Ijma dalam Haji - Ibnul Mundzir (319 H)
135. Izin Suami untuk Haji
Tathowwu’ (Sunnah)
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلرَّجُلِ
مَنْعَ زَوْجَتِهِ مِنَ الْخُرُوجِ إِلَى حَجِّ التَّطَوُّعِ.
Mereka sepakat bahwa: lelaki boleh
melarang istrinya dari keluar untuk Haji Sunnah.
136. Kewajiban Haji Seumur Hidup
وَأَجْمَعُوا أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ
فِي عُمْرِهِ حَجَّةً وَاحِدَةً: حَجَّةَ الْإِسْلَامِ إِلَّا أَنْ يَنْذُرَ نَذْرًا،
فَيَجِبُ عَلَيْهِ الْوَفَاءُ بِهِ.
Mereka sepakat bahwa wajib atas seseorang dalam umurnya 1 kali Haji: Haji Islam kecuali ia
bernadzar, maka wajib atasnya memenuhinya.
137. Miqot yang Telah Ditetapkan
Nabi
وَأَجْمَعُوا عَلَى مَا ثَبَتَ بِهِ
الْخَبَرُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ فِي
الْمَوَاقِيتِ.
Mereka sepakat atas apa yang telah
ditetapkan dalam Hadits dari Nabi ﷺ tentang Miqot-miqot.
138. Ihrom Sebelum Miqot
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ أَحْرَمَ
قَبْلَ الْمِيقَاتِ أَنَّهُ مُحْرِمٌ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
berihrom sebelum Miqot maka ia telah berihrom.
139. Ihrom Tanpa Mandi
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِحْرَامَ
جَائِزٌ بِغَيْرِ اغْتِسَالٍ.
Mereka sepakat bahwa: Ihrom boleh
tanpa mandi.
140. Hukum Mandi Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الِاغْتِسَالَ
لِلْإِحْرَامِ غَيْرُ وَاجِبٍ، وَانْفَرَدَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ وَعَطَاءٌ.
Mereka sepakat bahwa: mandi untuk
Ihrom tidak wajib, sedang Al-Hasan Al-Bashri dan Atho’ berpendapat
sendiri.
141. Niat Ihrom Lebih Kuat dari
Ucapan
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ أَرَادَ
أَنْ يُهِلَّ بِحَجٍّ فَأَهَلَّ بِعُمْرَةٍ، أَوْ أَرَادَ أَنْ يُهِلَّ بِعُمْرَةٍ
فَلَبَّى بِحَجٍّ: أَنَّ اللَّازِمَ مَا عَقَدَ عَلَيْهِ قَلْبُهُ، لَا مَا نَطَقَ
بِهِ لِسَانُهُ.
Mereka sepakat bahwa: jika seseorang berniat Haji tetapi justru mengucapkan Umroh, atau ia ingin berniat Umroh lalu ia
mengucapkan niat Haji: maka yang mengikat (sah) adalah apa yang diikatkan oleh hatinya, bukan apa yang diucapkan
oleh lisannya.
142. Ihrom Haji di Bulan Haji
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ أَهَلَّ
فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ بِحَجَّةٍ يَنْوِي بِهَا حَجَّةَ الْإِسْلَامِ أَنَّ حَجَّتَهُ
تُجْزِئُهُ عَنْ حَجَّةِ الْإِسْلَامِ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang niat di bulan-bulan Haji (Syawwal, Dzulqo’dah, Dzulhijjah) dengan Haji Islam, maka Hajinya mencukupinya
dari Haji Islam.
143. Larangan Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنَ: الْجِمَاعِ، وَقَتْلِ الصَّيْدِ، وَالطِّيبِ، وَبَعْضِ اللِّبَاسِ،
وَأَخْذِ الشَّعْرِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari: jima’, membunuh buruan, wangi-wangian, sebagian pakaian,
mencabut rambut, dan memotong kuku.
144. Penjelasan Larangan Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ ذَلِكَ فِي حَالَةِ الْإِحْرَامِ إِلَّا الْحَجَّامَ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari hal itu dalam keadaan Ihrom kecuali tukang bekam.
145. Jima’ Sebelum Wukuf Arofah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ جَامَعَ
عَامِدًا فِي حَجِّهِ قَبْلَ وُقُوفِهِ بِعَرَفَةَ أَنَّ عَلَيْهِ حَجَّ قَابِلٍ وَالْهَدْيَ،
وَانْفَرَدَ عَطَاءٌ وَقَتَادَةُ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
berjima’ dengan sengaja dalam Hajinya sebelum Wukuf di Arofah maka wajib atasnya Haji tahun depan dan hadyu (hewan sembelihan), sedang Atho’ dan Qotadah
berpendapat sendiri.
