Fiqih Ringkas Jum'atan | Kelompok Ulama KSA | Fiqih Muyassar

1. Hukum dan Dalil Jum’atan

Jum’atan adalah fardhu ain (wajib atas tiap individu) bagi lelaki, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ﴾

“Wahai orang-orang beriman, apabila kalian dipanggil sholat pada hari Jum’at, segeralah menuju mengingat Allah (Jum’atan di Masjid) dan tinggalkan jual-beli.” (QS. Al-Jumuah: 9)

Juga sabda Nabi :

«رَواحُ الجمعة واجبٌ على كل محتلم»

“Berangkat Jum’atan adalah wajib atas setiap lelaki yang pernah mimpi basah (baligh).” (HSR. An-Nasai, 3/89)

«لينتهِيَنَّ أقوامٌ عن وَدْعهم الجمعات، أو ليختِمَنَّ الله على قلوبهم، ثم ليكونَنَّ من الغافلين»

“Seharusnya orang-orang berhenti dari meninggalkan Jum’atan agar hati mereka tidak ditutup Allah lalu menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim no. 865)

An-Nawawi (w. 676 H) Rohimahullah berkata: “Ini dalil bahwa Jum’atan hukumnya fardhu ain.” (Syarah Shohih Muslim, 6/152)

Juga berdasarkan hadits yang akan disebutkan lengkap nanti:

«الجمعة حق واجب على كل مسلم»

Jum’atan adalah wajib atas setiap Muslim.”

2. Wajib Atas Siapa?

Jum’atan wajib atas setiap: (1) lelaki Muslim, (2) merdeka, (3) baligh, (4) berakal, (5) mampu mendatanginya, (6) muqim. Sehingga ia tidak wajib atas perempuan, budak, anak, orang gila, orang sakit, musafir, berdasarkan sabda Nabi :

«الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة، إلا أربعة: عبد مملوك، أو امرأة، أو صبي، أو مريض»

“Jum’atan wajib atas setiap Muslim dengan berjamaah kecuali empat orang: budak, perempuan, anak kecil, atau orang sakit.” (HSR. Abu Dawud no. 1054)

Musafir tidak wajib Jum’atan karena saat Nabi safar tidak melakukan Jum’atan, juga pernah bertepatan di hari Arofah (hari Jum’at) pada Hajinya, bersamaan dengan itu beliau menjamak Zhuhur dengan Ashar.

Musafir yang singgah di negeri yang mengadakan Jum’atan maka ia ikut sholat bersama Muslimin.

Jika budak, perempuan, anak kecil, orang sakit, musafir menghadiri Jum’atan maka sah dan tidak perlu sholat Zhuhur.

3. Waktunya

Waktu Jum’atan adalah waktu sholat Zhuhur, yaitu waktu zawal (matahari bergeser sedikit dari atas kepala menuju ke arah barat) sampai panjang bayang benda seperti dirinya,  berdasarkan hadits Anas Rodhiyallahu Anhu:

أن النبي كان يصلي الجمعة حين تميل الشمس

“Nabi sholat Jum’at ketika matahari sudah bergeser.” (HR. Al-Bukhori no. 904)

Demikian itu diriwayatkan dari para Sahabat Nabi dan mereka melakukannya. (Fathul Bari, 2/450)

Oleh karena itu, siapa yang menjumpai satu rokaat (mendapati satu rukuk) sebelum keluar waktunya, maka ia mendapati Jum’atan. Jika tidak demikian maka ia sholat Zhuhur, berdasarkan sabda Nabi :

«من أدرك ركعة من الصلاة فقد أدرك الصلاة»

 “Siapa yang mendapati satu rokaat dari sholat maka ia mendapati sholat.” (HR. Al-Bukhori no. 580)

4. Khutbah

Khutbah adalah rukun Jum’atan, tidak sah tanpanya, karena Nabi senantiasa melakukannya dan tidak pernah meninggalkannya. Jumlahnya dua khutbah. Sholat Jum’at disyaratkan didahului dua khutbah ini.

