Cari Artikel

Mempersiapkan...

Memberi Pesan Penting Kepada Keluarga Saat di Ujung Usia

 

8.1: Berwasiat Kepada Anak Keturunan

Setelah seorang Muslim mengokohkan amal wajibnya, membersihkan diri dari kezholiman, dan memperkuat hati dengan rojā’, maka prioritas amal terakhirnya adalah memastikan bahwa warisan terbesar yang ia tinggalkan—yaitu agama—akan tetap dipegang teguh oleh anak keturunannya.

Wasiat di ujung usia bukanlah tentang pembagian harta, melainkan tentang keteguhan akidah (Tauhid). Inilah Sunnah para Nabi yang mulia.

Alloh mengabadikan wasiat Nabi Ibrohim Alaihissalam dan Nabi Ya’qub Alaihissalam kepada anak-anak mereka:

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Ibrohim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.’ (Ia berkata): ‘Wahai anak-anakku, sungguh Alloh telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Al-Baqoroh: 132)

Wasiat ini adalah puncak kasih sayang seorang ayah. Seorang ayah yang mencintai anaknya tidak hanya menjamin masa depan duniawinya, tetapi juga masa depan Akhiroh-nya. Kalimat “Falaa tamūtunna illā wa antum Muslimūn” (Maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim) mengandung makna: hidup dan perjuangan kalian adalah untuk menjaga Islam ini sampai ajal.

Wasiat Nabi Ya’qub yang Diuji

Ayat berikutnya bahkan menunjukkan betapa seriusnya wasiat ini, yang diucapkan Nabi Ya’qub Alaihissalam saat beliau berada di ambang kematian:

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Apakah kalian menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Robmu dan Rob leluhurmu, yaitu Ibrohim, Isma’il, dan Ishak, (yaitu) Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqoroh: 133)

Pertanyaan Nabi Ya’qub Alaihissalam saat sakarotul maut adalah pertanyaan tentang Tauhid (keesaan Alloh ). Beliau tidak bertanya tentang harta atau sengketa dunia. Ini mengajarkan kepada kita bahwa di detik-detik terakhir, hal yang paling penting untuk diucapkan dan dipastikan adalah keteguhan anak keturunan di atas Islam.

8.2: Mempersiapkan Pewaris yang Shohih

Wasiat lisan yang diucapkan di ujung usia haruslah didahului dengan usaha keras dalam pendidikan di masa lalu. Anak sholih yang mendoakan orang tuanya adalah investasi Jāriyah yang paling utama, karena ia adalah hasil dari tarbiyah (pendidikan) seumur hidup.

Rosululloh bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya darinya kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jāriyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Pentingnya anak sholih terletak pada doanya. Doa dari anak yang tulus dan sholih akan diterima oleh Alloh dan dapat mengangkat derajat orang tua di Jannah.

Tanggung Jawab di Masa Senja

Bagi seorang lansia, mempersiapkan pewaris sholih berarti:

Doa yang Kontinu: Terus-menerus memanjatkan doa bagi anak, cucu, dan keturunan agar mereka istiqomah di atas Sunnah dan Tauhid. Doa orang tua adalah doa yang mustajab.

Doa Nabi Ibrohim Alaihissalam:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Ya Robb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan Sholat. Ya Robb kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrohim: 40)

Menjadi Teladan Akhir Hayat: Di usia senja, orang tua menjadi teladan hidup bagi anak-anaknya. Anak-anak akan menyaksikan bagaimana orang tua mereka menghadapi kelemahan, sakit, dan kematian. Jika orang tua bersabar, qonā’ah (rasa cukup), dan terus beribadah meskipun lemah, itu adalah pelajaran Tauhid yang lebih berharga daripada semua nasihat lisan.

8.3: Pentingnya Lingkungan Sholih

Lingkungan dan teman bergaul (bī’ah shōlihah) adalah faktor penentu husnul khotimah. Di masa tua, seorang lansia harus selektif dalam memilih lingkungan, menjauhi lingkungan yang sarat ghibah, debat duniawi, atau bahkan mengarah pada kesyirikan. Ia harus bergaul dengan orang-orang sholih yang dapat mengingatkannya pada Alloh .

Dampak Lingkungan di Ujung Usia

Saling Menguatkan dalam Ketaatan: Teman-teman sholih di Masjid atau majelis ilmu akan menjadi pengingat untuk Sholat berjama’ah, berdzikir, dan menjaga lisan.

Menjaga dari Fitnah: Lingkungan yang baik akan menjauhkan seorang lansia dari kezholiman lisan dan penyakit hati.

Memastikan Talqīn: Teman-teman sholih adalah pihak yang paling mungkin hadir saat sakarotul maut dan membantu dalam talqīn (membimbing ucapan).

Rosululloh bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang ia jadikan teman akrabnya.” (HR. Abu Dawud no. 4833, hasan)

Bagi seorang lansia, teman akrab (kholīl) haruslah mereka yang dapat membantu menjaga keistiqomahan di akhir hayat, dan bukan mereka yang justru menariknya kembali ke urusan dunia yang fana.

8.4: Peran Keluarga dalam Talqīn

Peran keluarga, khususnya anak sholih, mencapai puncaknya saat seseorang berada dalam kondisi sakarotul maut. Di sinilah mereka harus memberikan pelayanan terakhir yang paling penting, yaitu talqīn.

Talqīn adalah menuntun atau mengingatkan orang yang sedang menghadapi kematian untuk mengucapkan kalimat Lā Ilāha Illallōh (Tiada yang berhak disembah selain Alloh).

Keutamaan Talqīn

Rosululloh memberikan jaminan yang luar biasa bagi siapa yang mampu mengakhiri hidupnya dengan kalimat Tauhid ini:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Siapa yang akhir perkataannya adalah Lā Ilāha Illallōh, maka ia akan masuk Jannah.” (HR. Abu Dawud no. 3116, shohih)

لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

“Tuntunlah (ingatkanlah) orang-orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian (untuk mengucapkan) Lā Ilāha Illallōh.” (HR. Muslim no. 916)

Adab Talqīn

Lemah Lembut: Talqīn harus dilakukan dengan lemah lembut, tanpa memaksa, dan dengan suara yang tenang. Orang yang sedang sakarotul maut berada dalam kondisi yang sangat sensitif.

Oleh yang Tercinta: Sebaiknya dilakukan oleh anggota keluarga terdekat atau orang sholih yang paling dicintai, agar pasien merasa nyaman dan mau mengikuti.

Tidak Mengulang Jika Sudah Mengucapkan: Jika pasien telah mengucapkan kalimat tersebut, maka yang men-talqīn harus diam dan tidak mengulanginya lagi, agar ucapan terakhirnya benar-benar Lā Ilāha Illallōh, dan tidak diakhiri dengan ucapan lain yang tidak penting.

Peran keluarga adalah menjaga ketenangan ruangan, menjauhkan hal-hal duniawi, dan membantu pasien memfokuskan hati pada Alloh , memastikan ia mengucapkan kalimat yang menjadi penentu husnul khotimah.


 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url