146. Larangan Mencukur dan
Menghilangkan Rambut Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ: حَلْقِ رَأْسِهِ، وَجَزِّهِ، وَإِتْلَافِهِ بِجَزِّهِ، أَوْ نُورَةٍ،
وَغَيْرِ ذَلِكَ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari: mencukur kepalanya, memotongnya, dan merusaknya dengan
mencabutnya, atau nuroh (obat penghilang rambut), dan selain
itu.
147. Mencukur Karena Alasan
Penyakit
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لَهُ حَلْقَ
رَأْسِهِ مِنْ عِلَّةٍ.
Mereka sepakat bahwa: ia boleh
mencukur kepalanya karena penyakit.
148. Wajib Fidyah Mencukur Saat
Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوبِ الْفِدْيَةِ
عَلَى مَنْ حَلَقَ، وَهُوَ مُحْرِمٌ.
Mereka sepakat atas kewajiban
fidyah atas siapa yang mencukur (rambutnya), sedang ia Ihrom.
149. Larangan Memotong Kuku Saat
Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ أَخْذِ أَظْفَارِهِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari memotong kuku-kukunya.
150. Memotong Kuku yang Patah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لَهُ أَنْ
يُزِيلَ عَنْ نَفْسِهِ مَا كَانَ مُنْكَسِرًا مِنْهُ.
Mereka sepakat bahwa: ia boleh
menghilangkan dari dirinya apa yang terpotong darinya (yang patah).
151. Larangan Pakaian untuk Lelaki
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ: لُبْسِ الْقَمِيصِ، وَالْعِمَامَةِ، وَالسَّرَاوِيلِ، وَالْخِفَافِ،
وَالْبَرَانِسِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari: memakai gamis, serban, celana panjang, sepatu kulit
(khuff), dan burnus (baju bertudung).
152. Pakaian Wanita yang Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْمَرْأَةِ
الْمُحْرِمَةِ: لُبْسَ الْقَمِيصِ، وَالدُّرُوعِ، وَالسَّرَاوِيلِ، وَالْخُمُرِ، وَالْخِفَافِ.
Mereka sepakat bahwa: bagi wanita
yang Ihrom boleh: memakai gamis, baju besi (baju), celana panjang,
kerudung, dan sepatu kulit (khuff).
153. Larangan Menutup Kepala Bagi
Lelaki
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ تَخْمِيرِ رَأْسِهِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari menutup kepalanya.
154. Larangan Pakaian Berwarna/Wangi
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
مَمْنُوعٌ مِنْ لُبْسِ زَعْفَرَانٍ أَوْ وَرْسٍ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom dilarang dari memakai (pakaian yang diwarnai) za’faron atau wars.
155. Larangan yang Sama bagi
Wanita Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمَرْأَةَ
مَمْنُوعَةٌ مِمَّا مُنِعَ مِنْهُ الرِّجَالُ فِي حَالِ الْإِحْرَامِ إِلَّا بَعْضَ
اللِّبَاسِ.
Mereka sepakat bahwa: wanita
dilarang dari apa yang dilarang bagi para lelaki dalam keadaan Ihrom kecuali
sebagian pakaian.
156. Hukum Membunuh Buruan di
Tanah Halal
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُحْرِمَ
إِذَا قَتَلَ صَيْدًا عَامِدًا لِقَتْلِهِ ذَاكِرًا لِإِحْرَامِهِ أَنَّ عَلَيْهِ الْجَزَاءَ،
وَانْفَرَدَ مُجَاهِدٌ فَقَالَ: أَنَّ قَتْلَهُ مُتَعَمِّدًا لِقَتْلِهِ نَاسِيًا لِحُرْمِهِ؛
فَهَذَا الْخَطَأُ الْمُكَفَّرُ؛ وَإِنْ قَتَلَهُ ذَاكِرًا لِحُرْمِهِ مُتَعَمِّدًا
لَهُ لَمْ يُحْكَمْ عَلَيْهِ.
Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa
orang yang sedang berihrom, apabila membunuh hewan buruan dengan sengaja, sedangkan ia ingat bahwa
dirinya sedang ihrom, maka ia wajib membayar denda (al-jazā’).
