Terjemah 40 Hadits Fiqih (Al-Arbaun fil Ahkam) karya Al-Mundziri
Terjemah 40 Hadits Fiqih (Al-Arbaun fil Ahkam) karya Al-Mundziri
Pendahuluan Penerjemah
Al-Hafizh ‘Abdul ‘Azhim Al-Mundziri (w. 656 H) telah
meringkas Shohih Muslim dan menyusun Al-Arba’un fil Ahkam (Empat
Puluh Hadits tentang Hukum-Hukum) dari hadits-hadits Ash-Shohihain (dua
kitab Shohih, yaitu Al-Bukhori dan Muslim) berdasarkan lafazh Shohih Muslim
pada umumnya.
Yang
saya lakukan dalam kitab ini:
Saya menukilnya dari cetakan Dar Al-Haromain di Kairo,
kemudian saya merujuknya kembali ke naskah asli Shohih Muslim untuk
dimasukkan dalam buku ini agar mudah dihafal oleh para pemula, kemudian saya
meletakkan nomor-nomor dan judul-judul bab.
Ditulis oleh:
Nur Kandir Al-Jibari
Pada
Jumadil Ula 1446 H.
Pendahuluan Penulis
Asy-Syaikh Al-Imam Al-‘Alim Al-Hafizh Zakiyyuddin Abu
Muhammad ‘Abdul ‘Azhim bin ‘Abdil Qowiy bin ‘Abdillah Al-Mundziri Rohimahullahu
berkata:
Segala puji bagi Allah yang memberikan taufik untuk menempuh
jalan-jalan petunjuk-Nya, yang memberi nikmat dengan rohmat-Nya dan luasnya pemberian-Nya. Aku
memuji-Nya dengan sebenar-benar pujian-Nya dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya, kesaksian orang yang berpegang teguh kepada-Nya dalam ucapan dan
tindakan. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya, yang menepati
janji-Nya. Semoga Sholawat Allah tercurah atasnya, keluarganya, para
Shohabatnya, dan para tabi’in (pengikut Shohabat) setelah mereka,
Sholawat yang abadi dan kekal selama seorang penuju menuju tujuannya.
Wa ba’du (adapun setelah itu); engkau telah memintaku
untuk mengumpulkan empat puluh Hadits untukmu yang engkau hafal dari
Hadits-Hadits hukum dan agar engkau senantiasa mempelajarinya sepanjang hari,
dan agar Hadits-Hadits tersebut tanpa isnad (mata rantai perowi) agar mudah
bagimu. Aku telah ber-istikhoroh (memohon pilihan terbaik) kepada Allah Ta’ala
dan aku kabulkan keinginanmu serta segera memenuhi permintaanmu. Aku
mengeluarkannya dari apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim Rohimahumallah
dalam (kedua kitab Shohih mereka) atau yang hanya diriwayatkan oleh salah
satu dari keduanya, seraya berharap kepada Allah agar Dia memberiku manfaat
dengannya dan juga kepadamu serta seluruh kaum Muslimin. Sesungguhnya Dia Maha
Penyayang di antara para penyayang.
1- Bab Thoharoh (Bersuci)
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: «لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ
مِنْ غُلُولٍ»
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia
berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rosulullah ﷺ bersabda: “Tidak
diterima Sholat tanpa thuhur (bersuci) dan tidak diterima Shodaqoh dari ghulul
(harta rampasan perang yang diambil sebelum dibagi atau harta curang).” (HR.
Muslim no. 224)
2- Bab Mencuci Kedua Tangan Sebelum Memasukkannya ke Dalam Bejana
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ، فَلَا
يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا
يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi
ﷺ
bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian bangun tidur, maka janganlah ia
mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga ia mencucinya tiga kali, karena
sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (HR. Muslim no. 278
dan Al-Bukhori no. 162)
3- Bab Tentang Istinja’ (Bersuci Setelah Buang Air)
عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ ﷺ كُلَّ شَيْءٍ
حَتَّى الْخِرَاءَةَ، فَقَالَ: «أَجَلْ، لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ
أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ
مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ»
Dari Salman Rodhiyallahu ‘Anhu, dikatakan kepadanya: “Nabi kalian ﷺ telah mengajarkan
kepada kalian segala sesuatu hingga tata cara buang air besar.” Maka ia berkata: “Benar, sungguh
beliau telah melarang kami menghadap Kiblat ketika buang air besar atau buang
air kecil, atau ber-istinja’ dengan tangan kanan, atau ber-istinja’
dengan kurang dari tiga buah batu, atau ber-istinja’ dengan kotoran
hewan yang kering atau dengan tulang.” (HR. Muslim no. 262)
4- Bab Sifat Wudhu
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، - وَكَانَتْ لَهُ
صُحْبَةٌ - قِيلَ لَهُ: تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللهِ ﷺ! فَدَعَا بِإِنَاءٍ
فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ
فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا
فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا
فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ
أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ
وَأَدْبَرَ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: «هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللهِ ﷺ»
Dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Anshori Rodhiyallahu
‘Anhu, – dan beliau adalah seorang Shohabat – dikatakan kepadanya: “Berwudhulah untuk kami
sebagaimana Wudhunya Rosulullah ﷺ!” Maka ia meminta sebuah bejana, lalu ia menuangkan air darinya
ke kedua tangannya dan mencucinya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangannya
(ke dalam bejana) lalu mengeluarkannya, lalu ia ber-madhmadhah
(berkumur-kumur) dan ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dari satu
cidukan telapak tangan, ia melakukannya tiga kali. Kemudian ia memasukkan
tangannya lalu mengeluarkannya, lalu ia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian
ia memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, lalu ia membasuh kedua tangannya
sampai ke siku masing-masing dua kali. Kemudian ia memasukkan tangannya lalu
mengeluarkannya, lalu ia mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari depan
ke belakang dan dari belakang ke depan. Kemudian ia membasuh kedua kakinya
sampai mata kaki. Kemudian ia berkata: “Beginilah Wudhu Rosulullah ﷺ.” (HR. Muslim no.
