Amalan Terbaik di Ujung Usia Apa Saja?
Sungguh, setiap perjalanan yang kita tempuh di dunia ini
pasti memiliki titik akhir. Sejak nafas pertama kita dihembuskan, saat itu pula
kaki kita mulai melangkah menuju sebuah persimpangan yang pasti, yaitu
kematian. Masa tua, atau yang kita sebut sebagai ujung usia, bukanlah sekadar
babak pensiun dari kesibukan dunia, melainkan fase krusial dalam sebuah perlombaan
iman, penentuan nasib abadi, dan penutup dari lembaran amal.
Alloh ﷻ,
Sang Pencipta, mengingatkan kita bahwa seluruh kehidupan ini adalah sebuah
perjalanan yang melelahkan menuju perjumpaan dengan-Nya.
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ
كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
“Wahai manusia, sungguh kamu telah bekerja keras menuju
Robb-mu dengan sungguh-sungguh, maka kamu akan menemui-Nya.” (QS.
Al-Insyiqoq: 6)
Ayat ini adalah sebuah cambuk dan juga bisikan lembut.
Cambuk bagi siapa yang lalai, karena ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia
akan menjumpai Alloh ﷻ
dengan bekal apa adanya. Bisikan lembut bagi seorang Mu’min yang teguh, karena
ia tahu bahwa perjumpaan itu adalah puncak kerinduan, tempat ia akan menerima
pahala yang sempurna dan abadi.
Di penghujung usia, tatkala kekuatan fisik mulai luntur,
ingatan kian memudar, dan dunia terasa semakin jauh, kita menyaksikan sebuah
perubahan nyata dalam kehidupan. Sholat yang dulu mungkin kita lakukan dengan
tegap, kini harus disempurnakan sambil duduk. Puasa yang dulu terasa ringan,
kini dijalankan dengan penuh pertimbangan. Di sinilah letak kemuliaan seorang
hamba. Alloh ﷻ
tidak melihat besar atau banyaknya amal, tetapi melihat kualitas dan istiqomah
(keteguhan) hati di masa tua.
Rosululloh ﷺ
bersabda, dan ini adalah landasan utama mengapa kita harus memfokuskan diri di
masa ini:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sungguh, amal itu tergantung pada penutupnya.” (HR.
Al-Bukhori no. 6607)
Hadits shohih ini menanamkan kesadaran yang sangat dalam:
kualitas seluruh lembaran hidup kita, baik dan buruknya, tergantung pada
bagaimana kita mengakhirinya. Ada yang hidupnya penuh dengan kemaksiatan, namun
di ujung usianya ia bertaubat dengan tobat nasuha, lalu wafat dalam ketaatan.
Ada pula yang masa mudanya sholih, namun di akhir hayatnya ia tergelincir, lalu
wafat dalam keadaan su’ul khotimah (penutup yang buruk).
Maka, buku Amalan Terbaik di Ujung Usia ini disusun
sebagai sebuah panduan ringkas nan mendalam. Bukan untuk menakut-nakuti,
melainkan untuk membimbing hati, pikiran, dan jasad kita, agar mampu melewati
babak penentuan ini dengan sebaik-baiknya. Di dalamnya, kita akan membahas apa
saja amalan prioritas yang harus ditekankan saat energi mulai menipis,
bagaimana mensucikan diri dari kezholiman terhadap Alloh ﷻ dan sesama makhluk,
dan bagaimana membangun husnudzon (prasangka baik) yang kokoh kepada
Alloh ﷻ
sebagai bekal perjumpaan.
Sungguh, kita ingin mengakhiri hidup ini dalam kondisi yang
bersih, seperti saat seseorang mengenakan pakaian terbaiknya, bersuci, lalu
berdiri menghadap Sang Kholiq dalam Sholatnya. Maka, bersihkanlah batin dengan
tobat, kuatkanlah hati dengan harapan, dan fokuslah pada amal yang telah
ditentukan.