Dasar-Dasar Amtsalul Qur’an
1.1:
Definisi, Kedudukan, dan Urgensi Memahami Perumpamaan dalam Al-Qur’an
[1] Pengantar Singkat
Sungguh, Alloh ﷻ telah membuat perumpamaan (amtsāl)
dalam Kitab-Nya yang Mulia bagi manusia, dengan harapan mereka akan berdzikir,
berpikir, dan bertakwa. Penjelasan dan pemahaman yang benar mengenai
perumpamaan-perumpamaan ini sesuai dengan kehendak Alloh ﷻ adalah ni’mat yang
agung, karena akan menumbuhkan perenungan (tafakkur), pendalaman (tadabbur),
dan mendorong seseorang untuk bertakwa, atas seizin Alloh ﷻ.
[2] Kedudukan dan Urgensi Ilmu Perumpamaan
Alloh ﷻ
telah menyebut orang-orang yang memahami perumpamaan-perumpamaan ini sebagai al-’Ālimūn
(orang-orang yang berilmu), sebagaimana firman-Nya:
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا
لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُوْنَ
“Sungguh, perumpamaan-perumpa-maan itu Kami buat untuk manusia. Dan
tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-’Ankabūt:
43)
Tidak tersembunyi bagi setiap pemilik akal sehat bahwa dalam
perumpamaan-perumpamaan itu Alloh ﷻ menjadikan banyak hikmah, menyimpan banyak
faedah, dan mengaitkannya dengan kebutuhan yang besar.
Para ulama pun telah menekankan pentingnya ilmu ini:
Imam Asy-Syāfi’ī (204 H) menganggap Amtsaalul Qur’an
sebagai bagian dari ilmu-ilmu Al-Qur’an yang wajib diketahui oleh seorang
mujtahid. Beliau berkata bahwa itu adalah “perumpamaan yang dibuat untuk
menunjukkan ketaatan kepada-Nya, menguatkan untuk menjauhi maksiat-Nya dan
meninggalkan kelalaian serta memperbanyak keutamaan nawāfil.”
Al-Māwardī (450 H) berkata, “Sungguh, ilmu Al-Qur’an yang
paling agung adalah ilmu perumpamaan-perumpamaannya.”
[3] Definisi Perumpamaan (Al-Matsal)
Secara bahasa, al-matsal (المثل) adalah apa yang diserupakan dengannya
sesuatu agar sesuatu itu dapat dipahami (Al-Kholīl bin Ahmad, 175 H). Kata matsal
(مثل) dan mitsl (مثل) bersinonim dengan syibh
(شبه) dan syabah (شبه) yang bermakna “serupa.”
Kata al-mutslāt (المثلات) adalah bentuk jamak dari mutslah (مثلة) yang bermakna
hukuman (al-‘uqūbāt). Kata ini digunakan karena dengannya manusia
mengetahui hukuman yang menimpa umat-umat terdahulu yang mendurhakai Robb
mereka, seperti diserupakan menjadi kera dan babi, dihancurkan dengan gempa,
angin, dibenamkan, atau ditenggelamkan.
1.2:
Klasifikasi Perumpamaan dalam Al-Qur’an
Para peneliti membagi perumpamaan dalam Al-Qur’an menjadi
tiga jenis utama:
[1] Al-Amtsāl Aṣ-Ṣorīḥah (Perumpamaan Jelas)
Ini adalah perumpamaan yang disebutkan secara eksplisit
dengan lafazh al-matsal (المثل)
atau kata yang semakna dengannya.
Dalil:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ
نَارًا
“Perumpamaan mereka seperti perumpamaan orang yang
menyalakan api.” (QS. Al-Baqoroh: 17)
[2] Al-Amtsāl Al-Mursalah (Perumpamaan Lepas)
Ini adalah kalimat-kalimat yang diucapkan secara lepas
(tidak terikat lafazh penyerupaan) namun sering dijadikan perumpamaan karena
mengandung pelajaran yang kuat (ʻiḍzoh), ibroh, dan memiliki daya
persuasif. Kalimat-kalimat ini memperoleh status sebagai perumpamaan (mitslīyyah)
setelah tersebar luas di kalangan Muslim.
Dalil:
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى
تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (al-birr)
yang sempurna sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS.
Āli ‘Imroon: 92)
[3] Al-Amtsāl Al-Kāminah (Perumpamaan Tersembunyi)
Ini adalah makna atau kandungan ayat yang menyerupai
peribahasa ‘Arob yang dikenal, tanpa ada lafazh penyerupaan yang jelas (shorīḥ)
ataupun yang lepas (mursalah). Maknanya tersembunyi, bukan pada
lafazhnya.
Al-Māwardī (450 H) meriwayatkan bahwa Al-Husain bin Al-Fadhl
pernah ditanya apakah peribahasa “Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan”
ditemukan dalam Kitab Alloh ﷻ.
Beliau menjawab, “Ya, dalam empat tempat,” di antaranya:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً
إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan.” (QS.
Al-Isroo’: 29)
Larangan Membuat Perumpamaan Atas Allah
Manusia dilarang untuk membuat perumpamaan bagi Alloh ﷻ
(membandingkan Alloh ﷻ
dengan makhluk-Nya) atau menjadikan-Nya bandingan (andād), karena Alloh ﷻ
Maha Mengetahui sedangkan manusia tidak.
فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ
إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Oleh karena itu, janganlah kamu membuat
perumpamaan-perumpamaan untuk Alloh. Sungguh, Alloh mengetahui, sedangkan kamu
tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 74)