MUHKAM DAN MUTASYABIH MENURUT IBNU TAIMIYYAH
9.1
Makna Muhkam dan Mutasyabih
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menjelaskan bahwa
lafazh Muhkam dan Mutasyabih memiliki dua makna: Makna umum dan makna khusus.
9.1.1
Makna Umum bagi Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam: Seluruh
Al-Qur’an adalah jelas ditetapkan.
Setiap ayat
dalam Al-Qur’an itu muhkam (ditetapkan) dalam artian ia shohih (benar), terjaga
dari taghyir (perubahan), dan tidak ada pertentangan (tanaaqudh)
di antara ayat-ayatnya.
Mutasyabih:
Seluruh Al-Qur’an adalah sama dan serupa.
Setiap ayat
dalam Al-Qur’an itu mutasyabih (serupa) dalam artian satu bagiannya membenarkan
bagian yang lain (yushoddiq ba’dhuhu ba’dhon), dan maknanya mirip dan
bersesuaian (mutamaatsil).
Alloh
berfirman:
كِتَابًا
مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
“Kitab yang
serupa (ayat-ayatnya), berulang-ulang, yang karenanya gemetar kulit orang yang
takut kepada Robb mereka.” (QS. Az-Zumar: 23)
Makna
Mutasyabih di sini adalah makna umum, yaitu seluruh ayat saling bersesuaian dan
membenarkan.
9.1.2
Makna Khusus bagi Muhkam dan Mutasyabih
Inilah
makna yang biasa dipakai dalam Ushul Fiqih.
Muhkam (jelas
maknanya): Yaitu ayat-ayat yang maknanya jelas, mudah dipahami (bagi semua orang),
dan tidak mengandung keraguan (ihtimal) sehingga disebut Ummu Al-Kitab.
Mutasyabih
(samar maknanya): Yaitu ayat-ayat yang maknanya samar, sulit dipahami (hanya
ulama yang mengetahuinya), atau mengandung banyak kemungkinan makna (ihtimal)
seperti ayat yang berbicara tentang Sifat-sifat Alloh dan Qodho’ (ketentuan)
Alloh.
Alloh
berfirman:
هُوَ
الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ
وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ
مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ
تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ
“Dia-lah
yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antara (isinya) ada ayat-ayat
muhkamat (jelas maknanya), itulah pokok-pokok Kitab (Ummul Kitab), dan ada
(pula) ayat-ayat mutasyabihat (samar maknanya). Adapun orang yang di dalam
hatinya ada zaigh (kecenderungan pada kesesatan), maka mereka mengikuti
apa yang mutasyabih darinya untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari ta’wil-nya
(penafsiran samar), padahal tidak ada yang mengetahui ta’wil-nya kecuali Alloh.”
(QS. Ali ‘Imron: 7)
9.2
Sikap terhadap Muhkam dan Mutasyabih
Ayat (QS.
Ali ‘Imron: 7) ini adalah ayat agung yang membagi manusia menjadi dua
golongan:
9.2.1
Golongan Ahlul Haq (Pemilik Kebenaran)
Mereka
adalah orang-orang yang Rookhikhun fi Al-’Ilmi (kokoh ilmunya)
Sikap
mereka: Mereka beriman pada yang mutasyabih, mengembalikan yang mutasyabih
kepada yang muhkam, dan berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya dari sisi
Robb kami.” (QS. Ali ‘Imron: 7)
Mereka
tidak mengikuti yang mutasyabih dan tidak mencari-cari ta’wil yang samar.
9.2.2
Golongan Ahlul Zaigh (Pemilik Kesesatan)
Mereka adalah
golongan Ahli Bid’ah (seperti Khowarij, Mu’tazilah, Jahmiyyah, atau Syi’ah
Rofidhoh).
Sikap
mereka: Mereka meninggalkan yang muhkam, dan mengikuti yang mutasyabih (yang
maknanya samar dan mengandung banyak kemungkinan).
Tujuan
mereka mengikuti yang mutasyabih ada dua:
Mencari
Fitnah: Yaitu untuk memecah belah dan membuat ragu-ragu di tengah umat.
Mencari Ta’wil-nya:
Yaitu mencari penafsiran samar yang sesuai dengan hawa nafsu dan akal mereka
yang rusak.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menegaskan, ayat tentang Sifat-sifat Alloh adalah
mutasyabih dalam artian kita tidak mengetahui hakikatnya (kaifiyatnya),
tetapi muhkam dalam artian kita mengetahui maknanya.
Contohnya:
Kita beriman bahwa Alloh memiliki Yad (Tangan), tetapi kita tidak mengetahui kaifiyyah
(bagaimana bentuk) Tangan tersebut, dan tidak mencari-cari ta’wil yang
menyimpang (seperti menafsirkan Yad dengan ni’mat).