kebencian yang mendalam kepadanya. Oleh karena itu, berita kematian ‘Umar yang ditikam oleh Abu Lu`lu`ah Al-Majusi sangat menggembirakan mereka yang pada akhirnya nanti mereka memuji-muji si Majusi itu dan menggelarinya Bâba Syujâ`ud Dîn (Tokoh Pahlawan Agama) dalam ajaran Syi’ah.

Pada masa kekhalifahan ‘Utsman, sebagian orang Yahudi pura-pura masuk Islam untuk merusaknya dari dalam sebagaimana kesuksesan mereka merusak agama Nashrani lewat Paulus Si Yahudi yang pura-pura masuk Nashrani. Maka, mulailah mereka menyusun makarnya, meracuni lidahnya, dan menyebarkan racun-racunnya ke negeri-negeri kaum Muslimin.

Tampillah Abdullah bin Saba` Al-Yahudi menyebarkan ajaran wasiat dengan mengatakan kepada penduduk-penduduk negeri bahwa dulu ketika masih Yahudi dia membaca di Taurat bahwa setiap Nabi yang diutus memiliki washi yang diberi wasiat penyerahan kepemimpinan sepeninggalnya, dan washi Rasulullah Muhammad adalah ‘Ali bin Abi Thalib. Ajakan Ibnu Saba` ini ditolak di Makkah, Madinah, Syam, Bashrah, dan Kufah, tetapi disambut baik oleh penduduk Mesir. Hal ini disebabkan ilmu belum menyebar di Mesir karena penaklukannya di akhir kepemimpinan ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Akhirnya, dihembuskanlah racun-racun kesesatan bahwa Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman Radhiyallahu ‘Anhum telah merampas keimamahan (kepemimpinan) ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, sehingga kepemimpinan mereka tidak sah dan mereka zhalim, serta wajib diberontak dan direbut. Mereka pun melakukan banyak fitnah dan memperbesar fitnah yang ada untuk melengserkan ‘Utsman, bahkan berencana membunuhnya. Di antaranya dengan memfitnah ‘Utsman sebagai khalifah nepotis karena banyak mengangkat pegawai dari kalangan keluarga sendiri dan kaum Bani Umayyah yang merupakan kabilahnya. Sampai akhirnya ‘Utsman berhasil dibunuh secara zhalim dalam keadaan berpuasa dan membaca Al-Qur`an.

Pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib menantu Rasulullah , mereka membaur dengan tentara ‘Ali dan menjadi pendukungnya saat terjadi konflik dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, ipar Rasulullah . Dari situlah mereka dinamakan Syi’ah ‘Ali, artinya pendukung ‘Ali.

Paham dan keyakinan mereka tidak sama satu dengan lainnya. Ada yang hanya mengunggulkan ‘Ali dari Abu Bakar dan ‘Umar dalam keutamaan saja tanpa mencela kepemimpinan keduanya, ada pula yang melampaui batas dengan mengatakan bahwa ‘Ali memiliki sifat-sifat ketuhanan, bahkan ada yang mengatakan bahwa ‘Ali adalah Allah.

Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) menjelaskan, “Pada suatu hari ‘Ali bin Abi Thalib keluar lalu orang-orang Syi’ah bersujud kepadanya lalu ‘Ali berkata kepada mereka, ‘Apa-apaan ini?’ Mereka berkata, ‘Anda adalah Dia.’ Ali bertanya, ‘Siapa aku?’ Mereka menjawab, ‘Anda adalah yang tiada ilah selain Dia.’ ‘Ali berkata, ‘Celaka kalian, ini kekufuran. Bertobatlah kalian atau aku akan memenggal leher-leher kalian!’ Mereka mengulangi perbuatan itu lagi di hari kedua dan ketiga, tetapi ‘Ali menunggu hingga tiga hari, karena orang murtad ditunggu bertobat selama tiga hari. Tatkala mereka tidak mau bertobat, maka ‘Ali memerintahkan untuk dibuatkan parit dari api di sekitar pintu Kindah lalu melempar mereka ke dalam api tersebut. Diriwayatkan bahwa saat membakar mereka, ‘Ali bersenandung:

لَمَّا رَأَيْتُ الْأَمْرَ أَمْراً مُنْكَراً ... أَجَجْتُ نَارِي وَدَعَوْتُ قُنْبُراً

“Tatkala aku melihat urusan tersebut adalah kemungkaran … aku kobarkan apiku dan aku pun memanggil burung-burung.”[3]

Sampailah kabar tersebut kepada Ibnu ‘Abbas dan dia tidak setuju dengan keputusan ‘Ali membakar mereka karena dia pernah mendengar Nabi bersabda, “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah,” yakni dengan api.

