Cari Artikel

Mempersiapkan...

Ijma dalam Faroidh (Warisan) - Ibnul Mundzir (319 H)


277. Pembagian Warisan Anak (Jika Tidak Ada Dzawil Furudh)

قَالَ اللَّهُ جَلَّ ذِكْرُهُ، وَتَقَدَّسَتْ أَسْمَاؤُهُ: ﴿يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ، وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَالَ الْمَيِّتِ بَيْنَ جَمِيعِ وَلَدِهِ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ، إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْفَرَائِضِ، إِذَا كَانَ مَعَهُمْ مَنْ لَهُ فَرْضٌ الْمَعْلُومُ، بُدِئَ بِفَرْضِهِ فَأُعْطِيَهُ، وَجُعِلَ الْفَاضِلُ مِنَ الْمَالِ بَيْنَ الْوَلَدِ: لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ.

Allah berfirman: “Allah mewasiatkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan. Jika anak-anak perempuan itu lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika dia seorang diri, maka baginya setengah (dari harta yang ditinggalkan).” (QS. An-Nisa’: 11)

Para ulama telah berijma’ bahwa harta peninggalan seorang mayit dibagikan di antara seluruh anak-anaknya — bagi anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak perempuan — selama tidak ada ahli waris lain dari kalangan ash-habul furudh (pemilik bagian pasti).

Namun, apabila bersama mereka terdapat ahli waris yang memiliki bagian tertentu (dzawul furudh), maka dimulai dengan memberikan bagian yang telah ditetapkan bagi mereka, kemudian sisa harta dibagikan kepada anak-anak dengan ketentuan: bagi anak laki-laki bagian dua kali lipat dari anak perempuan.

278. Bagian Dua Anak Wanita atau Lebih

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْأُنْثَيَيْنِ مِنَ الْبَنَاتِ الثُّلُثَيْنِ.

Mereka sepakat bahwa: bagi 2 anak wanita dari anak-anak perempuan (atau lebih) adalah 2/3.

279. Hukum Cucu Lelaki dan Cucu Wanita (Posisinya)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ بَنِيَ الِابْنِ، وَبَنَاتِ الِابْنِ يَقُومُونَ مَقَامَ الْبَنِينَ وَالْبَنَاتِ ذُكُورُهُمْ كَذُكُورِهِمْ، وَإِنَاثُهُمْ كَإِنَاثِهِمْ، إِذَا لَمْ يَكُنْ لِلْمَيِّتِ وَلَدٌ لِصُلْبِهِ.

Para ulama telah berijma’ bahwa anak-anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) dan anak-anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) menempati kedudukan anak-anak kandung laki-laki dan perempuan; laki-laki mereka seperti laki-laki anak kandung, dan perempuan mereka seperti perempuan anak kandung, selama mayit tidak memiliki anak kandung (yakni tidak ada anak langsung dari sulbinya).

280. Cucu dari Anak Wanita

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ وَلَدَ الْبَنَاتِ لَا يُوَرَّثُونَ، وَلَا يُحْجَبُونَ إِلَّا مَا اخْتُلِفَتْ فِيهِ مِنْ ذَوِي الْأَرْحَامِ.

Para ulama telah berijma’ bahwa anak-anak dari anak perempuan (yakni cucu dari jalur perempuan) tidak mendapatkan warisan, dan mereka juga tidak menjadi penghalang bagi ahli waris lain, kecuali dalam perkara yang diperselisihkan di antara ahli ilmu tentang bagian dzawul arham (kerabat melalui jalur selain pewarisan langsung).

281. Cucu Wanita Jika Anak Wanita Sudah Mendapatkan 2/3

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لَا مِيرَاثَ لِبَنَاتِ الِابْنِ إِذَا اسْتَكْمَلَ الْبَنَاتُ الثُّلُثَيْنِ، وَذَلِكَ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَ بَنَاتِ الِابْنِ ذَكَرٌ.