Namun Mujahid menyendiri dalam pendapatnya;
ia berkata: “Jika seseorang membunuh hewan buruan dengan sengaja, tetapi ia
lupa bahwa perbuatan itu diharomkan karena ihromnya, maka hal itu termasuk kesalahan (khotho’) yang wajib dibayar
kafarotnya.”
Adapun jika ia membunuh dengan sengaja dan
sadar akan keharomannya, maka tidak dijatuhkan hukuman (denda) atasnya menurut
pendapat Mujahid.
157. Denda Buruan Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا أَنَّ فِي الصَّيْدِ الَّذِي
يُصِيبُهُ الْمُحْرِمُ شَاةٌ.
Mereka sepakat bahwa buruan yang
didapatkan oleh orang yang Ihrom (dendanya) 1 kambing.
158. Denda Burung Merpati Tanah Harom
وَأَجْمَعُوا أَنَّ فِي حَمَامِ الْحَرَمِ
شَاةٌ، وَانْفَرَدَ النُّعْمَانُ، فَقَالَ: فِيهِ قِيمَتُهُ.
Mereka sepakat bahwa burung merpati di tanah Harom (dendanya)
1 kambing, sedang An-Nu’man berpendapat sendiri, ia berkata: padanya (denda)
nilainya.
159. Hukum Buruan Laut bagi Muhrim
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ صَيْدَ الْبَحْرِ
لِلْمُحْرِمِ مُبَاحٌ اصْطِيَادُهُ، وَأَكْلُهُ، وَبَيْعُهُ، وَشِرَاؤُهُ.
Para ulama sepakat bahwa hewan
buruan laut bagi orang yang sedang ihrom hukumnya boleh—baik menangkapnya, memakannya,
menjualnya, maupun membelinya.
160. Hewan yang Boleh Dibunuh Saat
Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى مَا ثَبَتَ مِنْ
خَبَرِ النَّبِيِّ ﷺ مِنْ قَتْلِ الَّتِي يَقْتُلُهَا الْمُحْرِمُ، وَانْفَرَدَ النَّخَعِيُّ:
فَمَنَعَ مِنْ قَتْلِ الْفَأْرَةِ.
Para ulama telah sepakat atas apa
yang telah tetap dari berita Nabi ﷺ tentang jenis-jenis hewan yang boleh
dibunuh oleh orang yang sedang ihrom. Namun An-Nakho‘i menyendiri dalam pendapatnya; ia melarang membunuh tikus.
161. Membunuh Binatang Buas yang
Menyakiti
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ السَّبُعَ
إِذَا آذَى الْمُحْرِمَ، فَقَتَلَهُ أَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ.
Mereka sepakat bahwa: binatang buas
jika menyakiti orang yang Ihrom, lalu ia membunuhnya tidak ada kewajiban
atasnya (denda).
162. Membunuh Serigala Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْمُحْرِمِ
قَتْلَ الذِّئْبِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom boleh membunuh serigala.
163. Mandi Junub Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْمُحْرِمِ
أَنْ يَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ، وَانْفَرَدَ مَالِكٌ، فَقَالَ: يُكْرَهُ لِلْمُحْرِمِ
أَنْ يَغْطِسَ رَأْسَهُ فِي الْمَاءِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom boleh mandi junub, sedang Malik (bin Anas) berpendapat sendiri, ia berkata: dimakruhkan
bagi orang yang Ihrom untuk membenamkan kepalanya di air.
164. Bersiwak Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا أَنَّ لِلْمُحْرِمِ أَنْ
يَسْتَاكَ.
Mereka sepakat bahwa orang yang Ihrom boleh
bersiwak.
165. Makan Minyak, Mentega, Lemak
Saat Ihrom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْمُحْرِمِ
أَنْ يَأْكُلَ الزَّيْتَ، وَالسَّمْنَ، وَالشَّحْمَ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom boleh makan minyak zaitun, mentega, dan lemak.
166. Meminyaki Badan Selain Kepala
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ لِلْمُحْرِمِ
أَنْ يَدَّهِنَ بِالزَّيْتِ بَدَنَهُ مَا خَلَا رَأْسَهُ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Ihrom boleh meminyaki badannya dengan minyak zaitun kecuali kepalanya.
167. Masuk Kamar Mandi (Pemandian)
وَأَجْمَعُوا أَنَّ لِلْمُحْرِمِ دُخُولَ
الْحَمَّامِ.
Mereka sepakat bahwa orang yang Ihrom boleh
masuk kamar mandi (pemandian umum).
