Perkuat Roja (Harapan Baik Kepada Allah) Saat di Ujung Usia
6.1:
Keseimbangan Antara Takut (Khouf) dan Harap (Rojā’)
Hubungan
seorang hamba dengan Robb-nya ditegakkan di atas dua sayap yang tidak boleh
pincang: khouf (rasa takut) dan rojā’ (rasa harap). Kedua sayap
ini harus seimbang dan berjalan beriringan sepanjang hidup seorang Mu’min.
Khouf
adalah rasa takut terhadap adzab Alloh ﷻ, takut akan su’ul khotimah,
dan takut jika amalannya tidak diterima. Rasa takut inilah yang mendorong
seorang hamba menjauhi maksiat dan istiqomah dalam ketaatan.
Rojā’
adalah rasa harap dan prasangka baik (husnudzon) kepada rohmat, ampunan,
dan janji Alloh ﷻ.
Rasa harap inilah yang memotivasi seorang hamba untuk terus beramal dan
beristighfar tanpa putus asa.
Alloh ﷻ
memuji para Nabi dan orang-orang sholih yang menyembah-Nya dengan kedua
perasaan ini.
Alloh ﷻ
berfirman:
أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Mereka
itu, orang-orang yang mereka seru, justru mencari jalan mendekat kepada Robb
mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat, dan mereka mengharap
rohmat-Nya dan takut akan adzab-Nya. Sungguh, adzab Robb-mu itu adalah sesuatu
yang harus ditakuti.” (QS. Al-Isro: 57)
Imam Ibnul
Qoyyim Al-Jauziyyah (751 H) menjelaskan bahwa jika khouf terlalu
mendominasi, seorang hamba bisa putus asa dari rohmat Alloh ﷻ
(padahal putus asa adalah dosa besar). Sebaliknya, jika rojā’ terlalu
dominan, ia bisa merasa aman dari makar Alloh ﷻ dan meremehkan dosa. Keduanya
adalah jalan yang menyimpang.
Keseimbangan dalam Tiga
Fase Kehidupan
Para ulama
memberikan rincian tentang kapan salah satu dari keduanya harus lebih dominan:
Saat
Sehat dan Muda: Khouf
harus lebih dominan. Ini bertujuan agar ia berhati-hati dalam setiap tindakan,
menjauhi maksiat, dan tidak meremehkan dosa. Ia harus selalu waspada dan takut
akan makar Alloh ﷻ.
Saat
Beramal Sholih:
Keseimbangan harus ditegakkan. Beramal dengan khouf (takut jika
amalannya tidak diterima) namun juga dengan rojā’ (berharap amalannya
diterima dan dilipatgandakan).
Saat
Sakit Parah dan Menjelang Ajal: rojā’ harus lebih dominan. Inilah fase yang kita bahas secara
khusus dalam bab ini.
6.2:
Keutamaan Mengedepankan Rojā’ saat Sakaratul Maut
Ketika seorang hamba berada di ujung usia, saat fisik sudah
lemah dan tidak ada lagi waktu untuk menambah amal, fokusnya harus beralih
sepenuhnya pada harapan baik (rojā’) kepada Alloh ﷻ.
Ini adalah
Sunnah yang ditegaskan langsung oleh Rosululloh ﷺ kepada para Shohabat beliau.
Jabir bin Abdullah rodhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan:
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللّٰهِ ﷺ قَبْلَ مَوْتِهِ بِثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يَقُولُ: لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ
إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
“Aku
mendengar pesan Rosululloh ﷺ
tiga hari sebelum beliau wafat, beliau bersabda: ‘Jangan sekali-kali salah
seorang dari kalian meninggal dunia kecuali dalam kondisi dia husnudzon
(berprasangka baik) kepada Alloh ﷻ.” (HR. Muslim no. 2877)
Mengapa Rojā’ Didahulukan
Saat Ajal?
Di masa
ini, tidak ada lagi kesempatan bagi hamba untuk menambah banyak amal selain
tobat. Yang tersisa hanyalah kepasrahan total dan keyakinan mutlak terhadap rohmat
Alloh ﷻ
yang luas.
Menghindari
Putus Asa: Jika
rasa takut (khouf) mendominasi, hamba bisa berprasangka buruk kepada
Alloh ﷻ,
merasa dosa-dosanya terlalu besar untuk diampuni, lalu jatuh ke dalam
keputusasaan. Padahal, rohmat Alloh ﷻ jauh lebih luas daripada dosa
hamba.
Berjumpa
dalam Ketenangan:
Seorang hamba harus bertemu Robb-nya dalam keadaan tenang, yakin, dan berharap.
Alloh ﷻ
akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan prasangka hamba itu sendiri.