Para ulama telah berijma’ bahwa tidak ada bagian warisan bagi anak-anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari jalur laki-laki) apabila anak-anak perempuan (kandung) telah menyempurnakan bagian dua pertiga, dan hal itu berlaku apabila bersama cucu-cucu perempuan tersebut tidak ada cucu laki-laki (yakni tidak ada anak laki-laki dari anak laki-laki).

282. Bagian Cucu Wanita Jika Ada 1 Anak Wanita

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إِنْ تَرَكَ بَنَاتٍ وَبَنَاتِ ابْنٍ، فَلِلْبِنْتِ النِّصْفُ، وَلِبَنَاتِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةً لِلتَّثْلِيثِ.

Para ulama telah berijma’ bahwa apabila (seseorang yang meninggal) meninggalkan anak-anak perempuan (kandung) dan juga anak-anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari jalur laki-laki), maka bagi anak perempuan kandung mendapat setengah, sedangkan bagi anak-anak perempuan dari anak laki-laki mendapat seperenam sebagai penyempurna dua pertiga.

283. Warisan Anak Wanita dan Cucu Lelaki (Ashobah)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إِنْ تَرَكَ بِنْتًا وَابْنَ ابْنٍ، فَلِلْبِنْتِ النِّصْفُ، وَمَا بَقِيَ فَلِابْنِ الِابْنِ.

Para ulama telah berijma’ bahwa apabila (seseorang yang meninggal) meninggalkan seorang anak perempuan (kandung) dan seorang anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari jalur laki-laki), maka bagi anak perempuan kandung mendapat setengah, dan sisanya menjadi bagian anak laki-laki dari anak laki-laki.

284. Warisan Cucu Wanita yang Tingkatannya Berbeda

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إِنْ تَرَكَ ثَلَاثَ بَنَاتِ ابْنٍ بَعْضُهُنَّ أَسْفَلُ مِنْ بَعْضٍ، فَلِلْعُلْيَا مِنْهُنَّ النِّصْفُ، وَالَّتِي تَلِيهَا السُّدُسُ، وَمَا بَقِيَ فَلِلْعَصَبَةِ..

Para ulama telah berijma’ bahwa apabila (seseorang yang meninggal) meninggalkan tiga anak perempuan dari anak laki-laki (yakni cucu perempuan dari jalur laki-laki) yang sebagian mereka berada pada tingkat keturunan lebih jauh dari sebagian yang lain, maka bagi yang paling atas (yang lebih dekat nasabnya kepada mayit) mendapat setengah, bagi yang setelahnya mendapat seperenam, dan sisanya untuk para ‘ashobah (kerabat laki-laki yang menjadi ahli waris karena hubungan nasab).

285. Bagian Anak Wanita (Langsung) Jika Ada Cucu Lelaki

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْبِنْتَيْنِ مَعَ ابْنَةِ الِابْنِ وَبَنَاتِ الِابْنِ إِذَا كَانَ مَعَهَا أَوْ مَعَهُنَّ ابْنُ ابْنٍ، أَوْ بَنُو ابْنِ ابْنٍ، أَوْ بَنُو ابْنِ ابْنِ ابْنٍ: الثُّلُثَيْنِ.

Para ulama telah berijma’ bahwa dua anak perempuan (kandung), apabila bersama mereka ada seorang anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari jalur laki-laki) atau beberapa anak perempuan dari anak laki-laki, dan bersama mereka ada pula seorang anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) atau beberapa anak laki-laki dari anak laki-laki yang lebih jauh tingkatannya, maka bagian mereka (yakni dua anak perempuan kandung) adalah dua pertiga.

286. Bagian Orang Tua Jika Mayit Tidak Punya Anak

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَبَوَيْنِ إِذَا وَرِثَاهُ: أَنَّ لِلْأَبِ الثُّلُثَيْنِ وَلِلْأُمِّ الثُّلُثَ.

