Terjemah 40 Hadits Fiqih (Al-Arbaun fil Ahkam) karya Al-Mundziri

 Terjemah 40 Hadits Fiqih (Al-Arbaun fil Ahkam) karya Al-Mundziri

Pendahuluan Penerjemah

 

Al-Hafizh ‘Abdul ‘Azhim Al-Mundziri (w. 656 H) telah meringkas Shohih Muslim dan menyusun Al-Arba’un fil Ahkam (Empat Puluh Hadits tentang Hukum-Hukum) dari hadits-hadits Ash-Shohihain (dua kitab Shohih, yaitu Al-Bukhori dan Muslim) berdasarkan lafazh Shohih Muslim pada umumnya.

Yang saya lakukan dalam kitab ini:

Saya menukilnya dari cetakan Dar Al-Haromain di Kairo, kemudian saya merujuknya kembali ke naskah asli Shohih Muslim untuk dimasukkan dalam buku ini agar mudah dihafal oleh para pemula, kemudian saya meletakkan nomor-nomor dan judul-judul bab.

Ditulis oleh:

Nur Kandir Al-Jibari

Pada Jumadil Ula 1446 H.

 

Pendahuluan Penulis

 

Asy-Syaikh Al-Imam Al-‘Alim Al-Hafizh Zakiyyuddin Abu Muhammad ‘Abdul ‘Azhim bin ‘Abdil Qowiy bin ‘Abdillah Al-Mundziri Rohimahullahu berkata:

Segala puji bagi Allah yang memberikan taufik untuk menempuh jalan-jalan petunjuk-Nya, yang memberi nikmat dengan rohmat-Nya dan luasnya pemberian-Nya. Aku memuji-Nya dengan sebenar-benar pujian-Nya dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, kesaksian orang yang berpegang teguh kepada-Nya dalam ucapan dan tindakan. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya, yang menepati janji-Nya. Semoga Sholawat Allah tercurah atasnya, keluarganya, para Shohabatnya, dan para tabi’in (pengikut Shohabat) setelah mereka, Sholawat yang abadi dan kekal selama seorang penuju menuju tujuannya.

Wa ba’du (adapun setelah itu); engkau telah memintaku untuk mengumpulkan empat puluh Hadits untukmu yang engkau hafal dari Hadits-Hadits hukum dan agar engkau senantiasa mempelajarinya sepanjang hari, dan agar Hadits-Hadits tersebut tanpa isnad (mata rantai perowi) agar mudah bagimu. Aku telah ber-istikhoroh (memohon pilihan terbaik) kepada Allah Ta’ala dan aku kabulkan keinginanmu serta segera memenuhi permintaanmu. Aku mengeluarkannya dari apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim Rohimahumallah dalam (kedua kitab Shohih mereka) atau yang hanya diriwayatkan oleh salah satu dari keduanya, seraya berharap kepada Allah agar Dia memberiku manfaat dengannya dan juga kepadamu serta seluruh kaum Muslimin. Sesungguhnya Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.

 

1- Bab Thoharoh (Bersuci)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ: «لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ»

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rosulullah bersabda: “Tidak diterima Sholat tanpa thuhur (bersuci) dan tidak diterima Shodaqoh dari ghulul (harta rampasan perang yang diambil sebelum dibagi atau harta curang).” (HR. Muslim no. 224)

 

2- Bab Mencuci Kedua Tangan Sebelum Memasukkannya ke Dalam Bejana

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: «إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ، فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian bangun tidur, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga ia mencucinya tiga kali, karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (HR. Muslim no. 278 dan Al-Bukhori no. 162)

 

3- Bab Tentang Istinja’  (Bersuci Setelah Buang Air)

عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ، فَقَالَ: «أَجَلْ، لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ»

Dari Salman Rodhiyallahu ‘Anhu, dikatakan kepadanya: Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga tata cara buang air besar. Maka ia berkata: “Benar, sungguh beliau telah melarang kami menghadap Kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, atau ber-istinja’ dengan tangan kanan, atau ber-istinja’ dengan kurang dari tiga buah batu, atau ber-istinja’ dengan kotoran hewan yang kering atau dengan tulang.” (HR. Muslim no. 262)

 

