Perumpamaan Kebenaran dan Kebatilan dalam Perbandingan
8.1:
Perumpamaan Air dan Logam yang Mengandung Busa
[1] Dalil
أَنْزَلَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا
رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ
زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ
فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ
يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
“Alloh
menurunkan air dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut
ukurannya. Maka arus air itu membawa buih (busa) yang mengambang (zabadan
rōbiyan). Dan dari (logam) yang mereka lebur dalam api untuk dibuat
perhiasan (ḥilyah) atau barang-barang lain (matā’un) ada buih
pula yang menyerupainya. Demikianlah Alloh membuat perumpamaan tentang
kebenaran dan kebatilan. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak
berguna, dan adapun yang bermanfaat bagi manusia, maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan.” (QS. Ar-Ro’d: 17)
[2] Uraian Inti
Ayat ini
menggabungkan dua perumpamaan untuk menjelaskan hakikat kebenaran dan kebatilan.
Air dan
Buih: Alloh ﷻ
menurunkan air (yang diserupakan dengan Ilmu dan Iman) ke lembah-lembah (yang
diserupakan dengan hati). Air (Iman) mengalir dan membawa buih/busa yang
mengambang, yaitu kebatilan yang sementara.
Api dan
Buih Logam: Logam
(emas, perak, tembaga) yang dilebur di api untuk dibuat perhiasan (ḥilyah)
(yang diserupakan dengan Iman) juga mengeluarkan buih, yaitu kotoran yang tidak
berguna.
Kebenaran
dan Kebatilan: haqq
diserupakan dengan air yang bermanfaat atau logam murni yang tersisa, sedangkan
bāṭil diserupakan dengan buih yang akan hilang.
[3] Poin Penting
Tolak
Ukur Manfaat: Yang
tetap adalah yang bermanfaat bagi manusia (mā yanfa’un-nās), yaitu haqq.
Buih/Busah
(Zabad): Kebatilan
itu seperti buih yang mengembang, tampak banyak dan besar, tetapi cepat hilang dan
tidak bermanfaat.
Perumpamaan
Gabungan: Ayat ini
menggabungkan perumpamaan mā’ī (air/hujan) dan nārī (api/leburan
logam) untuk menjelaskan bahwa ḥaqq itu tetap, sedangkan bāṭil itu
sirna.
8.2:
Perumpamaan Kalimat Ṭoyyibah
[1] Dalil
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا
ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (٢٤) تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat perumpamaan Kalimah Ṭoyyibah
(kalimat yang baik) seperti pohon yang baik (syajarotin ṭoyyibah), yang
akarnya teguh, dan cabangnya menjulang ke langit (24). Yang mengeluarkan
buahnya setiap waktu dengan idzin Robbnya. Dan Alloh membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS.
Ibrōhīm: 24-25)
[2] Uraian Inti
Perumpamaan
ini membandingkan kalimat yang naik dengan pohon yang baik.
Kalimah Ṭoyyibah: Mayoritas mufassir menyebut bahwa Kalimah
Ṭoyyibah adalah Syahādatu An Lā Ilāha Illalloh, yang darinya tumbuh
seluruh amal sholih.
Aṣluhā Ṡābitun
(Akarnya Teguh):
Melambangkan keyakinan Lā Ilāha Illalloh yang tertanam kuat dalam hati
Mu’min.
Cabangnya
Menjulang ke Langit:
Melambangkan amal sholih yang diangkat (diterima) ke langit oleh Alloh ﷻ.
Buah
yang Terus Menerus:
Pohon itu berbuah setiap waktu, melambangkan amal sholih yang terus dipetik
oleh Mu’min dalam setiap keadaan.
[3] Poin Penting
Pentingnya
Asal: Amal sholih (far’un
/cabang) tidak akan diterima (terbang ke langit) tanpa aṣlun ṡābitun
(akar yang teguh), yaitu Tauḥīd yang murni.
Kebergantungan
Mutlak: Buah itu
berbuah bi idzni Robbihā (dengan idzin Robbnya), menekankan bahwa
seluruh hasil amal bergantung pada kehendak dan idzin Alloh ﷻ.
8.3:
Perumpamaan Kalimat Buruk
[1] Dalil
وَمَثَلُ
كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا
مِنْ قَرَارٍ
“Perumpamaan
kalimah khobīṡah (kalimat yang buruk) seperti pohon yang buruk (syajarotin
khobīṡah), yang telah dicabut akarnya dari permukaan bumi, ia tidak
mempunyai qorōr (kekuatan/ keteguhan) sedikit pun.” (QS. Ibrōhīm: 26)
[2] Uraian Inti
Ayat ini
merupakan perbandingan dengan lawan dari Kalimah Ṭoyyibah.
Kalimah
Khobīṡah: Kalimat
yang buruk adalah syirik dan kebatilan.
Pohon
yang Buruk (kāfir):
Pohon yang buruk ini, seperti pohon ḥanẓol (bidara pahit), tidak
memiliki akar yang teguh di bumi.
Dicabut
dari Permukaan: Ia
dicabut dari permukaan bumi. Artinya, akarnya tidak menancap kuat dan tidak ada
qorōr (keteguhan/kekuatan) di bumi. Seperti itulah kesyirikan, dimana
amal sholih tidak bermanfaat baginya tanpa Tauhid.
[3] Poin Penting
Amal kāfir
Hampa: Ucapan
(kalimah) dan amal orang kāfir tidak memiliki akar (Tauḥīd) yang teguh,
sehingga mudah dicabut dan tidak memiliki qorōr (keteguhan).
Amal Mu’min
Tetap: Alloh ﷻ
menguatkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di dunia (sebelum
mati), di alam kubur, dan di Akhiroh.