Mereka sepakat bahwa: kedua orang tua jika mewarisinya: ayah mendapatkan 2/3 dan ibu mendapatkan 1/3.

287. Saudara Terhalang oleh Ayah

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ لَا يَرِثُونَ مَعَ الْأَبِ شَيْئًا، وَانْفَرَدَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ: السُّدُسُ الَّذِي حَجَبَهُ الْإِخْوَةُ لِلْأُمِّ عِنْدَهُ.

Para ulama telah berijma’ bahwa saudara-saudara (baik laki-laki maupun perempuan) tidak mendapatkan bagian warisan apa pun selama ayah masih ada.

Adapun Ibnu ‘Abbas berpendapat berbeda, beliau berkata: “Seperenam yang terhalangi oleh keberadaan saudara-saudara itu menurutku menjadi bagian ibu.”

288. Warisan Saudara Lelaki dan Wanita

وَأَجْمَعُوا أَنَّ رَجُلًا لَوْ تَرَكَ: أَخَاهُ وَأُخْتَهُ، أَنَّ الْمَالَ بَيْنَهُمَا لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ.

Mereka sepakat bahwa jika seseorang meninggalkan saudara dan saudari, maka harta dibagi di mana bagian lelaki sama dengan dua bagian wanita.

289. Bagian Suami Jika Tidak Ada Anak

وَأَجْمَعُوا أَنَّ الزَّوْجَ يَرِثُ مِنْ زَوْجَتِهِ إِذَا لَمْ تَتْرُكْ وَلَدًا، أَوْ وَلَدَ ابْنٍ ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى: النِّصْفَ.

Mereka sepakat bahwa suami yang mewarisi dari istrinya, sementara si istri tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak lelaki baik lelaki atau wanita: maka suami mendapatkan 1/2.

290. Bagian Suami Jika Ada Anak

وَأَجْمَعُوا أَنَّ لَهُ الرُّبُعَ إِذَا تَرَكَتْ وَلَدًا أَوْ وَلَدَ وَلَدٍ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْهُ شَيْءٌ.

Mereka sepakat bahwa suami mendapatkan 1/4 jika si istri meninggalkan anak atau cucu, dan tidak dikurangi darinya sedikit pun.

291. Bagian Istri Jika Tidak Ada Anak

وَأَجْمَعُوا أَنَّ الْمَرْأَةَ تَرِثُ مِنْ زَوْجِهَا الرُّبُعَ، إِذَا هُوَ لَمْ يَتْرُكْ وَلَدًا، وَلَا وَلَدَ ابْنٍ.

Mereka sepakat bahwa istri yang mewarisi dari suaminya mendapatkan 1/4, jika si suami tidak meninggalkan anak atau cucu.

292. Bagian Istri Jika Ada Anak

وَأَجْمَعُوا أَنَّهَا تَرِثُ الثُّمُنَ، إِذَا كَانَ لَهُ وَلَدٌ أَوْ وَلَدُ ابْنٍ.

Mereka sepakat bahwa si istri mewarisi 1/8, jika si suami memiliki anak atau cucu.

293. Bagian Para Istri (Lebih dari Satu)

وَأَجْمَعُوا أَنَّ حُكْمَ الْأَرْبَعِ مِنَ الزَّوْجَاتِ حُكْمُ الْوَاحِدَةِ فِي كُلِّ مَا ذَكَرْنَا.

Mereka sepakat bahwa hukum 4 istri sama dengan hukum 1 istri dalam semua yang telah kami sebutkan (yakni bagian itu dibagi sama rata antar istri).

294. Makna Kalalah (Saudara)

وَأَجْمَعُوا أَنَّ اسْمَ الْكَلَالَةِ يَقَعُ عَلَى الْإِخْوَةِ.

Mereka sepakat bahwa nama kalalah (mayit tidak memiliki ayah dan anak) diperlakukan untuk saudara-saudara.

