Perumpamaan Amal kāfir dan Larangan Tamtsīl
9.1:
Perumpamaan Amal kāfir dengan Debu
[1] Dalil
مَثَلُ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ
فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ
الْبَعِيدُ
“Perumpamaan
orang-orang yang kāfir kepada Robb mereka, amal-amal mereka adalah seperti debu
yang diterbangkan angin kencang pada hari badai. Mereka tidak kuasa sedikit pun
atas apa yang mereka usahakan. Itulah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrōhīm: 18)
[2] Uraian Inti
Ayat ini
membuat perumpamaan bagi amal orang kāfir yang Alloh ﷻ batalkan.
Amal kāfir
(A’māluhum): Amal
yang mereka lakukan di dunia (seperti shodaqoh, silaturrohim, memuliakan tamu,
dll.) diserupakan dengan romād (debu/abu).
Ketiadaan
Asal: Debu adalah
sisa pembakaran. Ini melambangkan bahwa amal mereka pada dasarnya tidak
memiliki asal dari keimanan, meskipun secara zhohir tampak baik.
Penghancuran: Debu yang diterbangkan oleh angin
badai yang kencang pada Hari Kiamat. Angin ini menghancurkan debu menjadi
serpihan-serpihan kecil sehingga tidak ada yang tersisa.
Akibat: Mereka tidak mendapatkan balasan
sedikit pun dari amal yang mereka usahakan, karena kekufuran mereka telah
membatalkannya.
[3] Poin Penting
Ketiadaan
Nilai: Amal kāfir,
betapapun banyaknya, tidak memiliki nilai karena tidak didasari keimanan,
sehingga diserupakan dengan debu yang sangat ringan dan mudah diterbangkan.
Kerugian
Akhiroh: Amal itu
bermanfaat di dunia (seperti shodaqoh dapat mendatangkan pujian atau manfa’at),
namun tidak bermanfaat di Akhiroh karena kehilangan syarat sahnya (Iman).
Kesesatan
yang Jauh: Sifat aḍ-ḍolālul
ba’īd (kesesatan yang jauh) adalah puncak dari kesesatan; yaitu usaha yang
dilakukan tanpa dasar dan kehilangan segala hasilnya.
9.2:
Perumpamaan Orang yang Terlepas dari Ayat Alloh
[1] Dalil
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (١٧٥) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ
إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ
يَلْهَثْ أَوْ تَ تْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Bacakanlah kepada mereka berita orang
yang Kami berikan kepadanya âyât-âyât Kami, kemudian dia terlepas darinya, lalu
Syaithon mengikutinya, maka jadilah dia termasuk orang yang sesat (175). Dan
sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami angkat derajatnya dengan âyât itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya. Maka
perumpamaannya seperti anjing: jika engkau menghalaunya, ia menjulurkan
lidahnya, dan jika engkau membiarkannya, ia menjulurkan lidahnya. Demikianlah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan âyât-âyât Kami. Maka ceritakanlah
kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-A’rāf: 175-176)
[2] Uraian Inti
Perumpamaan
ini adalah untuk ‘ulama yang Alloh ﷻ anugerahi ilmu dan âyât,
tetapi ia melepaskan diri dari konsekuensi ilmu tersebut karena mengikuti hawa
nafsu dan cenderung kepada dunia.
Terlepas
(Insalakha): Orang
itu terlepas dari âyât Alloh ﷻ, seperti kulit yang terlepas dari bangkai. Ia tinggalkan ilmu
yang ia miliki demi dunia dan mengikuti hawa nafsunya (attaba’a hawāhu).
Diserupakan
dengan Anjing (Kalb):
Alloh ﷻ
menyerupakan orang itu dengan anjing (kalb). Anjing adalah makhluk yang
paling rendah kedudukannya.
Juluran
Lidah (Yalhats):
Anjing menjulurkan lidahnya baik saat dihalau maupun saat dibiarkan. Ia
menjulurkan lidah karena kehausan yang tidak dapat disembuhkan.
Hakikat
Perumpamaan:
Juluran
Lidah (kāfir): Juluran
lidah anjing melambangkan kerakusan dan hawa nafsu yang tidak tersembuhkan.
Orang yang mendustakan âyât Alloh ﷻ (seperti ‘ulama sū’ / buruk)
terus-menerus terengah-engah terhadap dunia, baik saat dinasihati maupun saat
dibiarkan.