235 dan Al-Bukhori no. 185)
5- Bab Mengusap Khuffain (Dua Sepatu Kulit)
عَنْ شُرَيْحِ بْنِ
هَانِئٍ، قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى
الْخُفَّيْنِ، فَقَالَتْ: عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِي طَالِبٍ، فَسَلْهُ فَإِنَّهُ
كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَسَأَلْنَاهُ،
فَقَالَ: «جَعَلَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا
وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ»
Dari Syuroih bin Hani’, ia berkata: Aku mendatangi ‘Aisyah Rodhiyallahu
‘Anha untuk bertanya kepadanya tentang mengusap khuffain. Maka ia
berkata: “Bertanyalah kepada Ibnu Abi Tholib (‘Ali), tanyakanlah kepadanya
karena sesungguhnya ia sering bepergian bersama Rosulullah ﷺ.” Maka kami pun
bertanya kepadanya, lalu ia berkata: “Rosulullah ﷺ menetapkan tiga hari
tiga malam bagi musafir (orang yang bepergian), dan sehari semalam bagi muqim
(orang yang tidak bepergian).” (HR. Muslim no. 276)
6- Bab Perkara yang Mewajibkan Mandi
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ ثُمَّ
جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi
Allah ﷺ
bersabda: “Apabila seseorang duduk di antara empat cabang (tangan dan kaki
istrinya) kemudian ia bersungguh-sungguh (melakukan hubungan suami istri), maka
sungguh telah wajib atasnya mandi.”
(HR. Muslim no. 348
dan Al-Bukhori no. 291)
7- Bab Sifat Mandi
عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «أَدْنَيْتُ
لِرَسُولِ اللهِ ﷺ
غُسْلَهُ مِنَ الْجَنَابَةِ: فَغَسَلَ
كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، ثُمَّ
أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ، وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ الْأَرْضَ،
فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ أَفْرَغَ
عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ مِلْءَ كَفِّهِ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ،
ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ، فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ
فَرَدَّهُ»
Dari Maimunah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: “Aku
mendekatkan (air) untuk mandi
junub Rosulullah ﷺ: Beliau mencuci kedua
telapak tangannya dua atau tiga kali, kemudian memasukkan tangannya ke dalam
bejana, lalu menuangkan air dengannya ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan
tangan kirinya. Kemudian beliau menggosokkan tangan kirinya ke tanah dengan
gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk Sholat. Kemudian beliau
menuangkan ke atas kepalanya tiga cidukan sepenuh telapak tangannya. Kemudian
beliau mencuci seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya itu,
lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian aku membawakannya handuk, namun beliau
menolaknya.” (HR. Muslim no. 317 dan Al-Bukhori no. 259)
8- Bab Mandi dengan Satu Sho’
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ
ﷺ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ، وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى
خَمْسَةِ أَمْدَادٍ»
Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Nabi ﷺ biasa berwudhu dengan
satu mudd (ukuran takaran sekitar 0,688 liter), dan Mandi dengan satu sho’
(ukuran takaran sekitar 2,75 liter) hingga lima amdadd (bentuk jamak
dari mudd).” (HR. Muslim no. 325 dan Al-Bukhori no. 201)
9- Bab Ragu dalam Bersuci
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا، فَأَشْكَلَ
عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا، فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ
حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا، أَوْ يَجِدَ رِيحًا»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu di perutnya,
lalu ia ragu apakah keluar sesuatu darinya atau tidak, maka janganlah ia keluar
dari Masjid (membatalkan
sholat) hingga ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim no.
362)
10- Bab Tayammum
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي بَعْضِ
أَسْفَارِهِ، حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ - أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ -
انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ عَلَى الْتِمَاسِهِ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، وَلَيْسُوا
عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَأَتَى النَّاسُ
إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالُوا: أَلَا تَرَى إِلَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ؟ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللهِ ﷺ وَبِالنَّاسِ
مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللهِ ﷺ وَاضِعٌ رَأْسَهُ
عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ، فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُولَ اللهِ ﷺ وَالنَّاسَ
وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ.