295. Perbedaan Saudara di Ayat Awal dan Akhir An-Nisa’

وَأَجْمَعُوا أَنَّ مُرَادَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْآيَةِ الَّتِي فِي أَوَّلِ سُورَةِ النِّسَاءِ: الْإِخْوَةُ مِنَ الْأُمِّ، وَبِالَّتِي فِي آخِرِهَا: مِنَ الْأَبِ وَالْأُمِّ.

Mereka sepakat bahwa maksud Alloh dalam ayat yang di awal suroh An-Nisa’: (adalah) saudara-saudara seibu, sementara yang di akhirnya: (adalah) saudara-saudara seayah dan seibu.

296. Saudara Seibu Terhalang Anak

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ مِنَ الْأُمِّ لَا يَرِثُونَ مَعَ وَلَدِ الصُّلْبِ ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara seibu tidak mewarisi jika ada anak langsung si mayit, baik lelaki atau wanita.

297. Saudara Seibu Terhalang Ayah dan Kakek

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ مِنَ الْأُمِّ لَا يَرِثُونَ مَعَ الْأَبِ، وَلَا مَعَ جَدٍّ أَبِي أَبٍ، وَإِنْ بَعُدَ - فَإِذَا لَمْ يَتْرُكِ الْمُتَوَفَّى أَحَدًا مِمَّنْ ذَكَرْنَا أَنَّهُمْ يَحْجُبُونَ الْإِخْوَةَ مِنَ الْأُمِّ. فَإِنْ تَرَكَ أَخًا أَوْ أُخْتًا لِأُمٍّ فَلَهُ أَو لَهَا السُّدُسُ فَرِيضَةً، فَإِنْ تَرَكَ أَخًا وَأُخْتًا مِنْ أُمِّهِ، فَالثُّلُثُ بَيْنَهُمَا سَوَاءٌ، لَا فَضْلَ لِلذَّكَرِ مِنْهُمَا عَلَى الْأُنْثَى.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara seibu tidak mewarisi jika ada ayah maupun kakek (ayah dari ayah), meskipun jauh – demikian itu jika janazah tidak meninggalkan seorang pun dari yang telah kami sebutkan dari ahli waris yang menghalangi saudara-saudara seibu. Maka jika ia meninggalkan saudara lelaki atau saudara wanita seibu maka ia mendapatkan 1/6 (sebagai) bagian pasti, maka jika ia meninggalkan saudara lelaki dan saudara wanita dari ibunya, maka 1/3 di antara keduanya sama, tidak ada kelebihan bagi lelaki dari keduanya atas wanita.

298. Saudara Seayah-Seibu atau Seayah Dihalangi Anak/Cucu/Ayah

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ مِنَ الْأَبِ وَالْأُمِّ، وَمِنَ الْأَبِ ذُكُورًا أَوْ إِنَاثًا لَا يَرِثُونَ مَعَ الِابْنِ، وَلَا ابْنِ الِابْنِ وَإِنْ سَفَلَ، وَلَا مَعَ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara kandung seayah dan seibu atau saudara-saudara seayah baik lelaki atau wanita, tidak mewarisi jika ada anak lelaki atau cucu lelaki meskipun ke bawah, dan tidak pula jika ada ayah.

299. Bagian Anak Wanita Lebih dari Dua

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَا فَوْقَ الْبِنْتَيْنِ مِنَ الْبَنَاتِ كَحُكْمِ الْبِنْتَيْنِ.

Mereka sepakat bahwa: anak perempuan lebih dari 2 orang (adalah) seperti hukum 2 anak perempuan (yakni 2/3).

300. Warisan Saudara Seayah-Seibu (Ashobah)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْأَخِ مِنَ الْأَبِ وَالْأُمِّ جَمِيعَ الْمَالِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ مَنْ لَهُ سَهْمٌ مَعْلُومٌ.

