Biografi Ibnul Mundzir (319 H)
Beliau adalah Muhammad bin Ibrohim bin Al-Mundzir An-Naisaburi, kunyahnya Abu Bakr bin Al-Mundzir, dan terkenal dengan sebutan Ibnu Al-Mundzir.
Az-Zarkali (atau Az-Zirokli) menentukan kelahirannya pada 242
H, meskipun
sebagian besar sumber yang ada di tangan kami tidak menentukan tanggal kelahirannya, dan
tampaknya penetapan Az-Zarkali ini adalah perkiraan.
Ahli sejarah Islam Imam Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Ia lahir di sekitar
wafatnya Ahmad bin Hanbal, Al-Hakim tidak menyebutkannya dalam kitab
sejarahnya, mungkin ia lupa, ia juga tidak disebutkan dalam Tarikh Baghdad, tidak pula
dalam Tarikh Dimasyq; barangkali
beliau tidak pernah memasukinya.
Tampak bagi kami bahwa keluarganya sibuk
mencari rizqi daripada menuntut ilmu.
Kami tidak
mengetahui ada salah satu leluhurnya yang sibuk dengan ilmu, atau
terkenal dengannya.
Ibnu Al-Mundzir berhijroh ke Mesir untuk
mencari Hadits dan Fiqh, ia bertemu dengan Ar-Robi’ bin Sulaiman (270 H), murid
Asy-Syafi’i, lalu ia mempelajari kitab-kitab Asy-Syafi’i yang dikarang di
Mesir.
Ibnu Al-Mundzir dimudahkan untuk belajar
di tangan ulama fiqh yang paling berilmu di masanya tentang ucapan para
Shohabat dan Tabi’in, seperti Imam Muhammad bin
‘Abdillah bin Al-Hakam, yang mencapai jabatan mufti negeri Mesir, dan wafat
pada tahun 268 H.
Ibnu Al-Mundzir mendengar Hadits dari qodhi
Mesir dan muhadditsnya: Bakkar bin Qutaibah (270 H), sebagaimana ia mendengar
Hadits di Nisabur dari imam dan muftinya: Al-Hafizh Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli; yang wafat sebagai
syahid pada bulan Syawwal tahun 267 H.
Ibnu Al-Mundzir telah melakukan hijroh ke
Makkah, dan mendengar dari muhadditsnya Muhammad bin Isma’il Ash-Sho’igh (276
H), dan ia merasa nyaman menetap di Makkah, lalu ia mengarang, mengajar, dan
berfatwa, hingga ia terkenal, dan kedudukannya meningkat hingga ia menjadi Syaikh Al-Harom Al-Makki; karena ia
adalah mufassir yang teliti, muhaddits yang tsiqoh (terpercaya), dan perowi
atsar para Shohabat rodhiyallahu ‘anhum dalam Fiqh, serta pendapat para
Tabi’in, dan para Imam Mujtahidin, dengan menyajikan dalil-dalil mereka dan
membandingkannya, maka pendapat-pendapat yang dikuatkan oleh penelitian menjadi
pilihan baginya, ia tidak terikat dengan taqlid dalam memilih madz-hab seorang
pun secara khusus, dan tidak berfanatik kepada siapa pun atau menentang siapa
pun, sebagaimana kebiasaan para ahli perbedaan pendapat, bahkan ia berputar
bersama munculnya dalil, dan petunjuk As-Sunnah Ash-Shohihah, ia mengucapkannya
bersama siapa pun yang memilikinya.
Ia wafat di Makkah Al-Mukarromah menurut
tahqiq pada tahun 318 H [atau 319
menurut yang masyhur].