PENDAHULUAN ILMU-ILMU AL-QUR’AN MENURUT IBNU TAIMIYYAH
1.1
Kandungan Al-Qur’an dan Keutamaannya
Kemuliaan Al-Qur’an itu sungguh agung, karena ia mencakup
semua ilmu yang bermanfaat dan kebaikan, yang mana kitab-kitab terdahulu juga
memuatnya. Manusia diciptakan untuk taat kepada Alloh sesuai dengan syari’at
yang Dia tetapkan, dan syari’at samawi yang Alloh turunkan kepada para Nabi dan
Rosul-Nya di kitab-kitab sebelumnya pun memuat hikmah dan hukum-hukum.
Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Alloh menurunkan 104 kitab dari
langit, dan Dia masukkan semua ilmunya dalam 4 kitab, yaitu At-Tauroh, Al-Injil,
Az-Zabur, dan Al-Furqon (Al-Qur’an). Kemudian, Alloh masukkan ilmu keempat
kitab ini ke dalam Al-Furqon. Bahkan, ilmu Al-Qur’an ini dimasukkan ke dalam Al-Mufashshol.
Al-Mufashshol adalah suroh-suroh yang dimulai dari Suroh
Qoof [50] sampai akhir Al-Qur’an, atau ada yang berkata dimulai dari Suroh Al-Hujurot
[49]. Ulama membaginya menjadi tiga bagian:
1. Thiwal (yang panjang): dari awal Suroh Al-Hujurot sampai Al-Buruj.
2. Awaasith (yang pertengahan): dari Suroh Ath-Thoriq sampai Al-Bayyinah.
3. Qishoor (yang pendek): dari Suroh Az-Zalzalah sampai an-Nas.
Kaum Salaf (pendahulu umat) berkata, “Alloh menghimpun semua
kitab yang diturunkan ke dalam Al-Qur’an, dan menghimpun ilmu Al-Qur’an ke
dalam Al-Mufashshol, dan menghimpun ilmu Al-Mufashshol ke dalam Suroh
Faatihatul Kitab, dan menghimpun ilmu Faatihatul Kitab ke dalam firman-Nya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami
memohon pertolongan.” (QS. Al-Faatihah: 5)
Ayat ini mencakup seluruh isi Al-Qur’an, di mana firman-Nya “إِيَّاكَ نَعْبُدُ” (Hanya kepada-Mu
kami menyembah) mengandung Tauhid Uluhiyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, “Sudah seharusnya
kita berwasiat tentang Al-Qur’an dan ilmu-ilmu Al-Qur’an, karena ini adalah
ilmu yang bermanfaat.”
Pangkal kebaikan itu adalah siapa yang memohon pertolongan
kepada Alloh dalam menerima ilmu yang diwariskan dari Nabi Muhammad ﷺ. Ilmu tersebut pantas
dinamakan ilmu. Adapun ilmu selain Al-Qur’an, ada kalanya bermanfaat dan ada
kalanya tidak bermanfaat, meskipun dinamakan ilmu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) mengingatkan, “Jangan sampai
seseorang menyibukkan diri dengan ilmu yang menghalangi dirinya dari memahami
hakikat Al-Qur’an. Ada ilmu yang memiliki hubungan dengan Al-Qur’an, tetapi
berlebihan dalam mempelajarinya, hal itu dapat menghalangi seseorang dari
memahami maksud Alloh.”
Contohnya adalah berlebihan dalam mengeluarkan huruf-huruf,
mentarqqiq (menipiskan), mentafkhim (menebalkan), berlebihan
dalam sifat-sifat huruf, seperti shofiir atau istithoolah
(memanjangkan makhroj), memanjangkan atau memendekkan mad (panjang), dan
menghitung gerakan mad dengan jari. Berlebihan dalam ilmu ini akan mengalihkan
dari memahami maksud Alloh.
Sungguh, jalan ilmu yang hakiki adalah yang didasarkan pada
ilmu wahyu. Ilmu ini adalah yang bersumber dari firman Alloh dan sabda
Rosululloh ﷺ.