قَالَتْ: فَعَاتَبَنِي
أَبُو بَكْرٍ، وَقَالَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُولَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُ بِيَدِهِ فِي
خَاصِرَتِي، فَلَا يَمْنَعُنِي مِنَ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللهِ ﷺ عَلَى فَخِذِي،
فَنَامَ رَسُولُ اللهِ ﷺ حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ،
فَأَنْزَلَ اللهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا. فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ
الْحُضَيْرِ - وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ - :
«مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا
آلَ أَبِي بَكْرٍ» فَقَالَتْ عَائِشَةُ: «فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ
فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, bahwasanya ia
berkata: Kami keluar bersama Rosulullah ﷺ dalam salah satu
perjalanannya, hingga ketika kami berada di Al-Baida’ – atau di Dzatul Jaisy –
kalungku putus (dan hilang). Maka Rosulullah ﷺ berhenti untuk
mencarinya, dan orang-orang pun ikut berhenti bersamanya, padahal mereka tidak
berada di dekat sumber air, dan mereka tidak membawa air. Maka orang-orang
mendatangi Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu lalu berkata: “Tidakkah engkau
lihat apa yang telah diperbuat ‘Aisyah? Ia telah menahan Rosulullah ﷺ dan orang-orang
bersamanya, padahal mereka tidak berada di dekat sumber air dan tidak membawa
air.” Maka Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu datang sementara Rosulullah ﷺ meletakkan kepalanya
di atas pahaku dan telah tertidur. Lalu Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu
berkata: “Engkau telah menahan Rosulullah ﷺ dan orang-orang,
padahal mereka tidak berada di dekat sumber air dan tidak membawa air.” ‘Aisyah
Rodhiyallahu ‘Anha berkata: Maka Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu
mencelaku dan mengatakan apa yang Allah kehendaki untuk ia katakan, dan ia
mulai menusuk pinggangku dengan tangannya, namun tidak ada yang menghalangiku
untuk bergerak kecuali posisi Rosulullah ﷺ di atas pahaku. Maka
Rosulullah ﷺ
tidur hingga pagi hari tanpa ada air. Lalu Allah menurunkan ayat Tayammum, maka
mereka pun bertayammum. Maka Usaid bin Al-Hudhoir Rodhiyallahu ‘Anhu –
dan ia adalah salah seorang nuqoba’ (pemimpin suku) – berkata: “Ini
bukanlah keberkahan pertama kalian, wahai keluarga Abu Bakar.” ‘Aisyah Rodhiyallahu
‘Anha berkata: “Lalu kami memberdirikan unta, maka kami menemukan kalung itu di bawahnya.” (HR. Muslim
no. 367 dan Al-Bukhori no. 334)
11- Bab Haidh
عَنْ مُعَاذَةَ،
قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ،
وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟ فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ
بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: «كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ،
وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ»
Dari Mu’adzah, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu
‘Anha, aku berkata: “Kenapa wanita haidh meng-qodho Puasa, dan tidak meng-qodho Sholat?” Maka ia
berkata: “Apakah engkau seorang haruriyyah (salah satu kelompok Khowarij yang ekstrim)?” Aku
berkata: “Aku bukan seorang haruriyyah, tetapi aku bertanya.” Ia
berkata: “Dahulu kami mengalami hal itu (haidh), maka kami diperintahkan untuk
meng-qodho Puasa, dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho Sholat.” (HR. Muslim no. 335
dan Al-Bukhori no. 321)
12- Bab Adzan
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّهُ قَالَ: كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ
قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ، وَلَيْسَ
يُنَادِي بِهَا أَحَدٌ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ:
اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَرْنًا
مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ: أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي
بِالصَّلَاةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «يَا بِلَالُ، قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ»
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma,
bahwasanya ia berkata: Dahulu kaum Muslimin ketika tiba di Madinah, mereka
berkumpul lalu memperkirakan waktu-waktu Sholat, dan tidak ada seorang pun yang
menyerukannya. Maka suatu hari mereka membicarakan hal itu, sebagian mereka
berkata: “Gunakanlah naqus (lonceng) seperti naqus orang
Nashoro.” Sebagian yang lain berkata: “Gunakanlah terompet seperti terompet
orang Yahudi.” Maka ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Tidakkah kalian
mengutus seseorang untuk menyerukan Sholat?” Rosulullah ﷺ bersabda: “Wahai
Bilal, berdirilah lalu serukanlah Sholat (yakni adzan).” (HR. Muslim no. 377 dan Al-Bukhori no. 604)
13- Bab Orang yang Meninggalkan Sholat
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ
تَرْكَ الصَّلَاةِ»
Dari Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Aku
mendengar Nabi ﷺ
bersabda: “Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan Sholat.” (HR. Muslim no. 82)
14- Bab Waktu-Waktu Sholat
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ، أَنَّهُ أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ
مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا، قَالَ: فَأَقَامَ
الْفَجْرَ حِينَ انْشَقَّ الْفَجْرُ، وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ
بَعْضًا، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ، حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ،
وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ انْتَصَفَ النَّهَارُ، وَهُوَ كَانَ أَعْلَمَ
مِنْهُمْ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ، ثُمَّ
أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْمَغْرِبِ حِينَ وَقَعَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَمَرَهُ
فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْفَجْرَ مِنَ
الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا، وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدْ طَلَعَتِ
الشَّمْسُ، أَوْ كَادَتْ، ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ
وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا،
وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ احْمَرَّتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ
حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ
ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ، ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا السَّائِلَ، فَقَالَ: «الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ»
Dari Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosulullah ﷺ, bahwasanya seorang
penanya datang kepadanya menanyakan tentang waktu-waktu Sholat, namun beliau
tidak menjawabnya sedikit pun. Abu Musa berkata: Maka beliau mendirikan Sholat
Fajar ketika fajar menyingsing, dan orang-orang hampir tidak mengenali satu
sama lain. Kemudian beliau memerintahkannya (Bilal) lalu ia mengumandangkan iqomah
untuk Sholat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir, dan ada yang berkata:
“Siang telah mencapai pertengahan,” padahal beliau lebih mengetahui daripada
mereka. Kemudian beliau memerintahkannya lalu ia mengumandangkan iqomah
untuk Sholat ‘Ashar sementara matahari masih tinggi. Kemudian beliau
memerintahkannya lalu ia mengumandangkan iqomah untuk Sholat Maghrib
ketika matahari terbenam. Kemudian beliau memerintahkannya lalu ia
mengumandangkan iqomah untuk Sholat ‘Isya ketika syafaq (mega
merah di ufuk barat) telah hilang. Kemudian keesokan harinya, beliau
mengakhirkan Sholat Fajar hingga selesai darinya, dan ada yang berkata: “Matahari
telah terbit,” atau “hampir terbit.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur
hingga mendekati waktu ‘Ashar kemarin. Kemudian beliau mengakhirkan Sholat
‘Ashar hingga selesai darinya, dan ada yang berkata: “Matahari telah memerah.”
Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga saat syafaq akan
hilang. Kemudian beliau mengakhirkan Sholat ‘Isya hingga sepertiga malam
pertama. Kemudian pagi harinya beliau memanggil penanya itu, lalu bersabda:
“Waktu (Sholat) adalah di antara dua (waktu) ini.” (HR. Muslim no. 614)
15- Bab Orang yang Mendapatkan Satu Roka’at dari Sholat
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: «مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ، فَقَدْ أَدْرَكَ
الصَّلاَةَ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya
Rosulullah ﷺ
bersabda: “Barangsiapa mendapatkan satu roka’at dari Sholat, maka sungguh ia
telah mendapatkan Sholat tersebut.” (HR. Al-Bukhori no. 580 dan Muslim no.
607)
16- Bab Sifat Sholat
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ
بِـ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)، وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ
رَأْسَهُ، وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ، حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ
رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ، لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا، وَكَانَ يَقُولُ
فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ، وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ
رِجْلَهُ الْيُمْنَى، وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ، وَيَنْهَى أَنْ
يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ، وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ
بِالتَّسْلِيمِ»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
“Rosulullah ﷺ
memulai Sholat dengan takbir, dan memulai bacaan dengan (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)
‘Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam’. Apabila ruku’, beliau tidak
mengangkat kepalanya dan tidak menundukkannya, tetapi di antara keduanya
(lurus). Apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau tidak sujud
hingga berdiri tegak. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, beliau
tidak sujud (lagi) hingga duduk dengan sempurna. Beliau membaca tahiyyat
pada setiap dua roka’at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya (saat duduk tahiyyat). Beliau melarang duduk ‘uqbatusy
Syaithon (duduk seperti duduknya anjing, yaitu menegakkan kedua betis dan
meletakkan pantat di atas kedua tumit). Beliau melarang seseorang menghamparkan
kedua lengannya seperti terhamparnya (kaki depan) binatang buas (saat sujud).
