Fokus Penyucian Jiwa dengan Tobat, Istighfar, dan Muhasabah di Ujung Usia
5.1:
Surah An-Nashr dan Isyarat Perpisahan Nabi ﷺ
Seorang
Muslim yang cerdas sungguh menyadari bahwa tubuh yang mulai renta adalah alarm
keras dari Alloh ﷻ
yang mengisyaratkan dekatnya akhir perjalanan. Jika di awal kehidupan, seorang
hamba sibuk membangun, maka di akhir kehidupan, ia harus sibuk membersihkan.
Membersihkan batin dari noda dosa dan kezholiman adalah prioritas yang paling mendesak.
Penyucian
jiwa ini memiliki teladan yang paling agung dari Rosululloh ﷺ, yang mana beliau di akhir
hayatnya diperintahkan secara khusus untuk memperbanyak tasbih dan istighfar.
Perintah ini datang melalui Surah An-Nashr.
إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ
أَفْوَاجًا * فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila
telah datang pertolongan Alloh dan kemenangan (Penaklukan Makkah), dan kamu
lihat manusia masuk agama Alloh dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah
dengan memuji Robb-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh, Dia adalah Maha
Penerima tobat.” (QS. An-Nashr: 1-3)
Umar bin
Khotthob rodhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Ibnu Abbas rodhiyallahu
‘anhuma tentang makna Surah An-Nashr. Jawaban Ibnu Abbas (wafat 68 H)
sungguh menyentuh hati. Ibnu Abbas berkata:
هُوَ
أَجَلُ رَسُولِ اللّٰهِ ﷺ أَعْلَمَهُ إِيَّاهُ
“Surah
An-Nashr adalah dekatnya ajal Rosululloh ﷺ, yang diberitahukan Alloh ﷻ kepadanya.” (HR.
Al-Bukhori no. 3627)
Mengapa
ayat kemenangan justru menjadi isyarat perpisahan?
Ibnu Abbas
menjelaskan, ketika kemenangan datang, Fathu Makkah terwujud, dan manusia masuk
Islam berbondong-bondong, itu berarti tugas kenabian telah paripurna.
Jika tugas
telah selesai, maka Rosululloh ﷺ akan menghadap kepada Alloh ﷻ untuk menerima balasan dan
derajat tertinggi.
Perintah di
ayat terakhir, Fasabbih bihamdi Robbika wastaghfirh (Maka bertasbihlah
dengan memuji Robb-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya), adalah petunjuk agung
bagi umat ini, khususnya bagi mereka yang telah menyelesaikan tugas hidupnya di
dunia.
Jika
seorang Nabi yang ma’shum (terjaga dari dosa) saja diperintahkan untuk
memperbanyak istighfar di akhir hayatnya, apalagi kita, hamba biasa yang
amalannya pasti diwarnai kelalaian, kesombongan, bahkan dosa yang tersembunyi.
5.2:
Adab Mengakhiri Hidup dengan Tobat Nasuha
Tobat
adalah kewajiban yang harus dilakukan seorang Muslim di setiap waktu. Namun,
tobat di ujung usia, saat alarm kematian sudah berbunyi, memiliki urgensi yang
tak tertandingi. Tobat di masa ini haruslah tobat nasuha yang sempurna.
Definisi Tobat Nasuha
Secara syar’i,
Tobat Nasuha adalah tobat yang murni dan jujur, yang memenuhi tiga syarat utama:
1. Menyesal (nadam)
secara mendalam atas dosa yang telah dilakukan. Ia terkait masa lalu.
2. Meninggalkan (iqlā’)
dosa tersebut secara langsung dan total. Ia terkait masa sekarang.
3. Bertekad kuat (‘azm)
untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.
4. Jika dosa itu
berkaitan dengan hak sesama manusia (haqqul ādamī), maka ditambah syarat
keempat: Mengembalikan hak atau meminta maaf kepada orang yang dizholimi.” (Ini
akan dibahas lebih khusus di Bab 7)
Tobat di Masa Sakaratul
Maut
Penting
untuk dipahami bahwa tobat seseorang tidak akan diterima jika sudah mencapai
fase ghorghoroh (ruh sudah sampai di tenggorokan, menjelang keluar dari
jasad).
Alloh ﷻ
berfirman:
وَلَيْسَتِ
التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ
“Dan
tidaklah tobat itu diterima dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
(terus-menerus), yang jika datang kematian kepada seorang dari mereka, barulah
ia berkata: ‘Sungguh, saya bertaubat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima tobat)
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran.” (QS. An-Nisa: 18)
Rosululloh ﷺ juga menegaskan hal ini:
إِنَّ
اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sungguh,
Alloh menerima tobat seorang hamba selama ruh (nyawa) belum sampai di
tenggorokan (ghorghoroh).” (HR. At-Tirmidzi no. 3537, hasan)
Inilah
alasan mengapa seorang lansia tidak boleh menunda tobatnya satu hari pun.