4- Bab Sifat Wudhu

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، - وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ - قِيلَ لَهُ: تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللهِ ! فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: «هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللهِ »

Dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Anshori Rodhiyallahu ‘Anhu, – dan beliau adalah seorang Shohabat – dikatakan kepadanya: Berwudhulah untuk kami sebagaimana Wudhunya Rosulullah ! Maka ia meminta sebuah bejana, lalu ia menuangkan air darinya ke kedua tangannya dan mencucinya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangannya (ke dalam bejana) lalu mengeluarkannya, lalu ia ber-madhmadhah (berkumur-kumur) dan ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dari satu cidukan telapak tangan, ia melakukannya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, lalu ia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, lalu ia membasuh kedua tangannya sampai ke siku masing-masing dua kali. Kemudian ia memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya, lalu ia mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari depan ke belakang dan dari belakang ke depan. Kemudian ia membasuh kedua kakinya sampai mata kaki. Kemudian ia berkata: “Beginilah Wudhu Rosulullah .” (HR. Muslim no. 235 dan Al-Bukhori no. 185)

 

5- Bab Mengusap Khuffain (Dua Sepatu Kulit)

عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ، قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ، فَقَالَتْ: عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِي طَالِبٍ، فَسَلْهُ فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللهِ ، فَسَأَلْنَاهُ، فَقَالَ: «جَعَلَ رَسُولُ اللهِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ»

Dari Syuroih bin Hani’, ia berkata: Aku mendatangi ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha untuk bertanya kepadanya tentang mengusap khuffain. Maka ia berkata: “Bertanyalah kepada Ibnu Abi Tholib (‘Ali), tanyakanlah kepadanya karena sesungguhnya ia sering bepergian bersama Rosulullah .” Maka kami pun bertanya kepadanya, lalu ia berkata: “Rosulullah menetapkan tiga hari tiga malam bagi musafir (orang yang bepergian), dan sehari semalam bagi muqim (orang yang tidak bepergian).” (HR. Muslim no. 276)

 

6- Bab Perkara yang Mewajibkan Mandi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ قَالَ: «إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Allah bersabda: “Apabila seseorang duduk di antara empat cabang (tangan dan kaki istrinya) kemudian ia bersungguh-sungguh (melakukan hubungan suami istri), maka sungguh telah wajib atasnya mandi.” (HR. Muslim no. 348 dan Al-Bukhori no. 291)

 

7- Bab Sifat Mandi

عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «أَدْنَيْتُ لِرَسُولِ اللهِ غُسْلَهُ مِنَ الْجَنَابَةِ: فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ، وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ الْأَرْضَ، فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ مِلْءَ كَفِّهِ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ، ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ، فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ»

Dari Maimunah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: “Aku mendekatkan (air) untuk mandi junub Rosulullah : Beliau mencuci kedua telapak tangannya dua atau tiga kali, kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu menuangkan air dengannya ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan tangan kirinya. Kemudian beliau menggosokkan tangan kirinya ke tanah dengan gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk Sholat. Kemudian beliau menuangkan ke atas kepalanya tiga cidukan sepenuh telapak tangannya. Kemudian beliau mencuci seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya itu, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian aku membawakannya handuk, namun beliau menolaknya.” (HR. Muslim no. 317 dan Al-Bukhori no. 259)

 

8- Bab Mandi dengan Satu Sho’

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ، وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ»

Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Nabi biasa berwudhu dengan satu mudd (ukuran takaran sekitar 0,688 liter), dan Mandi dengan satu sho’ (ukuran takaran sekitar 2,75 liter) hingga lima amdadd (bentuk jamak dari mudd).” (HR. Muslim no. 325 dan Al-Bukhori no. 201)

 

9- Bab Ragu dalam Bersuci

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : «إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا، فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا، فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا، أَوْ يَجِدَ رِيحًا»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu di perutnya, lalu ia ragu apakah keluar sesuatu darinya atau tidak, maka janganlah ia keluar dari Masjid (membatalkan sholat) hingga ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim no. 362)

 