Dan beliau mengakhiri Sholat dengan salam.” (HR. Muslim no. 498)
17- Bab Sholat Jum’at
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، أَنَّهُمَا سَمِعَا
رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ: «لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ،
أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ
الْغَافِلِينَ»
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhum, bahwasanya keduanya mendengar Rosulullah ﷺ bersabda di atas
kayu-kayu mimbar beliau: “Sungguh, hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan Sholat Jum’at, atau (jika
tidak) Allah akan benar-benar menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar
akan termasuk orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim no. 865)
18- Bab Sholat Dua Hari Royo (‘Idain)
عَنْ جَابِرِ بْنِ
سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «صَلَّيْتُ مَعَ
رَسُولِ اللهِ ﷺ الْعِيدَيْنِ، غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ، بِغَيْرِ
أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ»
Dari Jabir bin Samuroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia
berkata: “Aku Sholat dua Hari Raya
(‘Idain) bersama Rosulullah ﷺ,
tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa adzan dan tanpa iqomah.” (HR. Muslim no. 887)
19- Bab Qoshor Sholat (Meringkas Sholat)
عَنْ يَعْلَى بْنِ
أُمَيَّةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: ﴿لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ، إِنْ خِفْتُمْ أَنْ
يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا﴾ فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ، فَقَالَ: عَجِبْتُ
مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَنْ ذَلِكَ،
فَقَالَ: «صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا
عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ»
Dari Ya’la bin Umayyah, ia berkata: Aku berkata kepada ‘Umar
bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu: (Firman Allah Ta’ala): “Tidak ada dosa atas kalian
untuk meng-Qoshor Sholat, jika kalian takut orang-orang kafir akan menimpakan serangan kepada kalian.” QS.
An-Nisa’: 101), padahal orang-orang telah merasa aman. Maka ‘Umar Rodhiyallahu
‘Anhu berkata: “Aku juga heran terhadap apa yang engkau herankan, lalu aku
bertanya kepada Rosulullah ﷺ
tentang hal itu, maka beliau bersabda: ‘Itu adalah shodaqoh yang Allah berikan
kepada kalian, maka terimalah shodaqoh-Nya’.” (HR. Muslim no. 686)
20- Bab Jama’ Sholat (Menggabungkan Sholat)
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: «إِذَا عَجِلَ عَلَيْهِ السَّفَرُ، يُؤَخِّرُ الظُّهْرَ إِلَى
أَوَّلِ وَقْتِ الْعَصْرِ، فَيَجْمَعُ بَيْنَهُمَا، وَيُؤَخِّرُ الْمَغْرِبَ حَتَّى
يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ، حِينَ يَغِيبُ الشَّفَقُ»
Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ: “Apabila beliau buru-buru safar,
beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga awal waktu ‘Ashar, lalu menjama’
keduanya. Dan beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga menjama’nya dengan Sholat
‘Isya, ketika syafaq (mega merah di ufuk barat) telah hilang.” (HR.
Muslim no. 704 dan Al-Bukhori no. 1111)
21- Bab Memandikan Mayit
عَنْ أُمِّ
عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ
اللهِ ﷺ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ: «اغْسِلْنَهَا وِتْرًا ثَلَاثًا، أَوْ خَمْسًا، وَاجْعَلْنَ
فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا، أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ، فَإِذَا غَسَلْتُنَّهَا،
فَأَعْلِمْنَنِي» قَالَتْ: فَأَعْلَمْنَاهُ، فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ
وَقَالَ «أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ»
Dari Ummu ‘Athiyyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
Ketika Zainab binti Rosulullah ﷺ wafat, Rosulullah ﷺ bersabda kepada kami:
“Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga atau lima kali, dan jadikanlah
pada (basuhan) yang kelima kafur (kapur barus) atau sesuatu dari kafur.
Apabila kalian telah selesai memandikannya, maka beritahulah aku.” Ia (Ummu
‘Athiyyah) berkata: Maka kami memberitahunya, lalu beliau memberikan kain
pinggangnya kepada kami dan bersabda: “Pakaikanlah kain ini sebagai syi’ar
(kain yang langsung menyentuh kulit) padanya.” (HR. Muslim no. 939 dan
Al-Bukhori no. 1263)
22- Bab Sholat atas Mayit
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، «أَنَّ رَسُولَ
اللهِ ﷺ نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ
فِيهِ، فَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى، وَكَبَّرَ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, “Bahwasanya
Rosulullah ﷺ
mengumumkan kematian An-Najasyi kepada orang-orang pada hari ia wafat, lalu
beliau keluar bersama mereka ke musholla (tempat khusus Sholat Janazah di samping Masjid Nabawi), dan bertakbir empat
kali.” (HR. Muslim no. 951 dan Al-Bukhori no. 1333)
23- Bab Kewajiban Zakat
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ
اللهِ ﷺ، قَالَ: «إِنَّكَ
تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنَّ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ،
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ
افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي
فُقَرَائِهِمْ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ
أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا
وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ»
Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Mu’adz
bin Jabal Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah ﷺ mengutusku, beliau
bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka
ajaklah mereka kepada kesaksian bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang
berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rosulullah. Jika mereka
mentaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan atas mereka lima Sholat dalam setiap sehari semalam. Jika mereka
mentaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan atas mereka Shodaqoh (Zakat) yang diambil dari orang-orang kaya
mereka lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka mentaati hal
itu, maka jauhilah harta-harta terbaik mereka (ketika memungut zakat mereka),
dan takutlah terhadap do’a orang yang terzholimi, karena sesungguhnya tidak ada
penghalang antara do’anya dengan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Al-Bukhori
no. 4347)
24- Bab Nishob Zakat
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «لَيْسَ فِي حَبٍّ وَلَا تَمْرٍ صَدَقَةٌ، حَتَّى يَبْلُغَ
خَمْسَةَ أَوْسُقٍ، وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا
دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ»
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu,
bahwasanya Nabi ﷺ
bersabda: “Tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada biji-bijian dan kurma hingga
mencapai lima awsuq (ukuran takaran, 1 wasaq = 60 sho’),
dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada unta yang kurang dari lima dzawd
(ekor unta), dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada perak yang kurang dari lima awaqin
(bentuk jamak dari uqiyyah, 1 uqiyyah = 40 dirham).” (HR.
