MUJMAL DAN MUBAYYAN MENURUT IBNU TAIMIYYAH
11.1
Definisi Mujmal dan Mubayyan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) dan para ulama membagi lafazh syari’at—baik Al-Qur’an
maupun As-Sunnah—menjadi dua bagian: Mujmal dan Mubayyan.
11.1.1
Mubayyan (yang Rinci/Jelas)
Yaitu
lafazh yang maknanya jelas dan rinci, sehingga tidak memerlukan penjelasan lain
dari dalil lain.
Semua
lafazh dalam Al-Qur’an yang maknanya sudah jelas tanpa perlu tafsir tambahan,
tergolong Mubayyan.
11.1.2
Mujmal (yang Global/Samar)
Yaitu
lafazh yang maknanya masih samar atau global, sehingga memerlukan penjelasan
dari dalil lain agar maknanya menjadi jelas.
Kebanyakan Mujmal
dalam Al-Qur’an itu dijelaskan oleh As-Sunnah (Hadits Nabi ﷺ).
Contohnya:
Perintah
Sholat dan Zakat:
Alloh
memerintahkan untuk mendirikan Sholat dan menunaikan Zakat dalam Al-Qur’an (QS.
Al-Baqoroh: 43). Namun, Al-Qur’an tidak merinci bagaimana cara Sholat,
berapa roka’at-nya, kapan waktunya, berapa kadar nishob Zakat, dan Zakat apa
saja yang wajib dikeluarkan.
Semua
rincian ini dijelaskan oleh Rosululloh ﷺ melalui sabda dan perbuatan beliau. Rosululloh ﷺ bersabda:
صَلُّوا
كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Sholatlah
kalian sebagaimana kalian melihatku Sholat.” (HR. Al-Bukhori no. 631)
Perintah
Haji:
Alloh
memerintahkan untuk melaksanakan Haji (QS. Ali ‘Imron: 97). Namun,
rincian manasik Haji, urutan thowaf dan sa’i, serta tempat-tempat wukuf,
dijelaskan oleh Nabi ﷺ
melalui sabda beliau:
خُذُوا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah
dariku manasik (cara-cara ibadah Haji) kalian.” (HR. Muslim no. 1297)
11.2
Penyebab Kesesatan Ahli Bid’ah karena Mujmal
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menjelaskan, salah
satu sebab utama kesesatan ahli bid’ah adalah karena mereka mengikuti yang
Mujmal (yang global dan samar) dan meninggalkan yang Mubayyan (yang rinci dan
jelas).
Kesesatan Khowarij
Khowarij adalah kelompok pertama yang keluar dari ketaatan
kepada Kholifah Ali bin
Abi Tholib (40 H). Mereka
berdalil dengan ayat-ayat yang Mujmal dan Mutasyabih, yaitu ayat yang berisi
ancaman bagi orang kafir.
Mereka
mengambil ayat umum tentang orang kafir yang melakukan dosa besar (seperti yang
menolak hukum Alloh), lalu mereka terapkan pada orang Mu’min yang melakukan
dosa besar, dan menganggap orang Mu’min tersebut sebagai kafir.
Khowarij
mengambil firman Alloh:
وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“siapa yang tidak berhukum dengan apa
yang Alloh turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS.
Al-Maaidah: 44)
Mereka
mengambil lafazh umum (‘Amm) ini secara mutlak, padahal ayat ini dikaitkan
dengan Ayat Muhkam (jelas) lainnya dan Hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan bahwa
perbuatan dosa besar tidak mengeluarkan Mu’min dari keimanan selama ia tidak
menghalalkan dosa tersebut.
Sikap yang
Benar:
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menegaskan, Al-Qur’an adalah Hujjah (argumentasi)
atas siapa pun yang membacanya, baik yang muhkam maupun yang mutasyabih
darinya.
Kewajiban
kaum Mu’minun adalah mengikuti yang muhkam, menjelaskan yang mutasyabih dengan
yang muhkam, dan menjelaskan yang mujmal dengan yang mubayyan.
Semua ayat
dan Hadits tidak ada yang bertentangan (jika dipahami dengan benar), melainkan
saling membenarkan.