Rosululloh ﷺ bersabda dalam Hadits Qudsi:
يَقُولُ
اللّٰهُ تَعَالَىٰ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Alloh ﷻ
berfirman: ‘Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku.” (HR.
Al-Bukhori no. 7405 dan Muslim no. 2675)
Jika hamba
berprasangka baik (husnudzon) bahwa Alloh ﷻ akan mengampuninya, maka
Alloh ﷻ
akan mengampuninya. Jika ia berprasangka buruk bahwa Alloh ﷻ akan
mengadzabnya, maka hal itu bisa saja terjadi. Oleh karena itu, berprasangka
baik adalah ibadah hati yang paling mulia di detik-detik akhir.
6.3:
Husnudzon Kepada Alloh ﷻ
dalam Janji-Nya
Husnudzon kepada Alloh ﷻ
bukanlah sikap yang didasarkan pada angan-angan kosong, melainkan didasarkan
pada keyakinan teguh terhadap ayat-ayat dan Hadits-Hadits yang menjelaskan
tentang kemurahan dan Rohmat Alloh ﷻ.
Husnudzon
memiliki tiga pilar, yaitu:
Rohmat-Nya Mendahului Murka-Nya
Rosululloh ﷺ bersabda:
لَمَّا
خَلَقَ اللَّهُ الخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ وَهُوَ يَكْتُبُ عَلَى نَفْسِهِ وَهُوَ
وَضْعٌ عِنْدَهُ عَلَى العَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي
“Ketika
Alloh ﷻ
menetapkan penciptaan, Dia menulis di dalam Kitab-Nya—dan Kitab itu berada di
sisi-Nya di atas Arsy—bahwasanya: ‘Sungguh, rohmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku.”
(HR. Al-Bukhori no. 7404 dan Muslim no. 2751)
Keyakinan
ini harus tertanam kuat di hati lansia: meskipun dosanya banyak, rohmat Alloh ﷻ jauh
lebih luas. Tidak boleh ada keputusasaan.
Kemurahan-Nya dalam
Penerimaan Tobat
Seorang
lansia yang bertaubat dengan jujur harus yakin bahwa Tobat Nasuha akan menghapus
dosa-dosa sebelumnya, seberapa pun besarnya.
Alloh ﷻ
berfirman:
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ
اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah
(Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rohmat Alloh. Sungguh, Alloh
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dia adalah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Janji Balasan Sempurna
Bagi amal
sholih yang telah ia kerjakan secara rutin di masa sehatnya, ia harus yakin
bahwa pahala itu akan dicatat sempurna, meskipun ia sudah tidak mampu
melanjutkannya karena sakit atau uzur.
إِنَّ
اللهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً، يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا
فِي الْآخِرَةِ
“Sungguh,
Alloh tidak akan menzholimi seorang Mu’min satu pun kebaikan; ia akan diberi
balasan dengannya di dunia dan akan diberi balasan dengannya di Akhiroh.” (HR.
Muslim no. 2808)
6.4:
Menggabungkan Khouf dan Rojā’
Meskipun di
ambang kematian rojā’ harus didahulukan, hal itu tidak berarti khouf
dihilangkan sama sekali. Justru, kondisi yang paling sempurna adalah ketika
kedua perasaan ini hadir, yang mencerminkan kejujuran hamba: berharap karena
tahu rohmat Alloh ﷻ
luas, dan takut karena menyadari dosa-dosanya.
Rosululloh ﷺ pernah menjenguk seorang
pemuda yang sedang sakit keras. Beliau bertanya:
كَيْفَ
تَجِدُكَ؟
“Bagaimana
kondisimu? Pemuda itu menjawab:
وَاللّٰهِ
يَا رَسُولَ اللّٰهِ، إِنِّي أَرْجُو اللّٰهَ، وَإِنِّي أَخَافُ ذُنُوبِي
“Demi Alloh
ya Rosululloh, sungguh saya sangat berharap kepada Alloh dan saya sangat takut
akan dosa-dosaku.
Mendengar
jawaban jujur ini, Rosululloh ﷺ
memberikan jaminan yang luar biasa:
لَا يَجْتَمِعَانِ
فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا المَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو
وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
“Tidaklah
dua hal ini (rasa harap dan takut) terkumpul pada hati seorang hamba di tempat
yang seperti ini, kecuali Alloh akan memberikan apa yang dia harapkan dan Dia
akan mengamankan dia dari apa yang dia takutkan.” (HR. At-Tirmidzi no. 983,
hasan)
Hadits ini
adalah penawar bagi hati yang gelisah di ujung usia. Tugas hamba hanyalah
jujur, harap kepada rohmat Alloh ﷻ, dan takut akan adzab-Nya.