168. Sujud di Hijr Isma’il
وَأَجْمَعُوا أَنَّ السُّجُودَ عَلَى
الْحِجْرِ جَائِزٌ، وَانْفَرَدَ مَالِكٌ فَقَالَ: بِدْعَةٌ.
Mereka sepakat bahwa Sujud di atas
Al-Hijr (Isma’il) boleh, sedang Malik (bin Anas) berpendapat sendiri, ia
berkata: bid’ah.
169. Hukum Roml (Lari Kecil) Bagi Wanita
وَأَجْمَعُوا أَلَّا رَمَلَ عَلَى النِّسَاءِ
حَوْلَ الْبَيْتِ، وَلَا فِي السَّعْيِ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ.
Mereka sepakat bahwa tidak ada roml (lari-lari kecil) atas para wanita di sekitar Ka’bah, dan tidak
pula dalam Sa’i di antara Shofa dan Marwah.
170. Minum Saat Thowaf
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ شُرْبَ الْمَاءِ
فِي الطَّوَافِ جَائِزٌ.
Mereka sepakat bahwa: minum air di
Thowaf boleh.
171. Ragu Jumlah Thowaf
عَلَى أَنَّهُ مَنْ شَكَّ فِي طَوَافِهِ
بَنَى عَلَى الْيَقِينِ.
(Mereka sepakat) bahwa: siapa yang
ragu dalam Thowafnya ia membangunnya (melanjutkannya) di atas keyakinan (jumlah
putaran yang
paling sedikit).
172. Thowaf Terpotong Sholat Wajib
وَأَجْمَعُوا فِي مَنْ طَافَ بَعْضَ
سَبْعَةٍ ثُمَّ قُطِعَ عَلَيْهِ بِالصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ أَنَّهُ يَبْتَنِي مِنْ
حَيْثُ قُطِعَ عَلَيْهِ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ، وَانْفَرَدَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ،
فَقَالَ: يَسْتَأْنِفُ.
Mereka sepakat tentang siapa yang
Thowaf sebagian dari 7 putaran kemudian ia terpotong (Thowafnya) karena Sholat wajib
maka ia
melanjutkan dari tempat ia terpotong jika ia telah selesai dari Sholatnya,
sedang Al-Hasan Al-Bashri berpendapat sendiri, ia berkata: ia mengulang
(Thowaf) dari awal.
173. Sholat Dua Roka’at Setelah
Thowaf
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ طَافَ
سَبْعًا، وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أَنَّهُ مُصِيبٌ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
Thowaf 7 putaran, dan Sholat 2 roka’at maka ia telah benar.
174. Hukum Thowaf Orang Sakit
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمَرِيضَ
يُطَافُ بِهِ، وَيُجْزِئُ عَنْهُ، وَانْفَرَدَ عَطَاءٌ، فَقَالَ: يَسْتَأْجِرُ مَنْ
يَطُوفُ عَنْهُ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
sakit dthowafkan (digendong/didorong), dan sah untuknya, sedang Atho’
berpendapat sendiri, ia berkata: ia menyewa siapa yang Thowaf untuknya.
175. Hukum Thowaf Anak Kecil
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الصَّبِيَّ
يُطَافُ بِهِ.
Mereka sepakat bahwa: anak kecil
dithowafkan (digendong/didorong).
176. Thowaf di Luar Masjid
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الطَّوَافَ
يُجْزِئُهُ مِنْ خَارِجِ الْمَسْجِدِ.
Mereka sepakat bahwa: Thowaf sah di
luar Masjid.
177. Thowaf di Belakang Bangunan Siqoyah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الطَّوَافَ
يُجْزِئُ مِنْ وَرَاءِ السِّقَايَةِ.
Mereka sepakat bahwa: Thowaf sah di
belakang As-Siqoyah (bangunan tempat minum).
178. Tempat Sholat Dua Roka’at
Thowaf
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الطَّائِفَ
يُجْزِئُهُ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّكْعَتَيْنِ حَيْثُ شَاءَ، وَانْفَرَدَ مَالِكٌ، فَقَالَ:
لَا يُجْزِئُهُ أَنْ يُصَلِّيَهُمَا فِي الْحِجْرِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
Thowaf sah baginya Sholat 2 roka’at di mana saja ia kehendaki, sedang Malik
(bin Anas) berpendapat sendiri, ia berkata: tidak sah baginya Sholat keduanya
(2 roka’at) di Al-Hijr (Isma’il).