10- Bab Tayammum

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ - أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ - انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ رَسُولُ اللهِ عَلَى الْتِمَاسِهِ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالُوا: أَلَا تَرَى إِلَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ؟ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللهِ وَبِالنَّاسِ مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللهِ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ، فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُولَ اللهِ وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. قَالَتْ: فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ، وَقَالَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُولَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُ بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي، فَلَا يَمْنَعُنِي مِنَ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللهِ عَلَى فَخِذِي، فَنَامَ رَسُولُ اللهِ حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ، فَأَنْزَلَ اللهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا. فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ - وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ - : «مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ» فَقَالَتْ عَائِشَةُ: «فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, bahwasanya ia berkata: Kami keluar bersama Rosulullah dalam salah satu perjalanannya, hingga ketika kami berada di Al-Baida’ – atau di Dzatul Jaisy – kalungku putus (dan hilang). Maka Rosulullah berhenti untuk mencarinya, dan orang-orang pun ikut berhenti bersamanya, padahal mereka tidak berada di dekat sumber air, dan mereka tidak membawa air. Maka orang-orang mendatangi Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu lalu berkata: “Tidakkah engkau lihat apa yang telah diperbuat ‘Aisyah? Ia telah menahan Rosulullah dan orang-orang bersamanya, padahal mereka tidak berada di dekat sumber air dan tidak membawa air.” Maka Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu datang sementara Rosulullah meletakkan kepalanya di atas pahaku dan telah tertidur. Lalu Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Engkau telah menahan Rosulullah dan orang-orang, padahal mereka tidak berada di dekat sumber air dan tidak membawa air.” ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha berkata: Maka Abu Bakar Rodhiyallahu ‘Anhu mencelaku dan mengatakan apa yang Allah kehendaki untuk ia katakan, dan ia mulai menusuk pinggangku dengan tangannya, namun tidak ada yang menghalangiku untuk bergerak kecuali posisi Rosulullah di atas pahaku. Maka Rosulullah tidur hingga pagi hari tanpa ada air. Lalu Allah menurunkan ayat Tayammum, maka mereka pun bertayammum. Maka Usaid bin Al-Hudhoir Rodhiyallahu ‘Anhu – dan ia adalah salah seorang nuqoba’ (pemimpin suku) – berkata: “Ini bukanlah keberkahan pertama kalian, wahai keluarga Abu Bakar.” ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha berkata: “Lalu kami memberdirikan unta, maka kami menemukan kalung itu di bawahnya.” (HR. Muslim no. 367 dan Al-Bukhori no. 334)

 

11- Bab Haidh

عَنْ مُعَاذَةَ، قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟ فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: «كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ»

Dari Mu’adzah, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, aku berkata: “Kenapa wanita haidh meng-qodho Puasa, dan tidak meng-qodho Sholat?” Maka ia berkata: “Apakah engkau seorang haruriyyah (salah satu kelompok Khowarij yang ekstrim)?” Aku berkata: “Aku bukan seorang haruriyyah, tetapi aku bertanya.” Ia berkata: “Dahulu kami mengalami hal itu (haidh), maka kami diperintahkan untuk meng-qodho Puasa, dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho Sholat.” (HR. Muslim no. 335 dan Al-Bukhori no. 321)

 

12- Bab Adzan

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّهُ قَالَ: كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ، وَلَيْسَ يُنَادِي بِهَا أَحَدٌ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ: أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ : «يَا بِلَالُ، قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ»

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya ia berkata: Dahulu kaum Muslimin ketika tiba di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu-waktu Sholat, dan tidak ada seorang pun yang menyerukannya. Maka suatu hari mereka membicarakan hal itu, sebagian mereka berkata: “Gunakanlah naqus (lonceng) seperti naqus orang Nashoro.” Sebagian yang lain berkata: “Gunakanlah terompet seperti terompet orang Yahudi.” Maka ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Tidakkah kalian mengutus seseorang untuk menyerukan Sholat?” Rosulullah bersabda: “Wahai Bilal, berdirilah lalu serukanlah Sholat (yakni adzan).” (HR. Muslim no. 377 dan Al-Bukhori no. 604)

 

13- Bab Orang yang Meninggalkan Sholat

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ»

Dari Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda: “Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan Sholat.” (HR. Muslim no. 82)

 