Mereka sepakat bahwa: saudara kandung lelaki seayah-seibu mendapatkan seluruh harta jika tidak ada bersamanya siapa yang memiliki bagian yang diketahui.

301. Posisi Saudara Seayah (Jika Tidak Ada Seayah-Seibu)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ وَالْأَخَوَاتِ مِنَ الْأَبِ يَقُومُونَ مَقَامَ الْإِخْوَةِ وَالْأَخَوَاتِ مِنَ الْأَبِ وَالْأُمِّ، وَذُكُورًا كَذُكُورِهِمْ، وَإِنَاثًا كَإِنَاثِهِمْ، إِذَا لَمْ يَكُنْ لِلْمَيِّتِ إِخْوَةٌ، وَلَا أَخَوَاتٌ لِأَبٍ وَأُمٍّ.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara wanita seayah menempati posisi saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara wanita seayah-seibu, lelaki mereka seperti lelaki mereka (seayah-seibu), dan wanita mereka seperti wanita mereka (seayah-seibu), jika janazah tidak memiliki saudara lelaki atau saudara wanita seayah-seibu.

302. Saudara Wanita Seayah Terhalang (oleh Saudara Wanita Seayah-Seibu)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنْ لَا مِيرَاثَ لِلْأَخَوَاتِ مِنَ الْأَبِ إِذَا اسْتَكْمَلَ الْأَخَوَاتُ مِنَ الْأَبِ وَالْأُمِّ الثُّلُثَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَعَهُنَّ أَخٌ ذَكَرٌ.

Mereka sepakat bahwa: tidak ada warisan bagi saudara-saudara wanita seayah jika saudara-saudara wanita seayah-seibu telah menyempurnakan 2/3, kecuali jika ada bersama mereka saudara lelaki.

303. Ashobah Sisa Bagi Saudara Seayah

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَخَوَاتِ مِنَ الْأَبِ لَا يَرِثْنَ مَا فَضَلَ عَنِ الْأَخَوَاتِ لِلْأَبِ وَالْأُمِّ، فَإِنْ تَرَكَ أُخْتَيْنِ أَوْ أَخَوَاتٍ لِأَبٍ وَأُمٍّ فَلَهُنَّ الثُّلُثَانِ، وَمَا بَقِيَ فَلِلْإِخْوَةِ مِنَ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara wanita seayah tidak mewarisi apa yang tersisa dari saudara-saudara wanita seayah-seibu, maka jika ia meninggalkan 2 saudara wanita atau saudara-saudara wanita seayah-seibu maka bagi mereka 2/3, dan sisanya bagi saudara-saudara lelaki seayah.

304. Bagian Nenek Jika Tidak Ada Ibu

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْجَدَّةِ السُّدُسَ إِذَا لَمْ يَكُنْ لِلْمَيِّتِ أُمٌّ.

Mereka sepakat bahwa: bagi nenek 1/6 jika janazah tidak memiliki ibu.

305. Ibu Menghalangi Nenek

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأُمَّ تَحْجُبُ أُمَّهَا وَأُمَّ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: ibu menghalangi ibunya (nenek dari ibu) dan ibu dari ayah (nenek dari ayah).

306. Ayah Tidak Menghalangi Nenek dari Ibu

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَبَ لَا يَحْجُبُ أُمَّ الْأُمِّ.

Mereka sepakat bahwa: ayah tidak menghalangi ibu dari ibu (nenek dari ibu).

307. Bagian Nenek Jika Sama Dekatnya

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْجَدَّتَيْنِ إِذَا اجْتَمَعَتَا وَقَرَابَتُهُمَا سَوَاءٌ، وَكِلْتَاهُمَا مِمَّنْ يَرِثُ: أَنَّ السُّدُسَ بَيْنَهُمَا.

Mereka sepakat bahwa: 2 nenek jika berkumpul dan kedekatan mereka sama, dan keduanya termasuk yang mewarisi: maka 1/6 dibagi di antara keduanya.