Muslim no. 979 dan Al-Bukhori no. 1459)
25- Bab Permulaan Puasa
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الْهِلَالَ
فَقَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
menyebutkan tentang hilal (bulan sabit tanda awal bulan Qomariyah) lalu
bersabda: “Apabila kalian melihatnya (hilal Romadhon), maka berpuasalah. Dan
apabila kalian melihatnya (hilal Syawwal), maka berbukalah (berhari Raya). Jika pandangan kalian
terhalang (awan atau lainnya), maka genapkanlah (bulan Sya’ban atau Romadhon)
menjadi tiga puluh hari.” (HR. Muslim no. 1081 dan Al-Bukhori no. 1909)
26- Bab Orang yang Lupa Saat Berpuasa
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ،
فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
bersabda: “Barangsiapa lupa saat ia sedang berpuasa, lalu ia makan atau minum,
maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang
telah memberinya makan dan minum.” (HR. Muslim no. 1155 dan Al-Bukhori no.
1933)
27- Bab Kewajiban Haji
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ،
فَحُجُّوا»، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللهِ؟
فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ»،
ثُمَّ قَالَ: «ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ،
فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
berkhutbah kepada kami, lalu bersabda: “Wahai manusia, sungguh Allah telah
mewajibkan atas kalian Haji, maka berhajilah.” Lalu seorang laki-laki bertanya:
“Apakah setiap tahun, wahai Rosulullah?” Beliau diam hingga laki-laki itu
mengatakannya tiga kali. Lalu Rosulullah ﷺ bersabda: “Seandainya
aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan
mampu.” Kemudian beliau bersabda: “Biarkanlah aku selama aku membiarkan kalian
(tidak menetapkan sesuatu). Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa
karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi
mereka. Apabila aku memerintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah
semampu kalian. Dan apabila aku melarang kalian dari sesuatu, maka
tinggalkanlah.” (HR. Muslim no. 1337)
28- Bab Miqot (Batas Tempat Memulai Ihrom)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: وَقَّتَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ: ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلِأَهْلِ الشَّامِ: الْجُحْفَةَ،
وَلِأَهْلِ نَجْدٍ: قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ: يَلَمْلَمَ،
قَالَ: «فَهُنَّ لَهُنَّ، وَلِمَنْ أَتَى
عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ.
فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمِنْ أَهْلِهِ، وَكَذَا فَكَذَلِكَ، حَتَّى أَهْلُ
مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا»
Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
menetapkan miqot bagi penduduk Madinah: Dzul Hulaifah. Bagi penduduk
Syam: Al-Juhfah. Bagi penduduk Najd: Qornul Manazil. Bagi penduduk Yaman:
Yalamlam. Beliau bersabda: “Itu adalah miqot-miqot bagi mereka dan bagi
orang yang melewati tempat-tempat tersebut dari selain penduduknya, bagi siapa
saja yang ingin menunaikan Haji dan Umroh. Barangsiapa yang (tinggal) lebih
dekat dari miqot-miqot tersebut (ke Makkah), maka miqot-nya
adalah dari tempat tinggalnya. Demikian pula seterusnya, hingga penduduk Makkah ber-ihrom (memulai niat ihrom)
darinya (Makkah).” (HR.
Muslim no. 1181 dan Al-Bukhori no. 1524)
29- Bab Jual Beli
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ بَيْعِ
الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
“Rosulullah ﷺ
melarang jual beli hashoh (jual beli dengan lemparan kerikil) dan jual beli ghoror
(yang mengandung ketidakjelasan atau spekulasi).” (HR. Muslim no. 1513)
30- Bab Riba
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ،
وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ،
وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ: مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ.