5. Sunnah-Sunnah Khutbah

Disunnahkan:

1) Mendoakan Muslimin kebaikan dunia dan agama mereka, serta doa untuk penguasa Muslimin dengan kebaikan dan taufiq, karena Nabi apabila berkhutbah di hari Jum’at berdoa dengan mengangkat telunjuknya (ke atas) dan jamaah mengaminkannya.

2) Dua khutbah dan sholat dilakukan oleh satu orang yang sama.

3) Mengangkat suara saat berkhutbah sesuai kemampuan.

4) Khutbah dengan berdiri sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿وَتَرَكُوكَ قَائِمًا﴾

“Mereka meninggalkanmu berdiri.” (QS. Al-Jumuah: 11)

Jabir Rodhiyallahu Anhu berkata:

كان رسول الله يخطب قائماً ثم يجلس ثم يقوم فيخطب، فمن حدثك أنه يخطب جالساً فقد كذب

“Rosulullah khutbah dengan berdiri lalu duduk lalu berdiri lagi berkhutbah. Siapa yang mengabarkan kepadamu bahwa beliau khutbah dengan duduk maka ia keliru.” (HR. Muslim no. 862)

5) Berkhutbah di atas mimbar atau tempat yang lebih tinggi karena Nabi berkhutbah di atas mimbar yang tinggi, karena hal ini lebih mengeraskan suara dan lebih mengena dalam nasihat.

6) Duduk sejenak antara dua khutbah, berdasarkan ucapan Ibnu Umar Rodhiyallahu Anhuma:

كان النبي يخطب خطبتين وهو قائم يفصل بينهما بجلوس

“Nabi berkhutbah dua kali sambil berdiri dan dipisah dengan duduk.” (HR. Al-Bukhori no. 928 dan Muslim no. 861)

7) Memendekkan khutbah, dan khutbah kedua lebih pendek dari khutbah pertama, berdasarkan hadits Ammar Rodhiyallahu Anhu bahwa Nabi bersabda:

إن طول صلاة الرجل وقصر خطبته مَئِنَّةٌ من فقهه، فأطيلوا الصلاة، واقصروا الخطبة

“Panjangnya sholat dan pendeknya khutbah adalah tanda kefaqihan seseorang. Maka panjangkan sholat dan pendekkan khutbah.” (HR. Muslim no. 869)

8) Mengucapkan salam kepada jamaah saat menatap mereka, berdasarkan hadits Jabir Rodhiyallahu Anhu:

كان رسول الله إذا صعد المنبر سلم

“Apabila Rosulullah naik mimbar mengucapkan salam.”

Juga ucapan Ibnu Umar Rodhiyallahu Anhuma:

كان النبي يجلس إذا صعد المنبر حتى يفرغ المؤذن ثم يقوم فيخطب

“Apabila Nabi naik mimbar, beliau duduk sampai selesainya adzan lalu berdiri berkhutbah.”

9) Khotib bertopang dengan tongkat atau semisalnya.

10) Pandangan khotib pertengahan (ke arah depan), meniru perbuatan Nabi .

6. Yang Diharomkan Saat Jum’atan

1) Diharomkan berbicara saat khotib khutbah, berdasarkan sabda Nabi :

«من تكلم يوم الجمعة والإمام يخطب فهو كالحمار يحمل أسفاراً»

“Siapa yang berbicara pada Jum’atan saat imam berkhutbah maka ia seperti keledai yang memikul bekal safar[1].” (HR. Ahmad, 1/230. Ibnu Hajar berkata: sanadnya tidak bermasalah)

«إذا قلت لصاحبك أنصت والإمام يخطب فقد لَغَوت»

“Jika kamu berkata ‘diamlah!’ saat imam berkhutbah maka Jum’atanmu sia-sia.” (HR. Bukhori no. 394 dan Muslim no. 851)

2) Diharomkan melangkahi pundak-pundak manusia saat khutbah, berdasarkan sabda Nabi kepada lelaki yang dilihat beliau melangkahi pundak-pundak:

«اجلس فقد آذيت»

“Duduklah, kamu sudah mengganggu.” (HSR. Abu Dawud no. 1118)

Perbuatan tersebut menyakiti jamaah sholat dan mengganggu mereka dari mendengarkan khutbah. Adapun imam, tidak mengapa melangkahi pundak-pundak jika tidak bisa menuju ke tempatnya kecuali dengan cara itu.