1.2 Perhatian Salaf terhadap Ilmu Al-Qur’an
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menyebutkan, perhatian
Salaf (pendahulu umat) terhadap Al-Qur’an melebihi segalanya. Mereka
memperhatikan lafazh (bacaan) dan makna, riwayat dan hafalan.
Beliau (Ibnu Taimiyyah) menyebutkan beberapa alasan yang
menunjukkan perhatian Salaf terhadap Al-Qur’an dan ilmu-ilmu Al-Qur’an:
1.2.1
Kebiasaan yang Sudah Menjadi Fitroh Manusia
Kebiasaan manusia di setiap waktu dan tempat adalah
memperhatikan suatu kitab yang diturunkan atau ilmu yang mereka pelajari, baik
lafazh maupun maknanya. Perhatian mereka terhadap makna sungguh lebih penting,
karena untuk memahami kitab tersebut. Seorang yang membaca kitab kedokteran,
matematika, nahwu, atau fiqih, pasti berkeinginan untuk memahami isinya. Lalu,
bagaimana dengan kaum Salaf yang membaca Al-Qur’an, yang menjadi petunjuk dari
Alloh?
Abu Abdurrohman As-Sulami (wafat 74 H) berkata, “Utsman bin
Affan (35 H), Abdulloh bin Mas’ud (32 H), dan para Shohabat rodhiyAllohu ‘anhum
lainnya, yang membacakan Al-Qur’an kepada kami, bercerita: ‘Jika mereka telah
mempelajari sepuluh ayat dari Rosululloh ﷺ, mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan dan memahami
ilmu yang ada di dalamnya.’ Mereka berkata, ‘Maka, kami mempelajari Al-Qur’an,
ilmu, dan amal sekaligus.”
1.2.2 Perintah Alloh untuk
Mentadabburi, Memahami, dan Mengikuti Al-Qur’an
Alloh berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ
مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ
“Sungguh Kami telah menurunkan Kitab yang diberkahi kepadamu
(Muhammad), agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya.” (QS. Shood: 29)
Alloh juga berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ
أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka, apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an ataukah
hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Perintah ini harus dipatuhi.
1.2.3 Al-Qur’an Diturunkan dalam
Bahasa Arob
Alloh berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآنًا
عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sungguh Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an berbahasa Arob,
agar kalian memahaminya (menggunakan akal)” (QS. Yusuf: 2)
Memahami akal tidak akan terwujud tanpa mengilmui maknanya.
1.2.4 Alloh Mencela Orang yang Tidak Memahami Al-Qur’an
Alloh berfirman:
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا
بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ حِجَابًا مَّسْتُورًا وَجَعَلْنَا
عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا
“apabila kamu
(Muhammad) membaca Al-Qur’an, Kami jadikan antara kamu dan orang-orang yang
tidak beriman kepada Akhiroh suatu dinding yang tertutup. Kami jadikan hati
mereka tertutup, sehingga mereka tidak memahaminya, dan di telinga mereka ada
sumbatan” (QS. Al-Isro’: 45-46)
Seandainya kaum Mu’minun tidak memahaminya, niscaya mereka
serupa dengan orang kafir dan munafiq, yang dicela oleh Alloh.
1.2.5 Alloh Mencela Orang yang
Hanya Mendengar Suara Al-Qur’an, Tanpa Memahami Maknanya
Alloh berfirman:
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ
الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ
فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“perumpamaan
orang yang kafir adalah seperti (penggembala) yang memanggil binatang yang
tidak mendengar selain panggilan dan seruan (saja). Mereka tuli, bisu, dan
buta, sehingga mereka tidak mengerti.” (QS. Al-Baqoroh: 171)
Orang munafiq mendengar suara Rosululloh ﷺ, tetapi tidak
memahaminya. Seandainya kaum Mu’minun tidak memahaminya, niscaya mereka serupa
dengan orang munafiq dan kafir, yang dicela oleh Alloh.