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدٍ»
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit Rodhiyallahu ‘Anhu, ia
berkata: Rosulullah ﷺ
bersabda: “Emas dengan emas, perak dengan perak, burr (gandum) dengan burr,
sya’ir (jelai) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan
garam: harus sama takarannya, sama kualitasnya, dan tunai (dari tangan ke
tangan). Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sesuka kalian, asalkan
tunai.” (HR. Muslim no. 1587)
31- Bab Syirkah (Perserikatan dalam Kepemilikan)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي عَبْدٍ، فَكَانَ لَهُ
مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَ الْعَبْدِ، قُوِّمَ عَلَيْهِ قِيمَةَ الْعَدْلِ، فَأَعْطَى
شُرَكَاءَهُ حِصَصَهُمْ، وَعَتَقَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ، وَإِلَّا فَقَدْ عَتَقَ
مِنْهُ مَا عَتَقَ»
Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
bersabda: “Barangsiapa memerdekakan bagiannya pada seorang budak (yang dimiliki
bersama), dan ia memiliki harta yang mencapai harga budak tersebut, maka budak
itu dinilai dengan harga yang adil, lalu ia memberikan kepada para sekutunya
bagian mereka, dan budak itu menjadi merdeka atas (biaya)nya. Jika tidak
(memiliki harta yang cukup), maka telah merdeka dari budak itu apa yang telah
ia merdekakan (yakni bagiannya saja).” (HR. Muslim no. 1501 dan Al-Bukhori
no. 2522)
32- Bab Al-Wala’ (Hak Waris karena Memerdekakan Budak)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ فِي بَرِيرَةَ
ثَلَاثُ سُنَنٍ: خُيِّرَتْ عَلَى زَوْجِهَا حِينَ عَتَقَتْ، وَأُهْدِيَ لَهَا
لَحْمٌ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَالْبُرْمَةُ
عَلَى النَّارِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ، فَأُتِيَ بِخُبْزٍ وَأُدُمٍ مِنْ أُدُمِ
الْبَيْتِ، فَقَالَ: «أَلَمْ أَرَ بُرْمَةً عَلَى
النَّارِ فِيهَا لَحْمٌ؟»، فَقَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، ذَلِكَ
لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ، فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ،
فَقَالَ: «هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ، وَهُوَ
مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ»، وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ فِيهَا: «إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, istri Nabi ﷺ, bahwasanya ia
berkata: Ada tiga sunnah (ketetapan hukum) pada (kasus) Bariroh: (1) ia diberi pilihan (untuk tetap
bersama atau berpisah dari) suaminya ketika ia dimerdekakan; (2) ia dihadiahi daging, lalu Rosulullah
ﷺ
masuk menemuiku sementara burmah (periuk) berada di atas api, maka
beliau meminta makanan, lalu dihidangkan roti dan lauk pauk dari lauk pauk rumah.
Beliau bertanya: “Bukankah aku melihat burmah di atas api berisi
daging?” Mereka menjawab: “Benar wahai Rosulullah, itu adalah daging yang
disedekahkan kepada Bariroh, maka kami tidak suka memberikannya kepadamu.”
Beliau bersabda: “Itu adalah Shodaqoh bagi dirinya, dan dari dia untuk kita adalah hadiah.” (3) Nabi ﷺ bersabda tentangnya
(Bariroh):
“Sesungguhnya wala’
itu bagi siapa yang memerdekakan.” (HR. Muslim no. 1504 dan Al-Bukhori no.
5279)
33- Bab Faroidh (Ilmu Waris)
عَنْ هُزَيْلَ بْنِ شُرَحْبِيلَ،
قَالَ: سُئِلَ أَبُو مُوسَى عَنْ بِنْتٍ وَابْنَةِ ابْنٍ وَأُخْتٍ، فَقَالَ: لِلْبِنْتِ
النِّصْفُ، وَلِلْأُخْتِ النِّصْفُ، وَأْتِ ابْنَ مَسْعُودٍ، فَسَيُتَابِعُنِي، فَسُئِلَ
ابْنُ مَسْعُودٍ، وَأُخْبِرَ بِقَوْلِ أَبِي مُوسَى فَقَالَ: لَقَدْ ضَلَلْتُ إِذًا
وَمَا أَنَا مِنَ المُهْتَدِينَ، أَقْضِي فِيهَا بِمَا قَضَى النَّبِيُّ ﷺ: «لِلاِبْنَةِ النِّصْفُ، وَلِابْنَةِ ابْنٍ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ
الثُّلُثَيْنِ، وَمَا بَقِيَ فَلِلْأُخْتِ» فَأَتَيْنَا أَبَا مُوسَى فَأَخْبَرْنَاهُ بِقَوْلِ ابْنِ
مَسْعُودٍ، فَقَالَ: لاَ تَسْأَلُونِي مَا دَامَ هَذَا الحَبْرُ فِيكُمْ
Dari Huzail bin Syurohbil, ia berkata: Abu Musa Rodhiyallahu
‘Anhu ditanya tentang (bagian waris) seorang anak perempuan, seorang cucu
perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Maka ia berkata:
“Anak perempuan mendapatkan setengah, dan saudara perempuan mendapatkan
setengah. Datangilah Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, niscaya ia akan
mengikutiku (setuju dengan pendapatku).” Maka Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu
ditanya, dan diberitahukan tentang perkataan Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu,
lalu ia berkata: “Sungguh aku telah sesat jika demikian dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan dalam masalah
ini sesuai dengan apa yang diputuskan oleh Nabi ﷺ: ‘Untuk anak
perempuan setengah, untuk cucu perempuan dari anak laki-laki seperenam sebagai
pelengkap dua pertiga, dan sisanya untuk saudara perempuan’.” Maka kami
mendatangi Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu lalu memberitahukan kepadanya
perkataan Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, maka ia berkata: “Janganlah
kalian bertanya kepadaku selama habr (ulama besar) ini ada di antara
kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 6736)
34- Bab Nikah
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: «لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ
تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: «أَنْ تَسْكُتَ»
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi
ﷺ
bersabda: “Tidak boleh dinikahkan seorang ayyim (janda atau wanita yang
belum pernah menikah tapi sudah baligh) hingga dimintai perintahnya
(persetujuan tegas), dan tidak boleh dinikahkan seorang bikr (perawan)
hingga dimintai izinnya.” Para Shohabat bertanya: “Wahai Rosulullah, bagaimana
izinnya?” Beliau bersabda: “Dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhori no. 5136 dan
Muslim no. 1419)
35- Bab Rodho’ah (Penyusuan)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ ﷺ: «يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ
الْوِلَادَةِ»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
bersabda kepadaku: “Menjadi harom karena rodho’ah (penyusuan) apa-apa
yang menjadi harom karena wiladah (kelahiran/nasab).” (HR. Muslim no.