3) Dimakruhkan memisahkan dua orang, berdasarkan sabda Nabi :

«من اغتسل يوم الجمعة ... ثم راح فلم يفرق بين اثنين فصلَّى ما كتب له ... غُفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى»

“Siapa yang mandi hari Jum’at ... lalu berangkat ke Masjid lalu tidak memisahkan dua orang dari jamaah lalu sholat sebanyak yang Allah mudahkan baginya ... maka dosa-dosanya di antara dua Jum’at diampuni.” (HR. Al-Bukhori no. 910)

7. Sebab Mendapati Jum’atan

Seseorang dianggap mendapati sholat Jum’at jika ia rukuk bersama imam. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«من أدرك من الجمعة ركعة فقد أدرك الصلاة»

“Siapa yang mendapati satu rukuk dari sholat Jum’at maka ia telah mendapati sholat tersebut.” (HSR. Ibnu Majah no. 1121)

8. Sholat Sunnah Jum’at

Sholat Jum’at tidak memiliki sholat sunnah qobliyah yang dikerjakan sebelumnya. Akan tetapi siapa yang sholat sunnah mutlak sebelum masuk waktu Jum’atan maka tidak mengapa, karena Nabi menganjurkannya, seperti pada hadits Salman Rodhiyallahu ‘Anhu yang akan telah disebutkan:

«فصلى ما كتب له»

“Lalu ia sholat sebanyak yang Allah mudahkan atasnya.” Juga berdasarkan perbuatan para Sohabat.

Tidak boleh mengingkari orang yang meninggakannya, karena sholat sunnah rowatib pada hari Jum’at adalah setelah sholat Jum’at yaitu 2 rokaat, 4 rokaat, atau 6 rokaat, karena Nabi melakukannya dan memerintahkannya.

«كان يصلي بعد الجمعة ركعتين»

 “Nabi sholat dua rokaat setelah sholat Jum’at.” (HR. Al-Bukhori no. 937 dan Muslim no. 882)

Nabi bersabda:

«إذا صلى أحدكم الجمعة فليصل بعدها أربع ركعات»

“Apabila seorang dari kalian telah sholat Jum’at maka sholatlah setelahnya 4 rokaat.” (HR. Muslim no. 881)

«من كان منكم مصلياً بعد الجمعة؛ فليصل أربعاً»

“Siapa dari kalian yang ingin sholat setelah sholat Jum’at, sholatlah 4 rokaat.” (HR. Muslim no. 881)

Adapun 6 rokaat, berdasarkan hadits Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma:

«أن النبي كان يصلي بعد الجمعة ستاً»

“Nabi sholat 6 rokaat setelah sholat Jum’at.” Ibnu Umar melakukannya. (HR. Abu Dawud no. 1130)

Dari sini menjadi jelas bahwa sholat rowatib Jum’at adalah 2 rokaat dan paling banyak 6 rokaat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) Rohimahullah berpandangan jika dikerjakan di Masjid maka 4 rokaat, jika dikerjakan di rumah maka 2 rokaat. (Zadul Ma’ad, 1/440)[2] Sehingga ia bisa sholat rowatib dengan beragam cara (yang paling mudah baginya).

9. Tata Cara Sholat Jum’at

Sholat Jum’at berjumlah dua rokaat. Pada masing-masing rokaat dibaca keras, karena Nabi melakukannya dan perbuatan beliau adalah ajaran. Ahli ilmu telah sepakat atas hal tersebut.