Selama masih sehat, selama lisan masih lancar, ia harus bersungguh-sungguh
dalam istighfar dan penyesalan. Jangan sampai tobat itu baru diucapkan di
detik-detik akhir, di mana tobat sudah tidak lagi diterima. Tobat yang paling
mulia adalah tobat yang dilakukan saat hamba masih memiliki kekuatan untuk
berbuat maksiat, namun ia memilih untuk meninggalkannya karena takut kepada
Alloh ﷻ.
5.3:
Perintah Istighfar di Penghujung Amal Ketaatan
Sunnah Nabi ﷺ yang mulia, menyebutkan bahwa setiap amal
ketaatan, meskipun dilakukan dengan segenap hati, harus diakhiri dengan
istighfar (memohon ampun). Mengapa demikian? Karena seorang hamba yang jujur
akan menyadari bahwa ibadahnya pasti memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan.
1. Istighfar Setelah
Sholat Fardhu
Ini adalah
contoh yang paling rutin. Setelah Sholat wajib yang merupakan rukun Islam
terpenting, kita diperintahkan membaca Astaghfirulloh tiga kali.
Dari Tsauban
rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh ﷺ jika beliau selesai dari
Sholatnya, beliau beristighfar tiga kali.” (HR. Muslim no. 591)
Istighfar
setelah Sholat adalah pengakuan akan kekurangan dalam khusyu’,
ketidaksempurnaan gerakan, atau kelalaian pikiran.
2. Istighfar Setelah Haji
Setelah
selesai menunaikan ibadah Haji yang merupakan rukun Islam, seorang hamba
diperintahkan untuk beristighfar, sebagaimana termaktub dalam Surah Al-Baqoroh:
ثُمَّ
أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kemudian
bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang banyak (‘Arofah) dan mohonlah
ampun kepada Alloh. Sungguh, Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Baqoroh: 199)
3. Istighfar Setelah
Qiyamul Lail
Bahkan,
bagi hamba yang menghidupkan malam dengan Sholat dan munajat, Alloh ﷻ
memuji mereka yang beristighfar menjelang waktu Shubuh (Sahur).
كَانُوا
قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ * وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di waktu-waktu Sahur (menjelang
fajar), mereka memohon ampun (beristighfar).” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Penyelesaian
seluruh amal ketaatan dalam hidup harus ditutup dengan istighfar. Rosululloh ﷺ sendiri, setelah turunnya
Surah An-Nashr, memperbanyak istighfar.
Aisyah rodhiyallahu
‘anha berkata:
مَا صَلَّى
النَّبِيُّ ﷺ صَلاَةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ: ﴿إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ﴾ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا: «سُبْحَانَكَ رَبَّنَا
وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي»
“Tidaklah
Rosululloh ﷺ
Sholat setelah diturunkan kepadanya surat An-Nashr kecuali beliau mengucapkan
di dalamnya (rukuk dan sujud): Subhānaka Robbana wa bihamdika,
Allōhummaghfir lī (Maha Suci Engkau wahai Robb kami, dan dengan segala
puji-Mu, Ya Alloh ampunilah aku).” (HR. Al-Bukhori no. 4967)
Inilah
kunci penyucian jiwa di ujung usia: jadikan istighfar sebagai penutup setiap
amal, dan sebagai nafas harian yang tidak terputus.
5.4:
Muhāsabah Jangka Panjang
Tobat yang
jujur harus didahului oleh Muhāsabah (introspeksi atau perhitungan diri) yang
mendalam. Muhāsabah adalah prioritas ibadah hati yang sangat ditekankan di masa
tua.
Seorang
lansia memiliki waktu luang yang lebih banyak, yang seharusnya digunakan untuk
merenungi dan menghitung kerugian masa lalu, sebelum datangnya hari perhitungan
yang sesungguhnya.
Alloh ﷻ
berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap jiwa
memperhatikan apa yang telah ia perbuat untuk hari esok (Akhiroh). Dan
bertaqwalah kepada Alloh. Sungguh, Alloh Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
Tiga Bentuk Muhāsabah di
Masa Tua
Muhāsabah
Kewajiban:
Menghitung kembali semua kewajiban yang mungkin pernah terlewatkan (Sholat yang
ditinggalkan, Puasa yang qodho-nya belum tuntas, Zakat yang belum dikeluarkan,
Haji yang belum ditunaikan).
Muhāsabah
Dosa Besar:
Mengingat dan mencatat dosa-dosa besar (seperti khomr, judi, zina, dan
lain-lain) untuk memastikan tobatnya dilakukan secara spesifik dan
sungguh-sungguh.
Muhāsabah
Hak Ādamī: Ini
adalah Muhāsabah terberat, yaitu mengingat siapa saja yang pernah ia zholimi,
ia sakiti, ia ambil hartanya, atau ia gunjing. Setiap kezholiman ini wajib
diselesaikan sebelum ruh keluar dari jasad.