1444 dan Al-Bukhori no. 5099)
36- Bab Nafaqoh
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ أَبِي
سُفْيَانَ عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ
أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ، لَا يُعْطِينِي مِنَ النَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي
وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمِهِ، فَهَلْ
عَلَيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ
وَيَكْفِي بَنِيكِ»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Hindun
binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan Rodhiyallahu ‘Anhuma, masuk menemui
Rosulullah ﷺ,
lalu berkata: “Wahai Rosulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang
laki-laki yang kikir, ia tidak memberiku nafkah yang mencukupiku dan mencukupi anak-anakku, kecuali apa
yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah ada dosa atasku
dalam hal itu?” Maka Rosulullah ﷺ bersabda: “Ambillah dari hartanya secara ma’ruf
(patut dan wajar) apa yang mencukupimu dan mencukupi anak-anakmu.” (HR.
Muslim no. 1714 dan Al-Bukhori no. 5364)
37- Bab Jihad
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ
وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»
Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
Rosulullah ﷺ
bersabda: “Tidak ada hijroh
setelah Al-Fath (penaklukan Makkah), tetapi yang ada adalah Jihad dan niat. Dan apabila kalian
diminta untuk berangkat (berjihad), maka berangkatlah.” (HR. Al-Bukhori no.
2783 dan Muslim no. 1353)
38- Bab Jinayat (Tindak Pidana)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ:
النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ
التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ»
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ia
berkata: Rosulullah ﷺ
bersabda: “Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rosulullah,
kecuali karena salah satu dari tiga perkara: jiwa dibalas dengan jiwa (qishosh),
seorang tsayyib (orang yang sudah menikah) yang berzina, dan orang yang
keluar dari agama,
meninggalkan jama’ah (kaum Muslimin).” (HR. Al-Bukhori no. 6878 dan Muslim
no. 1676)
39- Bab Hudud (Hukuman-Hukuman Syar’i)
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ، جَاءَ النَّبِيَّ ﷺ فَاعْتَرَفَ
بِالزِّنَا، فَأَعْرَضَ عَنْهُ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى شَهِدَ
عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ، قَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: «أَبِكَ جُنُونٌ؟» قَالَ: لاَ، قَالَ: «آحْصَنْتَ؟» قَالَ: نَعَمْ، فَأَمَرَ بِهِ
فَرُجِمَ بِالْمُصَلَّى، فَلَمَّا أَذْلَقَتْهُ الحِجَارَةُ فَرَّ، فَأُدْرِكَ
فَرُجِمَ حَتَّى مَاتَ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ خَيْرًا، وَصَلَّى
عَلَيْهِ.
Dari Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya seorang
laki-laki dari (kabilah) Aslam datang kepada Nabi ﷺ lalu mengakui
perbuatan zina. Nabi ﷺ
berpaling darinya hingga ia bersaksi atas dirinya sendiri sebanyak empat kali.
Nabi ﷺ
bertanya kepadanya: “Apakah engkau gila?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau
bertanya: “Apakah engkau sudah muhshon (pernah menikah secara sah)?” Ia
menjawab: “Ya.” Maka beliau memerintahkan agar ia dirajam di Musholla
(tanah lapang tempat biasa
diadakan Sholat Id). Ketika batu-batu (rajam) mengenainya hingga ia
kesakitan, ia lari, lalu dikejar dan dirajam hingga mati. Nabi ﷺ mengatakan perkataan
yang baik tentangnya dan mensholatinya. (HR. Al-Bukhori no. 6820 dan Muslim
no. 1692, dan lafazh penyusun berdasarkan makna)
40- Bab Hukuman Pencurian
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ: «لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ
فَصَاعِدًا»
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dari Rosulullah ﷺ, beliau bersabda:
“Tidak dipotong tangan pencuri kecuali pada (pencurian senilai) seperempat
dinar atau lebih.” (HR. Muslim no. 1684 dan Al-Bukhori no. 6789)