Para Shohabat rodhiyAllohu ‘anhum Menafsirkan Al-Qur’an
untuk Para Tabi’in.
Mujahid (wafat 104 H) berkata, “Aku sodorkan Mushaf (Al-Qur’an)
kepada Ibnu Abbas (68 H) dari awal sampai akhir, aku berhenti pada setiap ayat
dan bertanya tentangnya.” Sufyan ats-Tsauri (wafat 161 H) berkata, “Jika datang
kepadamu tafsir dari Mujahid, maka itu sudah mencukupimu.”
Abdulloh bin Mas’ud (32 H) berkata, “Seandainya aku tahu ada
orang yang lebih berilmu tentang Kitabulloh dariku dan unta dapat mencapainya,
pasti aku akan mendatanginya.”
Semua alasan ini menunjukkan bahwa Shohabat dan Salafus
Sholih sangat memperhatikan Al-Qur’an, ilmu-ilmunya, dan pemahaman maknanya.
1.3
Ilmu Al-Qur’an Adalah Ilmu Paling Utama
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, ilmu Al-Qur’an
ilmu yang paling utama secara mutlak. Ilmu ini berhubungan dengan Robb dan
pemahaman maksud-Nya. Ilmu selain itu tidak ada nilainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, “Sungguh
terbukti bahwa Utsman (35 H) itu lebih utama (dari Ali bin Abi Tholib (40 H)),
karena Utsman menghimpun seluruh Al-Qur’an, sehingga ia ditetapkan keutamaannya.”
Yang dimaksud dengan mempelajari Al-Qur’an adalah membaca, menghafal, memahami,
dan mengamalkan hukum-hukumnya.
1.4 Pentingnya Memahami Al-Qur’an
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, memahami Al-Qur’an
itu adalah yang paling penting di antara ilmu-ilmu Al-Qur’an yang banyak.
Ilmu-ilmu Al-Qur’an itu banyak, di antaranya: menghitung ayat, mengetahui Makki
dan Madani, dan Nasikh wal Mansukh (ayat yang menghapus dan yang dihapus).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, “Memahami Al-Qur’an
dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya adalah jalan para Shohabat dan
Tabi’in yang mengikuti mereka dengan ihsan.” Alloh tidak mengutus
seorang Rosul pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat menjelaskan (wahyu)
kepada mereka. Penjelasan Rosululloh ﷺ
tidak akan terwujud kecuali dengan bahasa kaumnya, yaitu bahasa Arob. Bahasa Arob
adalah bahasa yang paling sempurna, dan balaghoh (gaya bahasa) Al-Qur’an adalah
yang paling sempurna dengan kesepakatan ulama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) berkata, umat itu amat
membutuhkan pemahaman Al-Qur’an. Alloh berfirman:
قَدْ جَاءَكُم مِّنَ اللَّهِ نُورٌ
وَكِتَابٌ مُّبِينٌ يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ
وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ
مُّسْتَقِيم
“Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Alloh, dan Kitab
yang menjelaskan. Dengan (Kitab) itulah Alloh menunjukkan kepada orang yang
mengikuti keridhoan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan Dia mengeluarkan mereka
dari kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan
yang lurus.” (QS. Al-Maaidah: 15-16)
Al-Qur’an adalah tali Alloh yang kuat, dzikir yang penuh
hikmah, dan Shiroth (jalan) yang lurus. Siapa yang berkata berdasarkan Al-Qur’an,
ia sungguh benar. Siapa yang mengamalkannya, ia sungguh diberi pahala. Siapa
yang berhukum dengannya, ia sungguh adil. Siapa yang menyeru kepadanya, ia
sungguh diberi petunjuk ke jalan yang lurus. Siapa yang meninggalkannya karena
kesombongan, Alloh akan menghancurkannya. Siapa yang mencari petunjuk di selain
Al-Qur’an, Alloh akan menyesatkannya.