179. Menyentuh Rukun Setelah Sholat Thowaf
وَأَجْمَعُوا عَلَى مَا ثَبَتَ فِي
خَبَرِ النَّبِيِّ ﷺ: اسْتَلَمَ الرُّكْنَ بَعْدَ طَوَافِهِ بَعْدَ الصَّلَاةِ خَلْفَ
الْمَقَامِ.
Para ulama telah sepakat atas apa
yang telah tetap dalam berita dari Nabi ﷺ, bahwa beliau menyentuh Hajar Aswad
(rukun) setelah selesai thowaf, kemudian Sholat di belakang Maqom Ibrohim.
180. Urutan Sa’i
وَأَجْمَعُوا أَنَّهُ مَنْ بَدَأَ بِالصَّفَا،
وَخَتَمَ سَعْيَهُ بِالْمَرْوَةِ أَنَّهُ مُصِيبٌ لِلسُّنَّةِ.
Mereka sepakat bahwa siapa yang
memulai dengan Shofa, dan mengakhiri Sa’inya di Marwah maka ia mengikuti Sunnah.
181. Sa’i Tanpa Thoharoh
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إِنْ سَعْيَ
بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ عَلَى غَيْرِ طُهْرٍ أَنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُهُ، وَانْفَرَدَ
الْحَسَنُ، فَقَالَ: إِنْ ذَكَرَ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ، فَلْيُعِدِ الطَّوَافَ.
Mereka sepakat bahwa: jika ia Sa’i
di antara Shofa dan Marwah tanpa bersuci maka hal itu sah baginya, sedang Al-Hasan
(Al-Bashri) berpendapat sendiri, ia berkata: jika ia ingat sebelum ia Tahallul
(keluar dari Ihrom), maka hendaknya ia mengulangi Thowaf.
182. Haji Tamattu’ dan Kewajiban
Hadyu
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ أَهَلَّ
بِعُمْرَةٍ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ مِنْ أَهْلِ الْآفَاقِ، وَقَدِمَ مَكَّةَ فَفَرَغَ
مِنْهَا، فَأَقَامَ بِهَا فَحَجَّ مِنْ عَامِهِ أَنَّهُ مُتَمَتِّعٌ، وَعَلَيْهِ الْهَدْيُ
إِذَا وُجِدَ، وَإِلَّا فَالصِّيَامُ.
Para ulama sepakat bahwa seseorang
dari luar daerah (selain penduduk Makkah) yang memulai ihrom untuk Umroh pada
bulan-bulan Haji, lalu tiba di Makkah dan menyelesaikan Umrohnya, kemudian
tinggal di sana hingga menunaikan Haji pada tahun yang sama, maka ia termasuk
orang yang melakukan Haji Tamattu’. Wajib baginya menyembelih
hadyu (hewan sembelihan) jika mampu, dan jika tidak mampu maka wajib berpuasa
sebagai gantinya.
183. Merubah Umroh ke Haji
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ مَنْ دَخَلَ
مَكَّةَ بِعُمْرَةٍ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ أَنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْهَا الْحَجَّ مَا
لَمْ يَفْتَتِحِ الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
masuk Makkah dengan Umroh di bulan-bulan Haji boleh ia memasukkan Haji
padanya selama ia belum memulai Thowaf di Ka’bah.
184. Hukum Tidak Mabit di Mina
Sebelum Arofah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ
مَنْ بَاتَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ عَنْ مِنًى شَيْءٌ إِذَا وَافَى عَرَفَةَ لِلْوَقْتِ
الَّذِي يَجِبُ.
Mereka sepakat bahwa: tidak ada kewajiban
atas siapa yang tidak Mabit di Mina pada malam Arofah jika ia sampai di Arofah
pada waktu yang wajib.
185. Tempat Mabit di Mina
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْحُجَّاجَ
يَنْزِلُونَ مِنْ مِنًى حَيْثُ شَاءُوا.
Mereka sepakat bahwa: para jamaah Haji turun di Mina
di mana saja mereka kehendaki.
186. Jamak Sholat di Arofah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْإِمَامَ
يَجْمَعُ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِعَرَفَةَ يَوْمَ عَرَفَةَ، كَذَلِكَ مَنْ
صَلَّى وَحْدَهُ.
Mereka sepakat bahwa: Imam menjamak
antara Zhuhur dan Ashar di Arofah pada hari Arofah, begitu pula siapa yang Sholat
sendirian.
187. Rukun Wukuf Arofah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْوُقُوفَ
بِعَرَفَةَ فَرْضٌ، وَلَا حَجَّ لِمَنْ فَاتَهُ الْوُقُوفُ بِهَا.
