Waktu Terlarang Sholat Sunnah - Fiqih Muyassar

 Ada beberapa waktu terlarang sholat sunnah (yakni sunnah mutlak) kecuali yang dikecualikan (yakni sunnah muqoyyad), dan jumlahnya ada 5 waktu.

Pertama: setelah sholat Subuh sampai terbitnya matahari, berdasarkan sabda Nabi :

«لا صلاة بعد صلاة الفجر حتى تطلع الشمس»

“Tidak boleh sholat setelah sholat Subuh sampai matahari terbit.” (HR. Al-Bukhori no. 586 dan Muslim no. 827 dan lafazhnya)

Kedua: dari terbitnya matahari sampai meninggi seujung tombak dalam pandangan mata, atau kira-kira setinggi satu meter atau kira-kira 15-20 menit. Jika matahari sudah meninggi seukuran tombak maka sudah berlalu waktu terlarang sholat, berdasarkan sabda Nabi kepada Amr bin Anbasah:

«صلِّ صلاة الصبح، ثم أقصر عن الصلاة حتى تطلع الشمس حتى ترتفع»

“Sholatlah Subuh lalu tahan diri dari sholat sampai matahari terbit meninggi.” (HR. Muslim no. 832)

Juga berdasarkan hadits Uqbah bin Amir yang akan datang.

Ketiga: ketika matahari tepat di atas (dalam pandangan mata) hingga bergeser ke arah barat dan masuk waktu Zhuhur, berdasarkan hadits Uqbah bin Amir:

ثلاث ساعات كان النبي ﷺ ينهانا أن نصلي فيهن وأن نقبر فيهن موتانا: حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع، وحين يقوم قائم الظهيرة حتى تزول، وحين تَتَضَيَّف للغروب حتى تغرب

“Tiga waktu yang Nabi melarang sholat padanya atau mengubur mayit: ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika matahari tepat di atas hingga bergeser, ketika tenggelam sampai sempurna tenggelamnya.” (HR. Muslim no. 831)

Keempat: dari sholat Ashar sampai matahari tenggelam, berdasarkan sabda Nabi :

«لا صلاة بعد الفجر حتى تطلع الشمس، ولا صلاة بعد صلاة العصر حتى تغيب الشمس»

“Tidak boleh sholat setelah Subuh hingga matahari terbit, dan tidak boleh sholat setelah Ashar hingga matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhori no. 586 dan Muslim no. 827)

Lima: ketika matahari mulai tenggelam hingga sempurna tenggelam, sebagaimana dalam hadits yang lalu.

Sebenarnya 5 waktu ini bisa diringkas hanya 3 waktu: dari sholat Subuh sampai matahari terbit setinggi tonggak, ketika matahari tepat di atas kepala (dalam pandangan mata) hingga bergeser (ke arah barat masuk ke waktu Zhuhur), dari sholat Ashar sampai matahari sempurna tenggelam (yakni sampai tidak terlihat).

Adapun hikmah larangan sholat pada waktu-waktu ini: Nabi menjelaskan bahwa orang kafir  (Majusi) menyembah matahari ketika terbit dan ketika terbenam. Oleh karena itu, sholatnya Muslim di waktu-waktu tersebut menyerupai mereka. Disebutkan dalam hadits Amr bin Anbasah, Nabi bersabda:

«فإنها -أي الشمس- تطلع حين تطلع بين قرني شيطان، وحينئذ يسجد لها الكفار ... فإنها تغرب حين تغرب بين قرني شيطان، وحينئذ يسجد لها الكفار»

“Matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada waktu itu orang-orang kafir bersujud kepadanya. Matahari tenggelam di antara dua tanduk setan, dan pada waktu itu orang-orang kafir sujud kepadanya.” (HR. Muslim no. 832)

Hadits ini tentang waktu terbitnya matahari dan tenggelamnya. Adapun waktu meningginya matahari tepat di atas kepala (dalam pandangan mata), alasannya dijelaskan Nabi dalam hadits potongan hadits lalu:

«فإن حينئذٍ تُسْجَرُ جهنم»

“Karena para waktu itu Jahannam sedang bergejolak.”

Maka tidak boleh sholat sunnah di waktu-waktu tersebut kecuali sholat yang dikecualikan dalil seperti dua rokaat thowaf, berdasarkan hadits Nabi :

«يا بني عبد مناف لا تمنعوا أحداً طاف بهذا البيت وصلَّى فيه، أية ساعة شاء، من ليل أو نهار»

“Wahai Bani Abdi Manaf, janganlah kalian melarang seorangpun thowaf di Ka’bah ini dan sholat (sunnah) di sana, pada waktu kapanpun dia mau, baik di malam maupun siang hari.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 1894)

Begitu pula dikecualikan: qodho sunnah fajar setelah sholat Subuh, qodho sunnah Zhuhur setelah sholat Ashar, terutama jamak Zhuhur dengan Ashar, begitu pula sholat-sholat yang memiliki sebab seperti sholat Janazah, tahiyyat Masjid, sholat Kusuf (gerhana), begitu pula qodho dari sholat yang terluput (dari tidur atau semisalnya), berdasarkan umumnya hadits Nabi :

«من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها»

“Siapa yang tidur hingga tidak sholat atau lupa sholat, maka sholatlah ketika ingat.” (HR. Muslim no. 684)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url