Ganjaran dari kejujuran ini adalah keamanan sempurna di Akhiroh.
Inilah
prioritas ibadah hati yang paling tinggi di masa senja: memurnikan rojā’
dengan tetap memiliki khouf yang wajar, hingga Alloh ﷻ
memberikan apa yang ia harapkan (Jannah) dan mengamankan dari apa yang ia
takuti (Naar).
6.5:
Tawakkal dan Qonā’ah
Selain khouf
dan rojā’, terdapat dua ibadah hati yang sangat ditekankan di ujung
usia, karena keduanya adalah kunci ketenangan batin dalam menghadapi perubahan
dan ketidakpastian dunia: Tawakkal dan Qonā’ah.
1. Tawakkal (Berserah Diri Total)
Tawakkal adalah penyandaran urusan secara total kepada Alloh
ﷻ setelah melakukan usaha maksimal. Di masa tua, Tawakkal menjadi
sangat penting karena seorang lansia mulai kehilangan kontrol atas kesehatan,
harta, dan bahkan nasibnya. Ia harus meyakini bahwa semua yang terjadi adalah
ketetapan terbaik dari Alloh ﷻ.
Tawakkal di masa tua mencakup:
Tawakkal dalam Kesehatan: Menerima segala penyakit
dan kelemahan fisik sebagai penghapus dosa dan peninggi derajat, yakin bahwa
Alloh ﷻ telah menetapkan yang terbaik.
Tawakkal dalam Urusan Anak: Setelah berwasiat dan
mendidik, seorang lansia harus berserah diri kepada Alloh ﷻ
atas nasib anak dan harta yang ditinggalkan.
Alloh ﷻ
berfirman:
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan siapa
yang bertawakkal (berserah diri) kepada Alloh, maka Alloh akan mencukupi
(segala keperluannya).” (QS. Ath-Tholaq: 3)
2. Qonā’ah (Rasa Cukup dan
Puas)
Qonā’ah
adalah menerima dengan lapang dada rezeki yang Alloh ﷻ berikan, tanpa merasa iri
atau tamak terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Penyakit
tamak seringkali menjadi semakin parah di usia tua, di mana seseorang ingin
mengumpulkan harta lebih banyak, berebut posisi, atau merasa tidak puas dengan
warisan yang akan ia tinggalkan. Sifat ini merusak husnul khotimah.
Qonā’ah
adalah kekayaan sejati. Rosululloh ﷺ bersabda:
لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan
bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang hakiki adalah
kekayaan jiwa (rasa cukup).” (HR. Al-Bukhori no. 6446)
Seorang
lansia yang Qonā’ah akan menjalani sisa hidupnya dengan damai. Ia tidak akan
menyibukkan diri dengan sengketa tanah sekecil apa pun dan tidak akan merasa
khawatir dengan urusan dunia yang sebentar lagi ia tinggalkan. Ia fokus pada
ibadah hati, memandang dunia hanya sebagai titipan, dan memandang rohmat Alloh ﷻ
sebagai harta yang abadi.
6.6:
Memohon Keteguhan Sampai Akhir
Puncak dari menjaga hubungan dengan Alloh ﷻ
adalah memohon keteguhan iman sampai akhir hayat. Ini adalah doa yang paling
sering diucapkan oleh Rosululloh ﷺ, yang menunjukkan betapa bahayanya inhiroof
(penyimpangan) di detik-detik akhir.
Ummu Salamah rodhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa
doa yang paling sering diucapkan Nabi ﷺ adalah:
يَا مُقَلِّبَ
الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Yā muqollibal qulūb, tsabbit qalbī ‘alā dīnika (Wahai
Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” (HR.
At-Tirmidzi no. 3522, shohih)
Mengapa Nabi ﷺ yang imannya paling sempurna masih
memanjatkan doa ini? Karena beliau tahu bahwa hati seorang hamba bisa berubah
dalam sekejap, dan penentuannya adalah saat ajal.
Bagi
seorang lansia, doa ini harus menjadi nafas harian, diucapkan secara rutin di
dalam Sholat maupun di luar Sholat. Memohon keteguhan iman di masa tua adalah
bentuk Tawakkal tertinggi, sebab ia mengakui kelemahannya dan menyerahkan
kendali keteguhan hatinya sepenuhnya kepada Alloh ﷻ.
Dengan
memadukan rojā’ yang kuat, tawakkal yang kokoh, qonā’ah yang damai, dan
doa keteguhan yang istiqomah, seorang hamba telah memastikan ia akan menghadap
Alloh ﷻ
dengan bekal yang paling mulia: hati yang suci dan penuh harap.