Mereka sepakat bahwa: Wukuf di
Arofah fardhu, dan tidak ada Haji bagi siapa yang terlewatkan Wukuf padanya.
188. Waktu Wukuf Arofah
وَأَجْمَعُوا عَلَى مَنْ وَقَفَ بِهَا
مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ أَنَّهُ مُدْرِكٌ
لِلْحَجِّ، وَانْفَرَدَ مَالِكٌ، فَقَالَ: عَلَيْهِ الْحَجُّ مِنْ قَابِلٍ.
Mereka sepakat atas siapa yang Wukuf
padanya dari malam atau siang setelah tergelincir matahari dari hari Arofah maka ia mendapatkan Haji,
sedang Malik (bin Anas) berpendapat sendiri, ia berkata: wajib atasnya
Haji di tahun
depan.
189. Wukuf Tanpa Thoharoh
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ مَنْ وَقَفَ
بِعَرَفَاتٍ عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ، أَنَّهُ مُدْرِكٌ لِلْحَجِّ وَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
Wukuf di Arofah tanpa thoharoh, maka ia mendapatkan Haji dan tidak ada kewajiban
atasnya (denda).
190. Jamak Maghrib dan Isya’ di
Muzdalifah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ
أَنْ يَجْمَعَ الْحَاجُّ: بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ.
Mereka sepakat bahwa: Sunnah bagi jamaah Haji menjamak:
antara Maghrib dan Isya’.
191. Larangan Sholat Sunnah di
Antara Sholat Jamak
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنْ لَا يَتَطَوَّعَ
بَيْنَهُمَا الْجَامِعُ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ.
Para ulama sepakat bahwa orang yang
menjamak dua Sholat tidak disunnahkan melakukan Sholat sunnah di antara keduanya.
192. Tempat Melempar Jumroh
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ مِنْ حَيْثُ
أُخِّرَ الْجِمَارُ مِنْ جَمْعٍ أَجْزَأَهُ.
Para ulama sepakat bahwa siapa pun yang
melempar jumroh dari arah Muzdalifah (Jam’), maka hal itu sudah mencukupi (sah) baginya.
193. Waktu Melontar Jumroh Aqobah
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ رَمَى يَوْمَ النَّحْرِ جَمْرَةَ الْعَقَبَةِ بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ.
Mereka sepakat bahwa: Nabi ﷺ melontar Jumroh Aqobah
pada hari Nahr (Idul Adha) setelah terbit matahari.
194. Jumlah Jumroh yang Dilontar
di Hari Nahr
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَا يُرْمَى
فِي يَوْمِ النَّحْرِ غَيْرَ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ.
Mereka sepakat bahwa: tidak dilontar
pada hari Nahr selain Jumroh Aqobah.
195. Waktu Melontar Jumroh Aqobah
(Fajar-Terbit)
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ رَمْيَ جَمْرَةِ
يَوْمِ النَّحْرِ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ وَقَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ أَنَّهُ يُجْزِئُ.
Mereka sepakat bahwa: melontar
Jumroh pada hari Nahr setelah terbit fajar, dan sebelum terbit matahari maka hal itu sah.
196. Keabsahan Melontar
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إِذَا رَمَى
عَلَى أَيِّ حَالٍ كَانَ الرَّمْيُ إِذَا أَصَابَ مَكَانَ الرَّمْيِ أَجْزَأَهُ.
Mereka sepakat bahwa: jika ia
melontar dalam keadaan apa pun lontaran itu jika mengenai tempat lontaran sah
baginya.
197. Waktu Melontar di Hari
Tasyriq
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ رَمَى
الْجِمَارَ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ أَنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُهُ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
melontar Jumroh di hari-hari Tasyriq setelah tergelincir matahari maka hal itu sah baginya.
198. Mencukur Kepala Gundul dengan
Alat Cukur
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَصْلَعَ
يَمُرُّ عَلَى رَأْسِهِ بِالْمُوسَى عِنْدَ الْحَلْقِ.
Mereka sepakat bahwa: orang yang
gundul menjalankan pisau cukur di atas kepalanya saat bercukur.
199. Hukum Mencukur (Gundul) Bagi
Wanita
وَأَجْمَعُوا أَنْ لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ
حَلْقٌ.
Mereka sepakat bahwa tidak ada cukur
gundul atas para wanita (hanya memendekkan rambut).