14- Bab Waktu-Waktu Sholat

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ، أَنَّهُ أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا، قَالَ: فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِينَ انْشَقَّ الْفَجْرُ، وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ، حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ انْتَصَفَ النَّهَارُ، وَهُوَ كَانَ أَعْلَمَ مِنْهُمْ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْمَغْرِبِ حِينَ وَقَعَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْفَجْرَ مِنَ الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا، وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدْ طَلَعَتِ الشَّمْسُ، أَوْ كَادَتْ، ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا، وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ احْمَرَّتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ، ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا السَّائِلَ، فَقَالَ: «الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ»

Dari Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosulullah , bahwasanya seorang penanya datang kepadanya menanyakan tentang waktu-waktu Sholat, namun beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Abu Musa berkata: Maka beliau mendirikan Sholat Fajar ketika fajar menyingsing, dan orang-orang hampir tidak mengenali satu sama lain. Kemudian beliau memerintahkannya (Bilal) lalu ia mengumandangkan iqomah untuk Sholat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir, dan ada yang berkata: “Siang telah mencapai pertengahan,” padahal beliau lebih mengetahui daripada mereka. Kemudian beliau memerintahkannya lalu ia mengumandangkan iqomah untuk Sholat ‘Ashar sementara matahari masih tinggi. Kemudian beliau memerintahkannya lalu ia mengumandangkan iqomah untuk Sholat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian beliau memerintahkannya lalu ia mengumandangkan iqomah untuk Sholat ‘Isya ketika syafaq (mega merah di ufuk barat) telah hilang. Kemudian keesokan harinya, beliau mengakhirkan Sholat Fajar hingga selesai darinya, dan ada yang berkata: “Matahari telah terbit,” atau “hampir terbit.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga mendekati waktu ‘Ashar kemarin. Kemudian beliau mengakhirkan Sholat ‘Ashar hingga selesai darinya, dan ada yang berkata: “Matahari telah memerah.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga saat syafaq akan hilang. Kemudian beliau mengakhirkan Sholat ‘Isya hingga sepertiga malam pertama. Kemudian pagi harinya beliau memanggil penanya itu, lalu bersabda: “Waktu (Sholat) adalah di antara dua (waktu) ini.” (HR. Muslim no. 614)

 

15- Bab Orang yang Mendapatkan Satu Roka’at dari Sholat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rosulullah bersabda: “Barangsiapa mendapatkan satu roka’at dari Sholat, maka sungguh ia telah mendapatkan Sholat tersebut.” (HR. Al-Bukhori no. 580 dan Muslim no. 607)

 

16- Bab Sifat Sholat

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ بِـ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)، وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ، وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ، حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ، لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا، وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ، وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى، وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ، وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ، وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيمِ»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: “Rosulullah memulai Sholat dengan takbir, dan memulai bacaan dengan (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) ‘Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam’. Apabila ruku’, beliau tidak mengangkat kepalanya dan tidak menundukkannya, tetapi di antara keduanya (lurus). Apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau tidak sujud hingga berdiri tegak. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, beliau tidak sujud (lagi) hingga duduk dengan sempurna. Beliau membaca tahiyyat pada setiap dua roka’at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya (saat duduk tahiyyat). Beliau melarang duduk ‘uqbatusy Syaithon (duduk seperti duduknya anjing, yaitu menegakkan kedua betis dan meletakkan pantat di atas kedua tumit). Beliau melarang seseorang menghamparkan kedua lengannya seperti terhamparnya (kaki depan) binatang buas (saat sujud). Dan beliau mengakhiri Sholat dengan salam.” (HR. Muslim no. 498)

 

17- Bab Sholat Jum’at

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللهِ يَقُولُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ: «لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ»

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhum, bahwasanya keduanya mendengar Rosulullah bersabda di atas kayu-kayu mimbar beliau: “Sungguh, hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan Sholat Jum’at, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan termasuk orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim no. 865)

 

18- Bab Sholat Dua Hari Royo (‘Idain)

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ الْعِيدَيْنِ، غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ، بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ»

Dari Jabir bin Samuroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Aku Sholat dua Hari Raya (‘Idain) bersama Rosulullah , tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa adzan dan tanpa iqomah.” (HR. Muslim no. 887)