Dari ‘Ikrimah, dia berkata:

«أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحْرِقْهُمْ لِنَهْيِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللهِ» وَلَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ»»

“Didatangkan kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu orang-orang zindiq[4] lalu ia membakar mereka. Kemudian kabar tersebut sampai kepada Ibnu ‘Abbas lalu berkata, ‘Seandainya itu aku, aku tidak akan membakar mereka karena larangan Nabi , ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah,’ tetapi aku akan membunuh mereka berdasarkan sabda Nabi , ‘Siapa yang mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah.’”[5]

Alasan ‘Ali membakar mereka karena kekufuran mereka telah melampaui batas dan beliau khawatir hal ini akan membuka pintu-pintu kekufuran dan kesesatan jika tidak diambil sikap tegas, dan diriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu:

«يَا عَلِيُّ، أَنْتَ فِي الْجَنَّةِ» ثَلَاثًا قَالَهَا «وَسَيَأْتِي مِنْ بَعْدِي قَوْمٌ لَهُمْ نُبْزٌ، يُقَالُ لَهُمُ الرَّافِضَةُ، فَإِذَا لَقِيتَهُمْ فَاقْتُلْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُونَ» قَالَ: وَمَا عَلاَمَتُهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «لاَ يَرَوْنَ جُمُعَةً وَلاَ جَمَاعَةً، يَشْتُمُونَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ»

“Wahai ‘Ali, kamu di Surga --sebanyak tiga kali--. Akan muncul sepeninggalku orang-orang yang suka mencaci, yang mereka dipanggil Rafidhah. Apabila kamu menjumpai mereka maka bunuhlah mereka karena mereka orang-orang musyrik.” ‘Ali bertanya, “Apa tanda-tanda mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka tidak menghadiri shalat Jum’at dan shalat berjamaah serta mencaci Abu Bakar dan ‘Umar.”[6]

Mereka inilah cikal-bakal Syi’ah Rafidhah Imamiyah yang dikafirkan oleh para ulama. Mereka disebut Rafidhah karena menolak dan berlepas diri dari Syaikhan Abu Bakar dan ‘Umar.[7] Disebut Imamiyah karena mereka meyakini wasiat imamah (kepemimpinan) hanya berhak bagi ‘Ali beserta anak dan keturunannya dari Ahlul Bait yang berjumlah 12 imam.

Begitulah cara licik mereka untuk merusak Islam dari dalam dengan menyuarakan bahwa mereka adalah pecinta dan pembela Ahlul Bait[8]. Padahal mereka adalah sebesar-besar musuh Ahlul Bait.

Kemudian, misi mereka pun berlanjut ingin membatalkan ajaran Islam dan Islam itu sendiri, dengan menciderai dan mengkafirkan seluruh Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka tahu bahwa penyampai agama adalah para Shahabat, sehingga jika penyampai agama ini dikafirkan dan ditolak persaksiannya, maka batallah agama.[]



[1] Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 1606), Muslim (no. 1767), Abu Dawud (no. 3030), Ahmad (no. 201), Ibnu Hibban (no. 3753) dalam Shahihnya, dan Al-Hakim (no. 7721) dalam Al-Mustadrâk dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu. Dalam riwayat Muslim ada tambahan, “hingga aku tidak membiarkan di dalamnya kecuali muslim.”

[2] Shahih: HR. Al-Bazzar (no. 230, I/349) dalam Musnadnya dan Ath-Thahawi (no. 18583) dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsâr dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu.

[3] Al-‘Arsy (I/123) oleh adz-Dzahabi dan Minhâjus Sunnah (I/307) oleh Syaikhul Islam. Yang senada diriwayatkan Al-Ajurri (V/2520) dalam Asy-Syarî’ah dan Ibnul ‘Arabi (no. 67) dalam Mu’jamnya

[4] Dalam riwayat lain, “Orang-orang murtad.”

[5] Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6922), At-Tirmidzi (no. 1458), Abu Dawud (no. 4351), An-Nasa`i (no. 4060), Ahmad (no. 1871), Ibnu Hibban (no. 5606) dalam Shahihnya, dan Al-Hakim (no. 6295) dalam Al-Mustadrâk. Dalam riwayat At-Tirmidzi ada tambahan, “Lalu hal itu sampai kepada ‘Ali lalu dia berkata, Ibnu ‘Abbas benar.

[6] HR. Al-Ajurri (V/2513) dalam Asy-Syarî’ah dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma. Al-Ajurri berkata, “Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al-Bukhari mengabarkan kepada kami: Al-Qasim bin Abi Bazzah mengabarkan kepada kami: Muhammad bin Mu’awiyah mengabarkan kepada kami: Yahya bin Sabiq Al-Madini mengabarkan kepada kami, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar...(Al-hadits).”

[7] Rafadha artinya menolak atau berlepas, dan orangnya disebut rafidhi.

[8] Ahlul bait artinya keluarga Nabi , yaitu istri-istri Nabi dan anak keturunannya terutama ‘Ali dan Fathimah beserta keturunannya, Ja’far dan ‘Uqail beserta keturunannya, Hamzah dan Al-Harits serta Al-‘Abbas beserta keturunannya, dan semua orang beriman dari bani Hasyim dan bani Al-Muththalib. Mereka diharamkan zakat dan sedekah. Adapun versi Syi’ah, mereka hanya membatasi ‘Ali dan Fathimah beserta keturunannya, bahkan dipersempit hanya keturunan Al-Husain bin ‘Ali. Adapun keturunan Al-Hasan bin ‘Ali mereka tolak.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url