308. Nenek yang Lebih Dekat Menghalangi yang Jauh

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُمَا إِذَا اجْتَمَعَتَا، وَإِحْدَاهُمَا أَقْرَبُ مِنَ الْأُخْرَى، وَهُمَا مِنْ وَجْهٍ وَاحِدٍ: أَنَّ السُّدُسَ لِأَقْرَبِهِمَا.

Mereka sepakat bahwa: keduanya jika berkumpul, dan salah satunya lebih dekat dari yang lain, dan keduanya dari satu sisi: maka 1/6 bagi yang paling dekat dari keduanya.

309. Ibu Menghalangi Para Nenek

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأُمَّ تَحْجُبُ الْجَدَّاتِ.

Mereka sepakat bahwa: ibu menghalangi para nenek.

310. Batasan Bagian Nenek

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْجَدَّةَ لَا تُزَادُ عَلَى السُّدُسِ.

Mereka sepakat bahwa: nenek tidak dilebihkan dari 1/6.

311. Ayah Menghalangi Kakek

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْجَدَّ أَبَا الْأَبِ لَا يَحْجُبُهُ عَنِ الْمِيرَاثِ غَيْرُ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: kakek (ayah dari ayah) tidak dihalangi dari warisan oleh selain ayah.

312. Hukum Kakek Seperti Ayah (Secara Umum)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ حُكْمَ الْجَدِّ حُكْمُ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: hukum kakek adalah hukum ayah.

313. Saudara Seibu Terhalang Anak dan Ayah

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِخْوَةَ مِنَ الْأُمِّ لَا يَرِثُونَ مَعَ وَلَدٍ وَلَا وَالِدٍ.

Mereka sepakat bahwa: saudara-saudara seibu tidak mewarisi jika ada anak atau ayah.

314. Kakek Menghalangi Saudara Seibu

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْجَدَّ يَحْجُبُهُمْ عَنِ الْمِيرَاثِ كَمَا يَحْجُبُهُمُ الْأَبُ.

Mereka sepakat bahwa: kakek menghalangi mereka dari warisan sebagaimana ayah menghalangi mereka.

315. Warisan Ayah dan Anak (Kakek dan Anak)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ تَرَكَ ابْنًا وَأَبًا، أَنَّ لِلْأَبِ السُّدُسَ، وَمَا بَقِيَ فَلِلِابْنِ، وَكَذَلِكَ جَعَلُوا حُكْمَ الْجَدِّ مَعَ الِابْنِ كَحُكْمِ الْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa: siapa yang meninggalkan anak lelaki dan ayah, maka ayah mendapatkan 1/6, dan sisanya untuk anak lelaki. Demikian pula ulama menjadikan hukum kakek bersama anak lelaki seperti hukum ayah.

316. Bagian Kakek (Ashobah) Bersama Ahli Fardhu Lain

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْجَدَّ يُصْرَفُ مَعَ أَصْحَابِ الْفَرَائِضِ بِالسُّدُسِ كَمَا يُصْرَفُ الْأَبُ، وَإِنْ عَالَتِ الْفَرِيضَةُ.

Mereka sepakat bahwa kakek mendapatkan 1/6 jika bersama dzawil furudh (ahli waris yang telah ditentukan jatahnya oleh syariat) sebagaimana bagian ayah, meskipun bagian itu mengalami aul (bagiannya lebih dari harta yang ada).

317. Bagian Ayah/Kakek Bersama Anak Lelaki

وَأَجْمَعُوا أَنَّ لِلْأَبِ مَعَ الِابْنِ السُّدُسَ، وَكَذَلِكَ لِلْجَدِّ مَعَهُ مِثْلُ مَا لِلْأَبِ.

Mereka sepakat bahwa ayah mendapatkan 1/6 jika bersama anak lelaki, dan demikian pula bagian kakek jika bersama anak lelaki, seperti bagian ayah.