 

19- Bab Qoshor Sholat (Meringkas Sholat)

عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: ﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ، إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا﴾ فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ، فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: «صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ»

Dari Ya’la bin Umayyah, ia berkata: Aku berkata kepada ‘Umar bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu: (Firman Allah Ta’ala): Tidak ada dosa atas kalian untuk meng-Qoshor Sholat, jika kalian takut orang-orang kafir akan menimpakan serangan kepada kalian.” QS. An-Nisa’: 101), padahal orang-orang telah merasa aman. Maka ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Aku juga heran terhadap apa yang engkau herankan, lalu aku bertanya kepada Rosulullah tentang hal itu, maka beliau bersabda: ‘Itu adalah shodaqoh yang Allah berikan kepada kalian, maka terimalah shodaqoh-Nya’.” (HR. Muslim no. 686)

 

20- Bab Jama’ Sholat (Menggabungkan Sholat)

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ : «إِذَا عَجِلَ عَلَيْهِ السَّفَرُ، يُؤَخِّرُ الظُّهْرَ إِلَى أَوَّلِ وَقْتِ الْعَصْرِ، فَيَجْمَعُ بَيْنَهُمَا، وَيُؤَخِّرُ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ، حِينَ يَغِيبُ الشَّفَقُ»

Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi : “Apabila beliau buru-buru safar, beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga awal waktu ‘Ashar, lalu menjama’ keduanya. Dan beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga menjama’nya dengan Sholat ‘Isya, ketika syafaq (mega merah di ufuk barat) telah hilang.” (HR. Muslim no. 704 dan Al-Bukhori no. 1111)

 

21- Bab Memandikan Mayit

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللهِ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ : «اغْسِلْنَهَا وِتْرًا ثَلَاثًا، أَوْ خَمْسًا، وَاجْعَلْنَ فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا، أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ، فَإِذَا غَسَلْتُنَّهَا، فَأَعْلِمْنَنِي» قَالَتْ: فَأَعْلَمْنَاهُ، فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ وَقَالَ «أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ»

Dari Ummu ‘Athiyyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Ketika Zainab binti Rosulullah wafat, Rosulullah bersabda kepada kami: “Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga atau lima kali, dan jadikanlah pada (basuhan) yang kelima kafur (kapur barus) atau sesuatu dari kafur. Apabila kalian telah selesai memandikannya, maka beritahulah aku.” Ia (Ummu ‘Athiyyah) berkata: Maka kami memberitahunya, lalu beliau memberikan kain pinggangnya kepada kami dan bersabda: “Pakaikanlah kain ini sebagai syi’ar (kain yang langsung menyentuh kulit) padanya.” (HR. Muslim no. 939 dan Al-Bukhori no. 1263)

 

22- Bab Sholat atas Mayit

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى، وَكَبَّرَ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, “Bahwasanya Rosulullah mengumumkan kematian An-Najasyi kepada orang-orang pada hari ia wafat, lalu beliau keluar bersama mereka ke musholla (tempat khusus Sholat Janazah di samping Masjid Nabawi), dan bertakbir empat kali.” (HR. Muslim no. 951 dan Al-Bukhori no. 1333)

 

23- Bab Kewajiban Zakat

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ ، قَالَ: «إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ»

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah mengutusku, beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada kesaksian bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rosulullah. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka lima Sholat dalam setiap sehari semalam. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka Shodaqoh (Zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka mentaati hal itu, maka jauhilah harta-harta terbaik mereka (ketika memungut zakat mereka), dan takutlah terhadap do’a orang yang terzholimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara do’anya dengan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Al-Bukhori no. 4347)

 

24- Bab Nishob Zakat

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: «لَيْسَ فِي حَبٍّ وَلَا تَمْرٍ صَدَقَةٌ، حَتَّى يَبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ، وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ»

Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi bersabda: “Tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada biji-bijian dan kurma hingga mencapai lima awsuq (ukuran takaran, 1 wasaq = 60 sho’), dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada unta yang kurang dari lima dzawd (ekor unta), dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada perak yang kurang dari lima awaqin (bentuk jamak dari uqiyyah, 1 uqiyyah = 40 dirham).” (HR. Muslim no. 979 dan Al-Bukhori no. 1459)

