Cari Artikel

Mempersiapkan...

Perumpamaan Keadaan Hati dalam Hidayah

 

5.1: Perumpamaan Orang Hidup dan Mati

[1] Dalil

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Apakah orang yang dahulunya mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga ia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kāfir apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’ām: 122)

[2] Uraian Inti

Ayat ini membuat perumpamaan yang kontras antara keadaan Mu’min (orang hidup) dan kāfir (orang mati).

Mu’min (Orang Hidup): Diserupakan dengan seseorang yang dahulunya mati (sebelum Islām), lalu Alloh menghidupkannya dengan iman. Alloh memberikan nūr (cahaya) padanya, yaitu petunjuk dan keyakinan, sehingga ia dapat berjalan di tengah manusia.

Kāfir (Orang Mati): Diserupakan dengan orang yang berada dalam ẓulumāt (kegelapan-kegelapan). Kegelapan ini adalah kegelapan kufur, jahil, dan ketidakmampuan akal untuk membedakan. Alloh tidak membuat perumpamaan bagi kāfir sebagai orang yang berada di luar ẓulumāt, melainkan fīẓ-ẓulumāt (di dalam kegelapan-kegelapan), yang berarti ia tidak dapat keluar darinya.

[3] Poin Penting

Kehidupan Hakiki: Kematian di sini bermakna matinya hati karena kekufuran dan kesesatan. Alloh menghidupkan hati Mu’min dengan nūr (cahaya iman).

Kesesatan Dihiasi: Kekufuran mereka menjadi indah bagi mereka sendiri, sehingga mereka betah di dalamnya.

Pintu Hidayah Tertutup: Orang kāfir disifati ṣummun (tuli) dari mendengar kebenaran yang bermanfaat, bukmun (bisu) dari mengucapkan kebenaran, dan berada dalam ẓulumāt (kegelapan).

5.2: Perumpamaan Orang yang Berbalik kepada Syirik

[1] Dalil

قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَىٰ أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الْأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah (Muḥammad), ‘Apakah kita akan menyeru selain Alloh, sesuatu yang tidak dapat memberi manfa’at kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan mudhorot kepada kita? Dan apakah kita akan berbalik ke belakang (murtad) setelah Alloh memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang disesatkan oleh syaithon di bumi dalam keadaan bingung, ia mempunyai teman-teman yang mengajaknya ke jalan yang benar (seraya berkata), ‘Marilah ikut kami.’” Katakanlah, Sungguh, petunjuk Alloh itulah petunjuk (yang sebenarnya), dan kita diperintahkan agar berserah diri kepada Robb seluruh alam.”” (QS. Al-An’ām: 71)

[2] Uraian Inti

Ayat ini adalah bantahan Alloh terhadap orang-orang musyrik yang mengajak Mu’minīn untuk kembali kepada syirik. Alloh membuat perumpamaan bagi orang yang murtad kembali kepada syirik setelah iman.

Berbalik ke belakang: Ungkapan ini (aqib) berarti kembali ke belakang, yang merupakan gambaran penolakan dan kerugian. Kembali kepada syirik setelah mendapat petunjuk Alloh adalah suatu kerugian yang diserupakan dengan orang yang berbalik dari tujuannya.

Bingung di Padang Pasir (Ḥairān): Orang yang murtad diserupakan dengan orang yang disesatkan oleh Syaithon, yang menjadikannya bingung di bumi.

Peringatan Mu’minīn: Mu’minīn adalah kawan-kawan yang menyeru orang yang tersesat itu untuk kembali kepada al-Hudā (petunjuk/Islām).

[3] Poin Penting

Keadaan Murtad: Kondisi orang yang murtad dari Islām kembali kepada syirik diserupakan dengan orang bingung di padang pasir yang tidak tahu arah, dikelilingi Syaithon, meskipun ada kawan yang mengajaknya kembali ke jalan yang benar.

Hakikat Petunjuk: Hudā (petunjuk) adalah semata-mata fadhilah (karunia) dari Alloh .

5.3: Perumpamaan Lapang dan Sempitnya Dada

[1] Dalil

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

“Siapa yang Alloh kehendaki untuk Dia beri petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima) Islām. Dan siapa yang Dia kehendaki untuk Dia sesatkan, niscaya Dia menjadikan dadanya sempit lagi sesak (ḍoyyiqon ḥarojan), seolah-olah dia sedang mendaki ke langit. Demikianlah Alloh menimpakan rijsu (adzāb/kekejian) kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’ām: 125)

[2] Uraian Inti

Ayat ini membuat perumpamaan untuk menjelaskan hakikat syarḥuṣ-ṣodr (lapangnya dada) dan ḍīquṣ-ṣodr (sempitnya dada).

Syaṛḥuṣ-Ṣodr (Lapang Dada): Siapa yang Alloh kehendaki hidayah, Dia lapangkan dadanya untuk Islām. Lapangnya dada ini diserupakan dengan kondisi hati yang dihiasi dengan Tauhid, nūr (cahaya iman), ilmu yang bermanfaat, rasa cinta kepada Alloh , dan dzikir.

Ḍīquṣ-Ṣodr (Sempit Dada): Siapa yang Alloh kehendaki kesesatan, Dia jadikan dadanya ḍoyyiqon ḥarojan (sempit lagi sesak), yaitu tidak ada tempat bagi hidayah.

Perumpamaan Mendaki: Kesempitan dada diserupakan dengan orang yang mendaki ke langit. Syaikh Ibnu ‘Utsaimīn (1421 H) menyebutkan bahwa para ‘ulamā kontemporer menemukan mukjizat Al-Qur’an dalam ayat ini, karena semakin seseorang mendaki ke lapisan atmosfir atas, tekanan udara berkurang sehingga ia merasakan sesak dan sulit bernafas.

Ar-Rijsu: Kesesatan dan kezholiman yang menimpa orang kāfir diserupakan dengan keadaan ḍīquṣ-ṣodr ini.

[3] Poin Penting

Kehendak Alloh : Lapangnya dada dan sempitnya dada terjadi karena Masī’ah (kehendak) Alloh .

Mukjizat Al-Qur’an: Perumpamaan orang yang mendaki ke langit menegaskan bahwa Alloh mengetahui rahasia alam yang baru ditemukan manusia di zaman modern.

Sebab Lapangnya Dada: Dāda menjadi lapang karena Tauhīd, Nūr Ilahi, ilmu yang bermanfaat, kecintaan kepada Alloh , dzikir, dan berbuat baik kepada makhluk.


 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url