Dianjurkan pada rokaat pertama membaca surat Jumu’ah setelah Al-Fatihah dan pada rokaat kedua membaca surat Al-Munafiqun, (HR. Muslim no. 877)

Atau membaca pada rokaat pertama surat Al-A’la dan pada rokaat kedua surat Al-Ghosyiyah. Karena Nabi melakukannya. (HR. Muslim no. 878)

10. Sunnah-Sunnah Jum’at

1) Disunnahkan (dianjurkan) datang lebih awal agar mendapatkan pahala yang sangat besar, berdasarkan hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة، ثم راح في الساعة الأولى، فكأنما قَرَّب بدنة، ومن راح في الساعة الثانية فكأنما قَرَّب بقرة، ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قَرَّب كبشاً أقرن، ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قَرَّب دجاجة، ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قَرَّب بيضة، فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة، يستمعون الذكر»

“Siapa yang mandi di hari Jum’at seperti mandi jinabat lalu berangkat pada jam ke-1 maka seolah-olah ia berkurban seekor onta. Siapa yang berangkat pada jam ke-2 maka seolah-olah ia berkurban seekor sapi. Siapa yang berangkat pada jam ke-3 maka seolah-olah ia berkurban seekor kambing. Siapa yang berangkat pada jam ke-4 maka seolah-olah ia berkurban (sedekah) seekor ayam. Siapa yang berangkat pada jam ke-5 maka seolah-olah ia berkurban (sedekah) telur. Jika khotib sudah keluar (berkhutbah) maka Malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah.” (HR. Al-Bukhori no. 881 dan Muslim no. 850)[3]

Juga sabda Nabi :

«من غَسَّلَ يوم الجمعة واغتسل، وبَكَّر وابتكر، كان له بكل خطوة يخطوها أجر سنة صيامها وقيامها»

“Siapa yang mandi hari Jum’at dengan mandi besar[4] lalu bersegera berangkat lebih awal, maka setiap langkah yang ia ayunkan mendapatkan pahala satu tahun puasa dan sholat malam.” (HHR. At-Tirmidzi no. 496)

2) Dianjurkan mandi pada hari Jum’at, berdasarkan hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu di atas:

«من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة»

Maka selayaknya bersemangat melakukannya dan tidak meninggalkannya, terutama jika badannya beraroma tidak sedap. Sebagian ulama manganggapnya wajib, berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu:

«غسل الجمعة واجب على كل محتلم»

“Mandi Jum’atan adalah wajib bagi setiap lelaki yang sudah pernah mimpi basah (baligh).” (HR. Al-Bukhori no. 879 dan Muslim no. 846)

Barangkali pendapat yang mewajibkannya lebih kuat dan lebih hati-hati. Ia tidak gugur kecuali ada uzur.

3) Dianjurkan memakai minyak wangi (parfum) dan membersihkan badan dengan menghilangkan apa saja yang perlu dihilangkan seperti memotong kuku dan selainnya.

Bersih-bersih badan adalah tambahan dari mandi besar, yaitu dengan menghilangkan bau badan dan hal-hal yang menyebabkannya, seperti beragam bulu yang diperintahkan dihilangkan, memotong kuku, bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, merapikan kumis, disertai memakai minyak wangi. Hal ini berdasarkan hadits Salman Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

«لا يغتسل رجل يوم الجمعة، ويتطهر ما استطاع من طهر، ويدهن من دهنه، أو يمس من طيب بيته ...»

“Tidaklah seseorang mandi besar di hari Jum’at, bersih-bersih badan semampunya berupa thuhr (seperti memotong kuku di atas), memakai minyak wangi atau memakai minyak wangi istrinya jika ia tidak punya...” (HR. Al-Bukhori no. 883)

Ibnu Hajar (w. 852 H) Rohimahullah menjelaskan: “Maksud dari thuhr adalah menambah kebersihan. Maka yang dimaksud adalah bersih-bersih badan dengan merapikan kumis, memotong kuku, dan bulu kemaluan.” (Fathul Bari, 2/432)

4) Dianjurkan memakai pakaian terbaiknya, berdasarkan hadits Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Umar bin Al-Khoth-thob melihat pakaian indah yang dijual di samping pintu Masjid lalu ia berkata:

يا رسول الله لو اشتريت هذه، فلبستها يوم الجمعة، وللوفد إذا قدموا عليك

“Wahai Rosulullah, andai engkau membeli ini dan memakainya untuk Jum’atan dan juga untuk menjamu tamu utusan.”