318. Sisa Harta Warisan untuk Ashobah

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمَيِّتَ إِذَا لَمْ يَتْرُكْ مَنْ لَهُ سَهْمٌ مُسَمًّى أَنَّ الْمَالَ لِلْعَصَبَةِ.

Mereka sepakat bahwa: janazah jika tidak meninggalkan siapa yang memiliki bagian yang disebutkan (pasti) maka harta untuk ashobah.

319. Warisan Anak Li’an

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ وَلَدَ الْمُلَاعَنَةِ إِذَا تُوُفِّيَ وَخَلَفَ: أُمَّهُ، وَزَوْجَتَهُ، وَوَلَدًا ذَكَرًا وَإِنَاثًا، أَنَّ مَالَهُ مَقْسُومٌ بَيْنَهُمْ عَلَى قَدْرِ مَوَارِيثِهِمْ.

Mereka sepakat bahwa: anak dari wanita yang di-li’an jika anak itu wafat dan meninggalkan: ibunya, istrinya, dan anak, baik lelaki atau wanita, maka hartanya dibagi di antara mereka sesuai kadar warisan mereka.

320. Pembunuh Sengaja Tidak Mewarisi

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْقَاتِلَ عَمْدًا لَا يَرِثُ مِنْ مَالِ مَنْ قَتَلَهُ، وَلَا مِنْ دِيَتِهِ شَيْئًا.

Mereka sepakat bahwa: pembunuh dengan sengaja tidak mewarisi dari harta siapa yang ia bunuh, dan tidak dari diyat (denda darahnya) sedikit pun.

321. Pembunuh Tidak Sengaja (Khotho’) Tidak Mewarisi Diyat

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْقَاتِلَ خَطَأً لَا يَرِثُ مِنْ دِيَةِ مَنْ قَتَلَهُ.

Mereka sepakat bahwa: pembunuh karena kesalahan (tidak sengaja) tidak mewarisi dari diyat siapa yang ia bunuh.

322. Hukum Warisan Anak yang Belum Baligh

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ حُكْمَ الطِّفْلِ حُكْمُ أَبَوَيْهِ، إِنْ كَانَا مُسْلِمَيْنِ فَحُكْمُهُ حُكْمُ أَهْلِ الْإِسْلَامِ، وَإِنْ كَانَا مُشْرِكَيْنِ فَحُكْمُهُ حُكْمُ الشِّرْكِ، يَرِثُهُمْ وَيَرِثُونَهُ، وَيُحْكَمُ فِي دِيَتِهِ إِنْ قُتِلَ حُكْمُ دِيَةِ أَبَوَيْهِ.

Mereka sepakat bahwa: status anak kecil adalah mengikuti status kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya Muslim, maka ia berstatus orang Islam, dan jika keduanya musyrik maka statusnya adalah status musyrik. Ia mewarisi mereka dan mereka mewarisinya, dan berlaku hukum diyat-nya jika ia dibunuh seperti diyat kedua orang tuanya.

323. Warisan Janin yang Lahir Hidup

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا مَاتَ وَزَوْجَتُهُ حُبْلَى، وَأَنَّ وَالِدَ الَّذِي فِي بَطْنِهَا يَرِثُ، وَيُورَثُ إِذَا خَرَجَ حَيًّا، فَاسْتَهَلَّ.

Mereka sepakat bahwa: seorang lelaki jika ia wafat sedang istrinya hamil, maka anak yang di perutnya mewarisi. Ia mendapatkan warisan jika ia keluar hidup dengan bersuara (menangis).

324. Mengaku Anak (Jika Tidak Ada Nasab)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَالَ: هَذَا الطِّفْلُ ابْنِي، وَلَيْسَ لِلطِّفْلِ نَسَبٌ مَعْرُوفٌ يُنْسَبُ إِلَيْهِ، أَنَّ نَسَبَهُ يَثْبُتُ بِإِقْرَارِهِ.

