Duduk di Antara Dua Sujud Menurut 4 Madzhab
Duduk di Antara Dua Sujud
Menurut 4 Madzhab
Pendapat Jumhur: Rukun
Duduk di antara dua sujud adalah rukun dari
rukun-rukun Sholat. Ini adalah madzhab jumhur Ulama: Malikiyyah, Syafi’iyyah,
Hanabilah, dan salah satu pendapat dari Hanafiyyah. Bahkan telah dinukil adanya
ijma’ (kesepakatan) atas hal ini.
Dalil dari As-Sunnah:
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Sesungguhnya
seorang laki-laki masuk Masjid, sedangkan Rosulullah ﷺ sedang duduk di salah
satu sudut Masjid. Lalu laki-laki itu Sholat, kemudian datang dan memberi salam
kepada beliau. Maka Rosulullah ﷺ bersabda kepadanya: ‘Wa ‘alaikas salam,
kembalilah dan Sholatlah, karena sesungguhnya engkau belum Sholat!’ Laki-laki
itu pun kembali dan Sholat, kemudian datang lagi memberi salam. Maka beliau
bersabda: ‘Wa ‘alaikas salam,
kembalilah dan Sholatlah, karena sesungguhnya engkau belum Sholat!’ Pada kali kedua atau
setelahnya, maka ia berkata: ‘Ajarkanlah
aku wahai Rosulullah!’ Beliau
bersabda:
«إذا قُمْتَ إلى الصَّلاةِ فأسبِغِ الوُضوءَ، ثم استقبِلِ
القِبلةَ فكبِّرْ، ثم اقرَأْ بما تيسَّرَ معك مِن القُرآنِ، ثم اركَعْ حتَّى تطمئِنَّ
راكعًا، ثم ارفَعْ حتَّى تستويَ قائمًا، ثم اسجُدْ حتَّى تطمئِنَّ ساجدًا، ثم ارفَعْ
حتَّى تطمئِنَّ جالسًا، ثم اسجُدْ حتَّى تطمئِنَّ ساجدًا، ثم ارفَعْ حتَّى تطمئِنَّ
جالسًا، ثم افعَلْ ذلك في صلاتِكَ كلِّها»
‘Jika engkau berdiri untuk Sholat maka sempurnakanlah wudhu,
lalu menghadaplah qiblat
dan bertakbirlah. Kemudian bacalah dari Al-Qur’an apa yang mudah bagimu, lalu
ruku’lah hingga engkau tenang dalam keadaan ruku’. Lalu bangkitlah hingga
engkau berdiri lurus. Kemudian sujudlah hingga engkau tenang dalam keadaan
sujud. Lalu bangkitlah hingga engkau tenang dalam keadaan duduk. Lalu
sujudlah lagi hingga engkau tenang dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah
hingga engkau tenang dalam keadaan duduk. Lalu lakukanlah hal itu dalam seluruh
Sholatmu.’” (HR. Al-Bukhori no.
793 dan Muslim no. 397)
Nukilan Ijma
Ibnu ‘Abdil Barr (463 H) berkata: “Duduk di antara dua sujud
adalah fardhu (rukun) tanpa ada khilaf (perselisihan).” (At-Tamhid, 10/190)
Al-Qorofi (684 H) berkata: “Rukun ketujuh: memisahkan antara dua sujud. Dasar kewajibannya
adalah perbuatan Nabi ﷺ,
dan ijma’ umat.” (Adz-Dzakhiroh, 2/198)
Ibnu Juzayy Al-Kalbi (741 H) berkata: “Adapun duduk di
antara dua sujud, maka itu adalah wajib secara ijma’.” (Al-Qowanin
Al-Fiqhiyyah, 1/64)
Ad-Dasuqi (1230 H) berkata: “Adapun memisahkan antara dua
sujud, maka itu wajib secara ittifaq (kesepakatan); karena meskipun
sujud itu dipanjangkan, tidak mungkin dianggap sebagai dua sujud. Maka harus
ada pemisah antara keduanya agar benar-benar menjadi dua sujud.” (Hasyiyah Ad-Dasuqi, 1/240)
Ibnu Al-Muwaqq (897 H) mengutip dari ‘Iyadh (544 H): “‘Iyadh
berkata: Sabda Nabi ﷺ:
‘Lalu angkatlah hingga engkau berdiri lurus, kemudian angkatlah hingga
engkau tenang dalam keadaan duduk,’ adalah dalil atas wajibnya i’tidal saat
bangkit dari rukuk dan duduk di antara dua sujud. Tidak ada khilaf bahwa
memisahkan antara dua sujud itu wajib. Jika tidak, maka (itu) akan dihitung
sebagai satu sujud. Adapun i’tidal pada duduk di antara keduanya dan i’tidal dalam rukuk, maka para Ulama berselisih
tentang wajibnya. Apakah i’tidal itu wajib karena dzatnya sehingga harus
dilakukan, ataukah hanya sebagai pemisah sehingga tercapai dengan apa pun yang
memisahkan, dan penyempurnaannya adalah Sunnah?” (At-Taj wal Ikliil, 1/524)
Sebagian Hanafiyah Mendukung Jumhur
Ibnu ‘Abidin (1252 H) dari pemuka Hanafiyah tidak menyetujui
pendapat kebanyakan Hanafiyah, beliau memilih ia rukun, mengikuti beberapa
pemuka lain dari Hanafiyah. Beliau berkata:
“Adapun berdiri setelah rukuk (i’tidal) dan duduk di
antara dua sujud (jalsah), serta menyempurnakan keduanya (tuma’ninah),
maka pendapat yang masyhur dalam madzhab (Hanafiyyah) adalah bahwa keduanya Sunnah.
Namun, telah diriwayatkan
pendapat yang mewajibkannya, dan inilah yang sesuai dengan dalil-dalil.
Pendapat ini dianut oleh Al-Kamal (Ibnu Al-Humam) dan Ulama setelahnya dari
kalangan muta’akhkhirin (belakangan). Dan telah engkau ketahui bahwa
murid beliau (Ibnu Al-Humam) menyatakan bahwa pendapat inilah yang benar. Abu
Yusuf (w. 182 H) berpendapat bahwa seluruhnya adalah fardhu (rukun), dan inilah
yang dipilih dalam Al-Majma’ (yakni Majma’ Al-Anhur), juga dipilih oleh
Al-’Aini, dan telah diriwayatkan oleh Ath-Thohawi dari tiga imam kami. Dalam Al-Faidh
disebutkan bahwa ini adalah pendapat yang lebih hati-hati.” (Hasyiyah Ibni ‘Abidin,
1/464)
Pendapat Sebagian Ulama: Tidak
Wajib
Ini pendapat
Abu Hanifah dan orang-orang yang mengikutinya. Ibnu Hubairoh berkata: “Duduk di
antara dua sujud adalah wajib bagi Syafii dan Ahmad, sementara Abu Malik berpendapat:
sunnah.” (Ikhtilaful Aimmah)
Kesimpulan
Mereka
tidak sepakat tentang kewajiban duduk di antara dua sujud. Jumhur (mayoritas)
ulama berpendapat ia wajib, bahkan rukun (meninggalkannya
meskipun lupa menyebabkan batal sholatnya). Bahkan banyak ulama yang menukil
ijma atas kewajibannya. Maka pendapat ini lebih benar dan lebih hati-hati.[]