[3] Poin Penting
Ilmu
Tanpa Amal: Ilmu
yang tidak diamalkan dapat menjadi penyebab kebinasaan dan kesesatan yang jauh,
jika orang itu cenderung kepada dunia dan hawa nafsu.
Kerakusan: Sifat lahatts pada anjing
melambangkan kerakusan yang terburuk terhadap dunia, dan itulah keadaan orang kāfir
atau ‘ulama as-sū’ yang mendustakan âyât Alloh ﷻ.
Penyebab
Kerendahan: Orang
itu diturunkan derajatnya karena cenderung pada dunia dan mengikuti hawa
nafsunya, padahal ia berpotensi diangkat derajatnya.
9.3:
Larangan Membuat Perumpamaan Bagi Alloh
[1] Dalil
فَلَا
تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Oleh
karena itu, janganlah kamu membuat perumpamaan-perumpamaan (al-amtsāl)
untuk Alloh. Sungguh, Alloh mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS.
An-Naḥl: 74)
[2] Uraian Inti
Ayat ini
adalah larangan tegas untuk membuat perumpamaan (ḍorbul amtsāl) bagi
Alloh ﷻ,
yaitu menyamakan atau menyekutukan Alloh ﷻ dengan makhluk-Nya.
Larangan
Tamtsīl: Dilarang
menyamakan (membuat tamtsīl) Alloh ﷻ dengan sesuatu pun dari
makhluk-Nya. Alasannya adalah karena Alloh ﷻ Maha Suci dari menyerupai
makhluk-Nya dan Dia tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
Hikmah
Larangan: Manusia
dilarang membuat perumpamaan karena Alloh ﷻ mengetahui hakikat segala
sesuatu, sedangkan manusia tidak. Manusia cenderung menyamakan Alloh ﷻ
dengan makhluk yang paling mereka anggap agung, padahal tidak ada perbandingan
dalam hal ʻaẓomah (keagungan).
[3] Poin Penting
Hakikat
Tauḥīd: Larangan
ini adalah untuk menguatkan Tauḥīd dan menjauhkan dari Syirik, yang mana Syirik
bermula dari membuat tamtsīl (penyerupaan) Alloh ﷻ
dengan makhluk-Nya.
9.4:
Perumpamaan Tinggi untuk Allah
[1] Dalil
لِلَّذِينَ
لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Bagi
orang-orang yang tidak beriman kepada Akhiroh, perumpamaan keburukan/sifat yang
buruk, dan bagi Alloh perumpamaan tertinggi/sifat yang sempurna, dan Dia-lah
Al-‘Azīz (Mahaperkasa) lagi Al-Ḥakīm (Mahabijaksana).” (QS. An-Naḥl: 60)
[2] Uraian Inti
Ayat ini
merupakan penjelasan kontras mengenai sifat-sifat yang layak disematkan pada kāfir
dan yang hanya layak bagi Alloh ﷻ.
Maṡal
As-Sū’: perumpamaan
keburukan adalah sifat-sifat yang mengandung aib, cacat, dan kekurangan. Ini
adalah sifat yang layak bagi orang-orang kāfir yang mendustakan Akhiroh.
Al-Maṡal
Al-A’lā: Perumpamaan
tertinggi adalah sifat-sifat yang menunjukkan kesempurnaan (kamāl),
keagungan, dan kebaikan mutlak. Ini adalah sifat yang hanya dimiliki Alloh ﷻ.
Hakikat
Al-Maṡal Al-A’lā:
Al-Maṡal al-A’lā adalah sifat yang paling sempurna, paling agung, dan tidak ada
yang menyamai-Nya dalam sifat tersebut. Oleh karena itu, mustahil ada dua dzat
yang memiliki Maṡal al-A’lā yang sama.
[3] Poin Penting
Kamāl
(Kesempurnaan):
Al-Maṡal al-A’lā adalah bukti kamāl Alloh ﷻ yang mutlak dan mutlak, yang
tidak boleh disematkan kepada makhluk-Nya sedikit pun.
Nafyu
Syarīk (Penafian Sekutu): Mustahil ada dua dzat yang memiliki Maṡal al-A’lā yang sama. Hal ini
menjadi burhān qōṭi’ (bukti tegas) untuk menafikan adanya sekutu bagi
Alloh ﷻ.