200. Thowaf Wajib (Rukun Haji)
وَأَجْمَعُوا أَنَّ الطَّوَافَ الْوَاجِبَ
هُوَ طَوَافُ الْإِفَاضَةِ.
Mereka sepakat bahwa Thowaf yang wajib
adalah Thowaf Ifadhoh.
201. Mengakhirkan Thowaf Ifadhoh
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ أَخَّرَ
الطَّوَافَ عَنْ يَوْمِ النَّحْرِ، فَطَافَهُ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنَّهُ مُؤَدٍّ
لِلْفَرْضِ الَّذِي أَوْجَبَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ فِي تَأْخِيرِهِ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
mengakhirkan Thowaf dari hari Nahr (Idul Adha), lalu ia Thowaf di hari-hari
Tasyriq maka
ia menunaikan fardhu yang Alloh ﷻ wajibkan atasnya, dan tidak ada kewajiban
atasnya (denda) karena mengakhirkannya.
202. Melontar Jumroh untuk Anak
Kecil
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ عَلَى الصَّبِيِّ
الَّذِي لَا يُطِيقُ الرَّمْيَ أَنَّهُ يُرْمَى عَنْهُ.
Mereka sepakat bahwa: atas anak kecil
yang tidak sanggup melontar, maka dilontarkan untuknya.
203. Memendekkan Rambut Sama
dengan Mencukur Gundul
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ التَّقْصِيرَ
عَنِ الْحَلْقِ يُجْزِئُ، وَانْفَرَدَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، فَقَالَ: لَا يُجْزِئُ
فِي حَجَّةِ الْإِسْلَامِ إِلَّا الْحَلْقُ.
Mereka sepakat bahwa: memendekkan
rambut mencukupi dari mencukur gundul, sedang Al-Hasan Al-Bashri berpendapat
sendiri, ia berkata: tidak mencukupi dalam Haji Islam kecuali mencukur gundul.
204. Hukum Qoshor Sholat di Mina
Selain Hari Haji
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ خَرَجَ
فِي غَيْرِ أَيَّامِ الْحَجِّ إِلَى مِنًى أَنَّهُ لَا يَقْصُرُ الصَّلَاةَ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang
keluar di selain hari-hari Haji ke Mina maka ia tidak meringkas Sholat.
205. Nafar Awwal (Keluar Lebih
Awal) dari Mina
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ أَرَادَ
الْخُرُوجَ مِنَ الْحَجِّ، عَنْ مِنًى شَاخِصًا إِلَى بَلَدِهِ، خَارِجًا عَنِ الْحَرَمِ
غَيْرَ مُقِيمٍ بِمَكَّةَ، فِي النَّفْرِ الْأَوَّلِ أَنْ يَنْفِرَ بَعْدَ زَوَالِ
الشَّمْسِ فِي الْيَوْمِ التَّالِي الثَّانِي إِذَا رَمَى فِي الْيَوْمِ الَّذِي يَلِي
يَوْمَ النَّفْرِ أَنْ يَمْشِيَ، وَانْفَرَدَ الْحَسَنُ وَالنَّخَعِيُّ.
Para
ulama telah sepakat bahwa siapa saja yang ingin menyelesaikan manasik
Hajinya lalu keluar dari Mina menuju negerinya, keluar dari wilayah Harom dan tidak berniat
tinggal di Makkah, maka pada hari nafr awwal (pelepasan pertama) ia
diperbolehkan berangkat setelah tergelincirnya matahari pada hari berikutnya,
yaitu hari kedua, apabila ia telah melakukan pelemparan jumroh pada hari setelah hari nafr,
maka ia boleh berangkat. Hanya saja Al-Hasan dan An-Nakha‘i memiliki pendapat
yang berbeda dalam masalah ini.
206. Jima’ Sebelum Thowaf dan Sa’i
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ وَطِئَ
قَبْلَ أَنْ يَطُوفَ، وَيَسْعَى أَنَّهُ مُفْسِدٌ.
Mereka sepakat bahwa: siapa yang senggama
sebelum ia Thowaf dan Sa’i, maka ia merusak (Hajinya).
207. Hukum Ihrom Umroh dari Tanah
Halal
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ أَحْرَمَ
بِعُمْرَةٍ خَارِجًا مِنَ الْحَرَمِ أَنَّ الْإِحْرَامَ لَازِمٌ لَهُ.
Mereka sepakat bahwa: yang berihrom untuk Umroh dari luar
wilayah Harom
maka ihrom
itu wajib baginya.
