Hukum Berdiri dalam Sholat

 

Hukum Berdiri dalam Sholat

Sholat Fardhu

Berdiri dalam sholat fardhu termasuk salah satu rukun sholat atau wajib sholat. Istilah rukun dan wajib adalah sama, yakni salah satu unsur atau bagian dari sesuatu, yang ketiadaan tersebut menjadikan sesuatu itu tidak sah.

Empat madzhab sepakat bahwa berdiri dalam sholat adalah rukun sholat.

Dasar dari Al-Quran:

وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Berdirilah kalian karena Allah, dengan patuh.” (QS. Al-Baqoroh: 238)

Para ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud berdiri di sini adalah berdiri ketika sholat. (Al-Bahrur Roiq, 1/308, Ibnu Nujaim Al-Hanafi)

Dasar dari hadits:

Dari Imron bin Husain Rodhiyallahu Anhu, ia berkata: aku terkena penyakit wasir lalu aku bertanya kepada Nabi dan beliau menjawab:

صلِّ قائمًا، فإن لم تستطِعْ فقاعدًا، فإن لم تستطِعْ فعلى جنبٍ

“Sholatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu berdiri, dengan duduk. Jika tidak mampu duduk, dengan berbaring.” (HR. Al-Bukhori no. 1117)

(Sholatlah berdiri): perintah menunjukkan wajib, dan tidak boleh dipalingkan ke sunnah atau mubah kecuali ada indikasi (qorinah). Hal ini menunjukkan sholat dengan berdiri adalah wajib atau rukun.

(Jika tidak mampu...): menunjukkan boleh tidak berdiri jika tidak mampu baik karena sakit maupun lainnya.

Dasar dari ijma:

Para ulama telah ijma (sepakat) bahwa berdiri dalam sholat jika mampu adalah rukun sholat.

Ibnu Nujaim Al-Hanafi berkata: “Berdiri dalam sholat fardhu bagi yang mampu adalah wajib sholat, dan mereka sepakat bahwa ia rukun sholat.” (Al-Bahrur Rō’iq, 1/308)

Ibnu Rusyd Al-Maliki berkata: “Para ulama sepakat (ijma) bahwa orang sehat yang sholat wajib, tidak boleh duduk baik sebagai imam maupun  makmum, berdasarkan ayat di atas.” (Bidayatul Mujtahid, 1/152)

An-Nawawi Asy-Syafii berkata: “Berdiri dalam sholat fardhu adalah rukun berdasarkan ijma. Sholatnya orang yang mampu berdiri tidak sah kecuali dengan berdiri.” (Al-Majmu, 3/258)

Ibnu Hazm Azh-Zhohiri berkata: “Para ulama sepakat bahwa berdiri dalam sholat fardhu adalah wajib bagi siapa yang tidak sakit atau takut.” (Marotibul Ijma, hal. 26)

Sholat Sunnah

Para ulama sepakat bolehnya sholat sunnah sambil duduk, meskipun mampu berdiri.

Empat Madzhab sepakat berdiri dalam sholat sunnah bukanlah wajib, tetapi sunnah (anjuran).

Dalilnya: dari Imron bin Husain Rodhiyallahu Anhu, ia berkata: aku bertanya kepada Rosulullah tentang sholat sunnah dengan duduk. Beliau menjawab:

مَن صلَّى قائمًا فهو أفضلُ، ومَن صلَّى قاعدًا فله نصفُ أجرِ القائمِ، ومَن صلَّى نائمًا فله نصفُ أجرِ القاعدِ

 “Siapa yang sholat sunnah dengan berdiri maka itu lebih utama. Siapa yang sholat sunnah dengan duduk maka ia mendapatkan setengah pahala dari sholat berdiri. Siapa yang sholat sunnah dengan duduk maka ia mendapatkan setengah pahala dari sholat duduk.” (HR. Al-Bukhori no. 1116)

Dari Aisyah Rodhiyallahu Anha, ia berkata: “Rosulullah biasa sholat sunnah dengan duduk.” (HR. Al-Bukhori no. 1119)

Yakni di akhir usianya, Nabi tidak sekuat sebelumnya lalu sholat sunnah dengan duduk, atau Nabi hendak menjelaskan bolehnya demikian lewat perbuatan.

Ibnu Abdil Bar Al-Maliki berkata: “Rosulullah biasa sholat sunnah dengan duduk. Hal ini memperjelas bahwa sholat sunnah boleh dikerjakan dengan duduk bagi siapa yang menghendakinya, begitu juga dipersilahkan siapa yang ingin sholat sunnah dengan berdiri. Hanya saja pahala sholat dengan duduk adalah setengah dari sholat dengan berdiri. Hal ini tidak ada khilaf di antara para ulama. Alhamdulillah.” (Al-Istidzkar, 2/180)

An-Nawawi Asy-Syafii berkata: “Boleh sholat sunnah dengan duduk, meskipun mampu berdiri, berdasarkan ijma (kesepakatan ulama).” (Al-Majmu, 3/275)

Ibnu Qudamah Al-Hanbali berkata: “Aku tidak tahu adanya khilaf tentang bolehnya sholat sunnah dengan duduk, akan tetapi dengan berdiri lebih utama.” (Al-Mughni, 2/105)

Batasan Berdiri

Batasan berdiri dalam sholat adalah tegak lurus, tetapi tidak masalah bungkus sedikit. Hal ini berdasarkan kesepakatan 4 madzhab.

Batasan berdiri bagi Hanafiyah adalah jika seseorang menjulurkan tangannya tidak sampai menyentuh lututnya. (Hasyiyah Ibnu Abidin Al-Hanafi, 1/444)

Senada disebutkan Ibnu Alisy Al-Maliki dalam Minahul Jalil, 1/242.

Batasan berdiri bagi Syafiiyah: membungkuk yang tidak masuk cakupan berdiri adalah posisinya lebih dekat kepada rukuk. (Mughnil Muhtāj, 1/154, Asy-Syirbini)

Batasan berdiri bagi Hanabilah: berdiri tegak asal tidak sampai rukuk. (Al-Furu, 2/245, Ibnu Muflih)

Ucapan para imam di atas berbeda tetapi maknanya sama.

Dasar mereka adalah hadits Abu Humaid As-Saidi Rodhiyallahu Anhu, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ اعْتَدَلَ قَائِمًا

 “Apabila Rosulullah berdiri sholat, beliau berdiri tegak.” (HR. At-Tirmidzi no. 304 dengan sanad shohih)

Hukum Bersandar

Orang yang mampu berdiri wajib berdiri saat sholat fardhu tanpa bersandar kepada apapun, di mana jika sandaran itu diambil maka ia jatuh. Hal ini pendapat Malikiyah, Hanabilah, dan sebagian Syafiiyah. Sebabnya karena sama saja ia tidak berdiri.

Allahu a’lam.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url