HAKIKAT DAN MAJAZ MENURUT IBNU TAIMIYYAH
20.1 Definisi Hakikat dan Majaz
Para ulama yang menetapkan adanya Majaaz (terutama
Mutakallimun dan Mu’tazilah) mendefinisikan keduanya sebagai berikut:
20.1.1
Hakikat
Lafazh yang
digunakan sesuai dengan tujuan awal penetapannya dalam bahasa Arob.
Contoh:
Lafazh “أَسَدٌ”
(singa) digunakan untuk hewan buas yang ganas.
20.1.2
Majaaz (Majaz/Kiasan)
Lafazh yang
digunakan tidak sesuai dengan tujuan awal penetapannya, melainkan berdasarkan
keserupaan antara makna awal dengan makna yang baru.
Contoh:
Ketika seseorang berkata, “Aku melihat singa (asad) di atas mimbar,”
yang dimaksud adalah laki-laki pemberani (bukan hewan singa).
20.2
Penolakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah terhadap Majaz
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) dan para Muhaqqiqun
(peneliti) dari kalangan Salaf menolak adanya pembagian Hakikat dan Majaaz
dalam Al-Qur’an secara mutlak.
Status Istilah Majaaz:
Istilah Majaaz adalah istilah baru yang tidak dikenal oleh
kaum Salaf, para Shohabat rodhiyAllohu ‘anhum, para Aimmah (Imam Fiqih
yang empat), dan ahli Nahwu (tata bahasa Arob) terkemuka pada masa awal.
Istilah ini
muncul dari kalangan mutakallimun (ahli filsafat/bid’ah), khususnya dari
Mu’tazilah.
Kaidah
Bahasa Arob yang Benar
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berpendapat bahwa semua lafazh dalam Al-Qur’an
berada pada makna Hakikat.
Lafazh
digunakan sesuai dengan konteks kalimat dan penyandaran.
Contoh:
Lafazh “جَنَاحٌ”
(sayap). Jika disandarkan kepada burung (جَنَاحُ الطَّائِرِ), maka artinya sayap yang sebenarnya.
Jika
disandarkan kepada (ذُلٌّ)
kerendahan pada (جَنَاحُ الذُّلِّ), maka artinya sisi kerendahan yang lembut.
Dalam
setiap konteks, lafazh tersebut memiliki makna hakikat yang dimaksudkan oleh
penuturnya, dan bukan majaz.
20.3
Contoh Ayat yang Diduga Majaaz
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) membantah penafsiran Majaaz terhadap Ayat-Ayat
Sifat Alloh:
20.3.1
Tentang Yad (Tangan) Alloh
Firman
Alloh:
قَالَ
يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
“Dia
(Alloh) berfirman, ‘Wahai Iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud
kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua Tangan-Ku?’” (QS. Shood: 75)
Dugaan
Majaaz: Kelompok mutakallimun menafsirkan Yad (Tangan) di sini sebagai Kekuatan
(Qudroh) atau Ni’mat.
Bantahan:
Alloh menggunakan bentuk Tatsniyah (dua), yaitu Yadayya (kedua tangan-Ku).
Lafazh “dua Kekuatan” atau “dua Ni’mat” adalah tidak dikenal dalam bahasa Arob,
dan ini akan merusak makna hakikat al-khuluq (penciptaan). Makna yang
benar adalah Hakikat Tangan yang sesuai dengan Keagungan-Nya.
20.3.2
Tentang Bertanya Kepada Desa
Firman
Alloh:
وَاسْأَلِ
الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا
“bertanyalah kepada desa yang kami
tempati.” (QS. Yusuf: 82)
Dugaan
Majaaz: Sebagian orang berkata ini Majaaz, maksudnya adalah penduduk
desa.
Bantahan: Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, lafazh “الْقَرْيَةَ” (desa) dalam bahasa Arob digunakan untuk merujuk pada desa itu
sendiri dan penduduknya. Dalam konteks ini, yang dimaksud adalah penduduknya,
tetapi lafazhnya tetap Haqiiqoh dan bukan Majaz, karena maknanya sudah jelas
dari konteks.
20.4
Dampak Buruk Menggunakan Majaz
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) memperingatkan bahwa penetapan Majaaz dalam Al-Qur’an
adalah sumber kesesatan:
20.4.1
Menyebabkan Ilhaad (Penyimpangan) dalam Nama dan Sifat Alloh
Jika Majaaz
diterima, maka seseorang akan mudah menafsirkan semua Sifat Alloh (seperti
Istiwaa’ (bersemayam), Wajh (wajah), Yad (tangan), Nuzul (turun)) sebagai
Majaaz.
Hal ini
menyebabkan penolakan terhadap Hakikat Sifat Alloh dan menyerupai ilhaad
(penyimpangan) yang dilakukan kaum kafir.
20.4.2
Menjadikan Al-Qur’an sebagai Teka-Teki
Mengatakan Al-Qur’an
mengandung Majaaz berarti menjadikan Alloh berbicara dengan cara yang tidak
dipahami oleh pendengar pertama (kaum Arob). Padahal, Alloh telah berfirman
bahwa Al-Qur’an adalah penjelas (Mubayyin).