 

25- Bab Permulaan Puasa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ الْهِلَالَ فَقَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah menyebutkan tentang hilal (bulan sabit tanda awal bulan Qomariyah) lalu bersabda: “Apabila kalian melihatnya (hilal Romadhon), maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihatnya (hilal Syawwal), maka berbukalah (berhari Raya). Jika pandangan kalian terhalang (awan atau lainnya), maka genapkanlah (bulan Sya’ban atau Romadhon) menjadi tiga puluh hari.” (HR. Muslim no. 1081 dan Al-Bukhori no. 1909)

 

26- Bab Orang yang Lupa Saat Berpuasa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : «مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Barangsiapa lupa saat ia sedang berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang telah memberinya makan dan minum.” (HR. Muslim no. 1155 dan Al-Bukhori no. 1933)

 

27- Bab Kewajiban Haji

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ، فَحُجُّوا»، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : «لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ»، ثُمَّ قَالَ: «ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah berkhutbah kepada kami, lalu bersabda: “Wahai manusia, sungguh Allah telah mewajibkan atas kalian Haji, maka berhajilah.” Lalu seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun, wahai Rosulullah?” Beliau diam hingga laki-laki itu mengatakannya tiga kali. Lalu Rosulullah bersabda: “Seandainya aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan mampu.” Kemudian beliau bersabda: “Biarkanlah aku selama aku membiarkan kalian (tidak menetapkan sesuatu). Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Apabila aku memerintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim no. 1337)

 

28- Bab Miqot  (Batas Tempat Memulai Ihrom)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: وَقَّتَ رَسُولُ اللهِ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ: ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلِأَهْلِ الشَّامِ: الْجُحْفَةَ، وَلِأَهْلِ نَجْدٍ: قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ: يَلَمْلَمَ، قَالَ: «فَهُنَّ لَهُنَّ، وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ. فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمِنْ أَهْلِهِ، وَكَذَا فَكَذَلِكَ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا»

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Rosulullah menetapkan miqot bagi penduduk Madinah: Dzul Hulaifah. Bagi penduduk Syam: Al-Juhfah. Bagi penduduk Najd: Qornul Manazil. Bagi penduduk Yaman: Yalamlam. Beliau bersabda: “Itu adalah miqot-miqot bagi mereka dan bagi orang yang melewati tempat-tempat tersebut dari selain penduduknya, bagi siapa saja yang ingin menunaikan Haji dan Umroh. Barangsiapa yang (tinggal) lebih dekat dari miqot-miqot tersebut (ke Makkah), maka miqot-nya adalah dari tempat tinggalnya. Demikian pula seterusnya, hingga penduduk Makkah ber-ihrom (memulai niat ihrom) darinya (Makkah).” (HR. Muslim no. 1181 dan Al-Bukhori no. 1524)

 

29- Bab Jual Beli

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Rosulullah melarang jual beli hashoh (jual beli dengan lemparan kerikil) dan jual beli ghoror (yang mengandung ketidakjelasan atau spekulasi).” (HR. Muslim no. 1513)

 

30- Bab Riba

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : «الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ: مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ. فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ»

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Emas dengan emas, perak dengan perak, burr (gandum) dengan burr, sya’ir (jelai) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam: harus sama takarannya, sama kualitasnya, dan tunai (dari tangan ke tangan). Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sesuka kalian, asalkan tunai.” (HR. Muslim no. 1587)

 

31- Bab Syirkah (Perserikatan dalam Kepemilikan)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : «مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي عَبْدٍ، فَكَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَ الْعَبْدِ، قُوِّمَ عَلَيْهِ قِيمَةَ الْعَدْلِ، فَأَعْطَى شُرَكَاءَهُ حِصَصَهُمْ، وَعَتَقَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ، وَإِلَّا فَقَدْ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ»

Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Barangsiapa memerdekakan bagiannya pada seorang budak (yang dimiliki bersama), dan ia memiliki harta yang mencapai harga budak tersebut, maka budak itu dinilai dengan harga yang adil, lalu ia memberikan kepada para sekutunya bagian mereka, dan budak itu menjadi merdeka atas (biaya)nya. Jika tidak (memiliki harta yang cukup), maka telah merdeka dari budak itu apa yang telah ia merdekakan (yakni bagiannya saja).” (HR. Muslim no. 1501 dan Al-Bukhori no. 2522)