Mereka sepakat bahwa: seorang lelaki jika ia berkata: anak kecil ini anakku, dan anak kecil itu tidak memiliki nasab yang diketahui yang dinasabkan kepadanya, maka nasabnya ditetapkan dengan pengakuannya.

325. Mengaku Ayah (Jika Tidak Ada Nasab)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنْ لَوْ أَنَّ رَجُلًا بَالِغًا مِنَ الرِّجَالِ قَالَ: هَذَا أَبِي، وَأَقَرَّ لَهُ الْبَالِغُ، وَلَا نَسَبَ لِلْمُقِرِّ مَعْرُوفٌ أَنَّهُ ابْنُهُ إِذَا جَازَ لِمِثْلِهِ مِثْلُهُ.

Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa jika ada seorang laki-laki dewasa berkata: “Ini ayahku,” lalu laki-laki yang diakui itu—yang juga sudah dewasa—mengiyakan pengakuannya, dan orang yang mengaku itu tidak diketahui memiliki nasab (keturunan) lain yang dikenal, maka keduanya dianggap memiliki hubungan ayah-anak yang sah, selama secara umur dan keadaan hal itu memungkinkan.

326. Mengaku Anak (Oleh Wanita)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا قَالَتْ: هَذَا ابْنِي لَمْ يُقْبَلْ إِلَّا بِبَيِّنَةٍ، لَيْسَ هِيَ بِمَنْزِلِ الرَّجُلِ، وَانْفَرَدَ إِسْحَاقُ، فَقَالَ: إِقْرَارُ الْمَرْأَةِ جَائِزٌ.

Mereka sepakat bahwa: wanita jika ia berkata: ini anakku,” tidak diterima kecuali dengan bukti, ia tidak seperti kedudukan lelaki, sedang Is-hak (bin Rohawaih) berpendapat sendiri, ia berkata: pengakuan wanita boleh.

327. Warisan Khunsa (Hermafrodit)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْخُنْثَى يَرِثُ مِنْ حَيْثُ يَبُولُ، إِنْ بَالَ مِنْ حَيْثُ يَبُولُ الرِّجَالُ وَرِثَ مِيرَاثَ الرِّجَالِ، وَإِنْ بَالَ مِنْ حَيْثُ تَبُولُ الْمَرْأَةُ، وَرِثَ مِيرَاثَ الْمَرْأَةِ.

Mereka sepakat bahwa: Khunsa (hermafrodit, berkelamin ganda) mewarisi sesuai tempat ia kencing. Jika ia kencing dari tempat lelaki kencing (yakni penis) ia mewarisi warisan sebagai lelaki, dan jika ia kencing dari tempat wanita kencing (yakni vagina), ia mewarisi warisan sebagai wanita.

328. Budak Mukatab (Hak Perbudakan)

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ السَّيِّدَ إِذَا كَاتَبَ عَبْدَهُ كِتَابَةً صَحِيحَةً: أَنَّهُ مَمْنُوعٌ مِنْ كَسْبِهِ، وَاسْتِخْدَامِهِ إِلَّا بِرِضَاهُ.

Mereka sepakat bahwa: Tuan jika ia membuat perjanjian kitabah (pembebasan budak dengan dicicil) dengan budaknya dengan kitabah yang shohih: maka tuan itu dilarang mengambil hasil usahanya, dan mempekerjakannya kecuali dengan kerelaannya.

329. Harta Budak Mukatab

وَأَجْمَعُوا أَنَّهُ مَمْنُوعٌ مِنْ أَخْذِ مَالِهِ إِلَّا مَا يَقْبِضُهُ عِنْدَ مَحَلِّ نُجُومِهِ.

Mereka sepakat bahwa si tuan dilarang mengambil harta budaknya (mukatab) kecuali apa yang ia terima saat jatuh tempo cicilannya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url