Umar bin
Khotthob rodhiyallahu ‘anhu berkata:
حَاسِبُوا
أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا
“Hitunglah
(amal) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Alloh ﷻ), dan timbanglah diri kalian
sebelum kalian ditimbang.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 34459)
Muhāsabah
di masa senja ini harus bersifat praktis. Setelah teringat satu dosa, segera
susul dengan istighfar. Setelah teringat satu kezholiman kepada manusia, segera
susul dengan upaya untuk meminta maaf atau mengembalikan hak.
5.5:
Doa Usia Terbaik di Penghujung Hidup
Seorang Mu’min yang bijaksana tidak hanya bertaubat atas
masa lalunya, tetapi juga memohon agar masa depannya (sisa umurnya) menjadi
yang terbaik di hadapan Alloh ﷻ.
Salah satu doa yang sangat mendalam, diriwayatkan dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallahu ‘anhu, adalah permohonan agar Alloh ﷻ menjadikan bagian akhir hidupnya sebagai bagian yang paling
mulia.
Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallahu ‘anhu sering
berdoa:
اللَّهُمَّ
اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي
يَوْمَ أَلْقَاكَ
Allōhumma ij’al khoiro ‘umrī ākhirohu, wa khoiro ‘amalī khawātimahu, wa
khoiro ayyāmī yauma alqōka (Ya Alloh,
jadikanlah sebaik-baik umurku adalah akhirnya, sebaik-baik amalku adalah
penutupnya, dan sebaik-baik hari-hariku adalah hari ketika aku bertemu
dengan-Mu).” (HR. Ibnu Abi
Syaibah no. 29510)
Doa ini
adalah esensi dari Fikih Prioritas di ujung usia.
Jadikan
akhir umur yang terbaik: Ini adalah permohonan agar usia tua, di mana energi berkurang, justru
diisi dengan ketaatan yang nilainya lebih besar daripada ketaatan di masa muda.
Jadikan penutup
amal yang terbaik:
Ini adalah permohonan husnul khotimah, agar amal terakhir yang dilakukan
adalah amal sholih.
Jadikan
hari terbaik adalah hari perjumpaan: Ini mencerminkan rojā’ (harapan) yang
kuat dan mahabbah (cinta) yang mendalam kepada Alloh ﷻ, di
mana hari kematian tidak dipandang sebagai kesedihan, melainkan sebagai puncak
kebahagiaan.
Doa inilah
yang harus diresapi dan dijadikan amalan rutin oleh setiap Muslim yang telah
memasuki usia senja.
5.6:
Tobat dari Sifat Sombong dan Marah
Di antara dosa-dosa tersembunyi yang harus disucikan di
ujung usia adalah penyakit hati, terutama kibr (sombong) dan ghodhob (marah). Kedua sifat ini
seringkali memburuk di masa tua, karena seseorang merasa memiliki pengalaman
dan kekuasaan, atau ia menjadi mudah emosi dan tidak sabar menghadapi
perubahan.
1. Tobat dari Sifat Kibr
Kibr adalah
dosa pertama yang dilakukan iblis, dan ia adalah dosa yang menghalangi
seseorang masuk Jannah.
Rosululloh ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan
masuk Jannah siapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun seberat
biji dzarroh (atom).” (HR. Muslim no. 91)
Bagi
seorang lansia, kibr sering muncul dalam bentuk:
1. Merasa lebih
pintar dari anak dan cucunya.
2. Merasa amalnya
lebih banyak dari orang lain (‘Ujub).
3. Enggan meminta maaf
atau mengakui kesalahan kepada yang lebih muda.
Tobat dari kibr
berarti merendahkan hati, menerima nasihat, dan berupaya membersihkan hati dari
pandangan meremehkan orang lain.
2. Tobat dari Sifat Ghodhob
Marah
berlebihan seringkali menjadi pemicu kezholiman lisan, bahkan kezholiman fisik
di masa tua. Marah adalah jalan setan untuk memutus tali silaturahim dan
merusak amal baik.
Rosululloh ﷺ pernah ditanya: “Berilah aku
wasiat.” Beliau menjawab:
لَا تَغْضَبْ
“Janganlah
kamu marah.
Orang itu
mengulangi pertanyaannya beberapa kali, dan Nabi ﷺ tetap menjawab: Lā
taghdhob (Janganlah kamu marah).” (HR. Al-Bukhori no. 6116)
Tobat dari ghodhob
berarti melatih diri untuk bersabar, berlapang dada (tasāmuh), dan
sering melakukan ta’awwudz (memohon perlindungan kepada Alloh ﷻ dari
setan) saat emosi memuncak. Mengendalikan amarah adalah jihad terbesar di usia
senja.
Dengan muhāsabah
yang teliti terhadap penyakit hati ini, seorang lansia telah menjalankan
penyucian jiwa yang paling dalam, yang merupakan jaminan bagi keikhlasan amal
dan husnul khotimah.