 

32- Bab Al-Wala’  (Hak Waris karena Memerdekakan Budak)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، زَوْجِ النَّبِيِّ أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ: خُيِّرَتْ عَلَى زَوْجِهَا حِينَ عَتَقَتْ، وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ، فَأُتِيَ بِخُبْزٍ وَأُدُمٍ مِنْ أُدُمِ الْبَيْتِ، فَقَالَ: «أَلَمْ أَرَ بُرْمَةً عَلَى النَّارِ فِيهَا لَحْمٌ؟»، فَقَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ، فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ، فَقَالَ: «هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ، وَهُوَ مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ»، وَقَالَ النَّبِيُّ فِيهَا: «إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, istri Nabi , bahwasanya ia berkata: Ada tiga sunnah (ketetapan hukum) pada (kasus) Bariroh: (1) ia diberi pilihan (untuk tetap bersama atau berpisah dari) suaminya ketika ia dimerdekakan; (2) ia dihadiahi daging, lalu Rosulullah masuk menemuiku sementara burmah (periuk) berada di atas api, maka beliau meminta makanan, lalu dihidangkan roti dan lauk pauk dari lauk pauk rumah. Beliau bertanya: “Bukankah aku melihat burmah di atas api berisi daging?” Mereka menjawab: “Benar wahai Rosulullah, itu adalah daging yang disedekahkan kepada Bariroh, maka kami tidak suka memberikannya kepadamu.” Beliau bersabda: “Itu adalah Shodaqoh bagi dirinya, dan dari dia untuk kita adalah hadiah.” (3) Nabi bersabda tentangnya (Bariroh): “Sesungguhnya wala’ itu bagi siapa yang memerdekakan.” (HR. Muslim no. 1504 dan Al-Bukhori no. 5279)

 

33- Bab Faroidh (Ilmu Waris)

عَنْ هُزَيْلَ بْنِ شُرَحْبِيلَ، قَالَ: سُئِلَ أَبُو مُوسَى عَنْ بِنْتٍ وَابْنَةِ ابْنٍ وَأُخْتٍ، فَقَالَ: لِلْبِنْتِ النِّصْفُ، وَلِلْأُخْتِ النِّصْفُ، وَأْتِ ابْنَ مَسْعُودٍ، فَسَيُتَابِعُنِي، فَسُئِلَ ابْنُ مَسْعُودٍ، وَأُخْبِرَ بِقَوْلِ أَبِي مُوسَى فَقَالَ: لَقَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ المُهْتَدِينَ، أَقْضِي فِيهَا بِمَا قَضَى النَّبِيُّ : «لِلاِبْنَةِ النِّصْفُ، وَلِابْنَةِ ابْنٍ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ، وَمَا بَقِيَ فَلِلْأُخْتِ» فَأَتَيْنَا أَبَا مُوسَى فَأَخْبَرْنَاهُ بِقَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ، فَقَالَ: لاَ تَسْأَلُونِي مَا دَامَ هَذَا الحَبْرُ فِيكُمْ

Dari Huzail bin Syurohbil, ia berkata: Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu ditanya tentang (bagian waris) seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Maka ia berkata: “Anak perempuan mendapatkan setengah, dan saudara perempuan mendapatkan setengah. Datangilah Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, niscaya ia akan mengikutiku (setuju dengan pendapatku).” Maka Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu ditanya, dan diberitahukan tentang perkataan Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu, lalu ia berkata: “Sungguh aku telah sesat jika demikian dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan dalam masalah ini sesuai dengan apa yang diputuskan oleh Nabi : ‘Untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan dari anak laki-laki seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, dan sisanya untuk saudara perempuan’.” Maka kami mendatangi Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu lalu memberitahukan kepadanya perkataan Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, maka ia berkata: “Janganlah kalian bertanya kepadaku selama habr (ulama besar) ini ada di antara kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 6736)

 

34- Bab Nikah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: «لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: «أَنْ تَسْكُتَ»