208. Membatalkan Ihrom Karena
Terhalang Lalu Mendapatkan Jalan
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ يَئِسَ
أَنْ يَصِلَ إِلَى الْبَيْتِ، فَجَازَ لَهُ أَنْ يَحِلَّ فَلَمْ يَفْعَلْ حَتَّى خُلِّيَ
سَبِيلُهُ، أَنْ عَلَيْهِ أَنْ يَمْضِيَ إِلَى الْبَيْتِ، وَلِيُتِمَّ نُسُكَهُ.
Mereka
telah sepakat bahwa siapa yang telah berputus asa untuk bisa sampai ke
Baitullah lalu ia dibolehkan bertahallul namun ia tidak melakukannya hingga
akhirnya jalan menuju Baitullah terbuka baginya, maka ia wajib melanjutkan
perjalanannya menuju Baitullah dan menyempurnakan manasiknya.
209. Haji Fardhu Harus Dilakukan
Sendiri
وَأَجْمَعُوا أَنْ مَنْ عَلَيْهِ حَجَّةُ
الْإِسْلَامِ، وَهُوَ قَادِرٌ لَا يُجْزِئُ إِلَّا أَنْ يَحُجَّ بِنَفْسِهِ، وَلَا
يُجْزِئُ أَنْ يَحُجَّ عَنْهُ غَيْرُهُ.
Mereka
telah sepakat bahwa siapa yang masih memiliki kewajiban Haji Islam dan
ia mampu (melaksanakannya), maka tidak sah kecuali ia menunaikan Haji itu
sendiri dan tidak sah jika orang lain berhaji menggantikannya.
210. Haji Badal (Menggantikan)
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ حَجَّ الرَّجُلِ
عَنِ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةِ عَنِ الرَّجُلِ: يُجْزِئُ، وَانْفَرَدَ الْحَسَنُ
بْنُ صَالِحٍ: فَكَرِهَ ذَلِكَ.
Mereka sepakat bahwa: Hajinya lelaki
untuk wanita, dan wanita untuk lelaki: sah, sedang Al-Hasan bin Sholih berpendapat
sendiri: memakruhkan hal itu.
211. Haji Anak Kecil
وَأَجْمَعُوا عَلَى سُقُوطِ فَرْضِ
الْحَجِّ عَنِ الصَّبِيِّ.
Mereka sepakat atas gugurnya kewajiban
Haji dari anak kecil.
212. Haji Anak Kecil dan Orang
Gila Tidak Mencukupi Haji Fardhu
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمَجْنُونَ
إِذَا حُجَّ بِهِ ثُمَّ صَحَّ، أَوْ حُجَّ بِالصَّبِيِّ ثُمَّ بَلَغَ، أَنَّ ذَلِكَ
لَا يُجْزِئُهُمَا عَنْ حَجَّةِ الْإِسْلَامِ.
Mereka sepakat bahwa: orang gila
jika dihajikan lalu ia sembuh, atau anak kecil dihajikan lalu ia baligh, maka hal itu tidak
mencukupi keduanya dari Haji Islam.
213. Denda Jinayah (Kejahatan)
Anak Kecil
وَأَجْمَعُوا أَنَّ جِنَايَاتِ الصِّبْيَانِ
لَازِمَةٌ فِي أَمْوَالِهِمْ.
Mereka sepakat bahwa denda kejahatan
(jinayah) anak-anak kecil wajib (dibayar) dari harta mereka.
214. Buruan Tanah Harom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ صَيْدَ الْحَرَمِ
حَرَامٌ عَلَى الْحَلَالِ وَالْمُحْرِمِ.
Mereka sepakat bahwa: buruan di tanah Harom adalah harom atas orang yang tidak Ihrom (Halal) dan orang yang Ihrom (Muhrim).
215. Hukum Memotong Pohon Tanah Harom
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ تَحْرِيمَ
قَطْعِ شَجَرِهَا.
Mereka sepakat bahwa: diharomkan
memotong pepohonannya (Tanah Harom).
216. Hukum Mengambil Tumbuhan
Tanah Harom
وَأَجْمَعُوا عَلَى إِبَاحَةِ كُلِّ
مَا يُنْبِتُهُ النَّاسُ فِي الْحَرَمِ مِنَ: الْبُقُولِ، وَالزُّرُوعِ، وَالرَّيَاحِينِ
وَغَيْرِهَا.
Mereka sepakat atas dibolehkannya
semua yang ditumbuhkan oleh orang-orang di Harom dari: sayuran, tanaman, dan
tumbuhan wangi dan selainnya.