Al-Bukhori menjadikan hadits ini sebagai dalil memakai pakaian bagus untuk Jum’atan dan ia berkata: Bab Memakai Pakaian Terbaik yang Dimiliki.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Sisi pendalilan hadits ini adalah taqrir (persetujuan Nabi kepada Umar atas mengenakan keindahan pada Jum’atan.” (Fathul Bari, 2/432)

Juga sabda Nabi :

ما على أحدكم لو اشترى ثوبين ليوم الجمعة سوى ثوبي مِهْنَتِه

“Apa beratnya bagi seorang dari kalian, seandainya membeli satu setel pakaian untuk hari Jum’at, selain satu setel pakaian kerjanya?” (HSR. Abu Dawud no. 1078)

5) Dianjurkan pada siang dan malam harinya (1x24 jam), memperbanyak sholawat kepada Nabi , berdasarkan hadits:

أكثروا من الصلاة عليَّ يوم الجمعة

“Perbanyaklah membaca sholawat atasku pada hari Jum’at.” (HSR. Abu Dawud no. 1047)

6) Dianjurkan membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan pada sholat Subuh di hari Jum’at, karena Nabi merutinkannya. (HR. Al-Bukhori no. 891)

7) Dianjurkan juga membaca surat Al-Kahfi, berdasarkan sabda Nabi :

من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة سطع له نور من تحت قدمه إلى عنان السماء يضيء به يوم القيامة، وغُفر له ما بين الجمعتين

 “Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at maka sebuah cahaya memancar untuknya dari bawah kakinya sampai ke langit, yang akan meneranginya pada hari Kiamat dan diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum’at.” (HSR. Al-Hakim, 2/368. Dishohihkan Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Albani)

8) Dianjurkan bagi yang memasuki Masjid di hari Jum’at untuk tidak duduk sampai sholat dua rokaat, karena Nabi memerintahkannya. (HR. Al-Bukhori no. 930)

Jika imam sudah berkhutbah maka diringankan (dipercepat) sholatnya.

9) Dianjurkan memperbanyak doa terutama pada waktu mustajab, berdasarkan sabda Nabi :

إن في الجمعة لساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلي، يسأل الله شيئاً، إلا أعطاه إياه

“Di hari Jum’at ada satu waktu, tidaklah seorang Muslim menjumpai waktu tersebut dalam keadaan berdiri sholat[5] memohon apapun kepada Allah kecuali Allah kabulkan.” (HR. Al-Bukhori no. 935 dan Muslim no. 852)

Allahu a’lam.[]

Surabaya, 1445 H/2024 M

Al-Faqir Nor Kandir وفقه الله



[1] Yakni tidak mendapatkan manfaat dari Jum’atannya, sebagaimana keledai mati kelaparan padahal memikul bekal safar di pundaknya.

[2] Yakni siapa yang sholat 6 rokaat maka 4 rokaat di Masjid dan 2 rokaat di rumah. Namun siapa yang ingin mencukupkan 2 rokaat maka bebas dikerjakan di Masjid atau di rumah, tetapi dianjurkan 4 rokaat jika dikerjakan di Masjid.—Penerjemah

[3] Yakni dari terbitnya matahari sampai masuk waktu Zhuhur dibagi menjadi 6 bagian. Tiap satu bagian (1 jam beberapa menit) adalah satu bagian waktu yang dimaksud. Allahu a’lam.—Penj

[4] Sebagian ulama menerjemahkan: siapa mandi jinabat dan menjadikan istrinya mandi jinabat, yakni diawali hubungan intim.—penj

[5] Ulama berselisih pendapat. Ada yang memahami sesuai lahiriyahnya. Ada yang memahami berdiam di Masjid karena orang yang menunggu sholat dianggap sedang sholat. Ada yang memahami kondisi apapun boleh dan jika berdoa dalam sholat maka lebih utama. Allahu a’lam.—Penj

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url