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi bersabda: “Tidak boleh dinikahkan seorang ayyim (janda atau wanita yang belum pernah menikah tapi sudah baligh) hingga dimintai perintahnya (persetujuan tegas), dan tidak boleh dinikahkan seorang bikr (perawan) hingga dimintai izinnya.” Para Shohabat bertanya: “Wahai Rosulullah, bagaimana izinnya?” Beliau bersabda: “Dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhori no. 5136 dan Muslim no. 1419)

 

35- Bab Rodho’ah (Penyusuan)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ : «يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ الْوِلَادَةِ»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Rosulullah bersabda kepadaku: “Menjadi harom karena rodho’ah (penyusuan) apa-apa yang menjadi harom karena wiladah (kelahiran/nasab).” (HR. Muslim no. 1444 dan Al-Bukhori no. 5099)

 

36- Bab Nafaqoh

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ أَبِي سُفْيَانَ عَلَى رَسُولِ اللهِ ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ، لَا يُعْطِينِي مِنَ النَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمِهِ، فَهَلْ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : «خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan Rodhiyallahu ‘Anhuma, masuk menemui Rosulullah , lalu berkata: “Wahai Rosulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang kikir, ia tidak memberiku nafkah yang mencukupiku dan mencukupi anak-anakku, kecuali apa yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah ada dosa atasku dalam hal itu?” Maka Rosulullah bersabda: “Ambillah dari hartanya secara ma’ruf (patut dan wajar) apa yang mencukupimu dan mencukupi anak-anakmu.” (HR. Muslim no. 1714 dan Al-Bukhori no. 5364)

 

37- Bab Jihad

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Tidak ada hijroh setelah Al-Fath (penaklukan Makkah), tetapi yang ada adalah Jihad dan niat. Dan apabila kalian diminta untuk berangkat (berjihad), maka berangkatlah.” (HR. Al-Bukhori no. 2783 dan Muslim no. 1353)

 

38- Bab Jinayat (Tindak Pidana)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ»

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah bersabda: “Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rosulullah, kecuali karena salah satu dari tiga perkara: jiwa dibalas dengan jiwa (qishosh), seorang tsayyib (orang yang sudah menikah) yang berzina, dan orang yang keluar dari agama, meninggalkan jama’ah (kaum Muslimin).” (HR. Al-Bukhori no. 6878 dan Muslim no. 1676)

 

39- Bab Hudud (Hukuman-Hukuman Syar’i)

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ، جَاءَ النَّبِيَّ فَاعْتَرَفَ بِالزِّنَا، فَأَعْرَضَ عَنْهُ النَّبِيُّ حَتَّى شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ، قَالَ لَهُ النَّبِيُّ : «أَبِكَ جُنُونٌ؟» قَالَ: لاَ، قَالَ: «آحْصَنْتَ؟» قَالَ: نَعَمْ، فَأَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ بِالْمُصَلَّى، فَلَمَّا أَذْلَقَتْهُ الحِجَارَةُ فَرَّ، فَأُدْرِكَ فَرُجِمَ حَتَّى مَاتَ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ خَيْرًا، وَصَلَّى عَلَيْهِ.

Dari Jabir Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya seorang laki-laki dari (kabilah) Aslam datang kepada Nabi lalu mengakui perbuatan zina. Nabi berpaling darinya hingga ia bersaksi atas dirinya sendiri sebanyak empat kali. Nabi bertanya kepadanya: “Apakah engkau gila?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bertanya: “Apakah engkau sudah muhshon (pernah menikah secara sah)?” Ia menjawab: “Ya.” Maka beliau memerintahkan agar ia dirajam di Musholla (tanah lapang tempat biasa diadakan Sholat Id). Ketika batu-batu (rajam) mengenainya hingga ia kesakitan, ia lari, lalu dikejar dan dirajam hingga mati. Nabi mengatakan perkataan yang baik tentangnya dan mensholatinya. (HR. Al-Bukhori no. 6820 dan Muslim no. 1692, dan lafazh penyusun berdasarkan makna)

 

40- Bab Hukuman Pencurian

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، عَنْ رَسُولِ اللهِ قَالَ: «لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا»

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dari Rosulullah , beliau bersabda: “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim no. 1684 dan Al-Bukhori no. 6789)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url