Cari Artikel

Mempersiapkan...

IJAAZ DAN ITHNAB MENURUT IBNU TAIMIYYAH

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) membahas mengenai dua ilmu Balaaghoh (Retorika Bahasa) yang sangat penting dalam Al-Qur’an: Ijaaz dan Ithnab.

13.1 Definisi Ijaaz dan Ithnab

13.1.1 Ijaaz (Ringkas)

Ijaaz adalah menyampaikan makna yang luas dan banyak dengan lafazh yang sedikit dan ringkas, namun tetap memenuhi maksud dan tujuan.

Ijaaz dicapai melalui pembuangan (حَذْفٌ) lafazh yang tidak merusak makna, seperti membuang mubtada (isim di awal kalimat), khobar (penjelas mubtada), mudhof (kata yang disandarkan), atau fi’il (kata kerja).

Contoh Ijaaz

Sabda Nabi Muhammad :

أُوتِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ

“Aku dianugerahi kata-kata yang padat (ringkas).”

Maksudnya adalah ucapan beliau ringkas, tidak panjang, tetapi sarat akan makna yang luas.

Firman Alloh:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ

“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rohmat Alloh.’” (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini ringkas namun padat, mencakup makna yang sangat luas bagi siapa saja yang melakukan dosa (telah melampaui batas).

13.1.2 Ithnab (Panjang/Rinci)

Ithnab adalah menyampaikan makna dengan lafazh yang berlebihan dan rinci (lebih banyak dari yang dibutuhkan), tetapi tetap mengandung faedah (faidah).

Jika penambahan lafazh itu tidak mengandung faedah, maka itu dinamakan sisipan yang tercela.

Contoh Ithnab:

Firman Alloh tentang orang-orang yang memerangi Alloh dan Rosul-Nya:

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ

“Sungguh, balasan bagi orang-orang yang memerangi Alloh dan Rosul-Nya, serta berbuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau diusir dari negeri.” (QS. Al-Maaidah: 33)

Ayat ini rinci (muthnib) karena menyebutkan semua jenis hukuman bagi orang yang berbuat kerusakan di muka bumi.

13.2 Penafian Pengulangan yang Murni

Tidak Ada Pengulangan Murni dalam Al-Qur’an:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menegaskan bahwa tidak ada pengulangan yang murni tanpa faedah dalam Al-Qur’an.

Setiap pengulangan lafazh atau kisah dalam Al-Qur’an pasti mengandung faedah dan tujuan yang berbeda pada setiap konteksnya.

Contoh Pengulangan yang Mengandung Faedah:

Pengulangan dalam Suroh Al-Ikhlash:

Firman Alloh:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai orang-orang Kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukanlah penyembah apa yang Aku sembah. Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pula pernah menjadi penyembah apa yang Aku sembah. Untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Lafazhnya diulang-ulang. Menurut para Mufassir, pengulangan ini bertujuan untuk penegasan dan penekanan baro’ah (pemutusan hubungan) dengan kaum kafir, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Pengulangan dalam Suroh Ar-Rohman:

Pengulangan firman Alloh:

﴿فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Maka ni’mat Robb-mu yang manakah yang kalian dustakan?” adalah untuk menjelaskan dan menegaskan ni’mat-ni’mat Alloh pada setiap konteksnya (setelah menyebutkan setiap ni’mat-Nya).

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url