Perumpamaan Kedermawanan dan Keikhlasan
3.1:
Perumpamaan Biji yang Menumbuhkan Tujuh Bulir
Perumpamaan ini dibuat Alloh ﷻ untuk menjelaskan
balasan agung bagi orang yang menginfakkan hartanya di jalan Alloh dengan niat
murni dan ketaatan syari’at.
[1] Dalil
مَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ
مِّائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka fī
sabīlillah,
seperti (perumpamaan) satu biji yang menumbuhkan tujuh bulir, di setiap bulir
terdapat seratus biji. Dan Alloh melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Alloh Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 261)
[2] Uraian Inti
Infak yang murni diserupakan dengan satu benih yang
menghasilkan tujuh ratus biji, menunjukkan betapa besarnya karunia dan
keutamaan Alloh ﷻ.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (1421 H) menjelaskan bahwa jalan Alloh adalah syari’at
Alloh ﷻ,
karena syari’at mengarahkan dan menyampaikan kepada-Nya. Infak yang berlipat
ganda ini adalah makanan bagi raga (seperti bulir gandum) dan makanan bagi ruh
dan hati.
[3] Poin Penting
Keutamaan Infak: Pahala infak mulai dari sepuluh kali
lipat hingga tujuh ratus kali lipat atau bahkan lebih, sebagaimana penutup
ayat: Wallōhu yuḍō’ifu liman yasyā’u (Alloh melipatgandakan bagi siapa
yang Dia kehendaki).
Qiyās (Analogi): Ayat ini merupakan dalil
dibolehkannya qiyās, karena Alloh ﷻ ingin kita menganalogikan pertumbuhan
amalan sholih dengan pertumbuhan benih di tanah.
3.2:
Perumpamaan Kebun di Tanah Tinggi
[1] Dalil
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ
جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا
وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka
karena mencari mardhootillah (keridhoan Alloh) dan tatsbītan min
anfusihim (kemantapan dari jiwa mereka), seperti kebun yang terletak di
tanah tinggi (robwah) yang ditimpa hujan lebat (wābil), lalu
kebun itu menghasilkan buah dua kali lipat. Jika kebun itu tidak ditimpa hujan
lebat, maka (cukup) embun. Dan Alloh Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Baqoroh: 265)
[2] Uraian Inti
Perumpamaan ini menjelaskan infak orang yang beriman dan
ikhlash, yang diserupakan dengan kebun yang terletak di Robwah (dataran
tinggi). Kebun di tanah tinggi (sebagai infak ikhlash) akan lebih subur dan
menghasilkan panen yang lebih baik.
Ibtighoo’ Mardhootillah: Menunjukkan niat yang murni
mencari keridhoan Alloh ﷻ.
Tatsbītan Min Anfusihim: Menunjukkan kemantapan jiwa,
yaitu meyakinkan diri untuk tidak ragu dalam berinfak, menjauhkan diri dari
kekikiran, dan membenarkan janji Alloh ﷻ.
Wābil (Hujan Lebat): Melambangkan infak yang banyak,
yang menghasilkan buah dua kali lipat.
Tholl (Gerimis/Embun): Melambangkan infak yang
sedikit, yang tetap menghasilkan karena kesuburan tanah (niat yang ikhlash dan
hati yang mantap).
Baik infak banyak (wābil) maupun sedikit (tholl),
keduanya menghasilkan pahala berlipat ganda, asalkan niatnya murni.
[3] Poin Penting
Syarat Infak: Niat ikhlash mencari Ridhō Alloh ﷻ
dan kemantapan jiwa adalah syarat utama diterimanya amal.
Lokasi Terbaik: Kebun yang berada di dataran tinggi (robwah)
menghasilkan panen yang lebih banyak karena berada di lokasi yang baik,
melambangkan amalan yang dilakukan dengan niat yang baik.
3.3:
Perumpamaan Batu Licin
[1] Dalil
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ
النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ
عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَّا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ
مِّمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membatalkan
shodaqoh kamu dengan man (mengungkit-ungkit) dan adzā (menyakiti),
seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riyā’ (pamer) kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Alloh dan Hari Akhiroh. Maka
perumpamaannya seperti batu yang licin (ṣofwān) yang di atasnya ada debu.
Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat (wābil), maka ditinggalkannya batu
itu menjadi keras (sholdan) (tidak bertanah). Mereka tidak mendapatkan
sedikitpun dari apa yang mereka usahakan. Dan Alloh tidak memberi petunjuk
kepada kaum kāfir.” (QS. Al-Baqoroh: 264)
[2] Uraian Inti
Ayat ini adalah larangan bagi kaum Mu’minin untuk merusak
shodaqoh dengan man (mengungkit-ungkit) dan adzā (menyakiti),
yang diserupakan dengan amal orang riyā’ (pamer) dan kāfir.
Man dan Adzā: Dilarang mengungkit-ungkit shodaqoh dan
menyakiti orang yang diberi, karena perbuatan itu menghapuskan pahala shodaqoh.
Riyā’ (Pamer): Melakukan ibadah agar dilihat orang lain dan
dipuji. Orang yang riyā’ diserupakan dengan batu licin (ṣofwān).
Shofwān (Batu Licin): Batu keras yang di atasnya ada
debu (turōb) disangka tanah subur. Namun, ketika ditimpa hujan lebat (wābil),
debu itu hanyut dan tinggallah batu yang keras (sholdan) yang tidak
dapat menumbuhkan apapun. Amal orang riyā’ pun demikian; di Hari Kiamat, ia
akan hilang dan tidak meninggalkan pahala sedikitpun.
[3] Poin Penting
Man dan Adzā Dosa Besar: Man dan adzā termasuk dosa
besar karena membatalkan pahala amal.
Riyā’ Adalah Syirik: Riyā’ membatalkan amal sholih
dan merupakan bagian dari syirik.
kāfir Rugi di Akhiroh: Amal kāfir, termasuk infak
yang dilakukannya, tidak akan bermanfaat di Akhiroh, meskipun di dunia bisa
mendatangkan manfaat.
3.4:
Perumpamaan Kebun yang Terbakar Angin Panas
[1] Dalil
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَن تَكُونَ
لَهُ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا
مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا
إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Apakah seseorang di antara kamu suka jika dia memiliki
kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dia memiliki di
dalamnya dari segala macam buah-buahan, kemudian dia ditimpa masa tua (al-kibar),
sedang dia memiliki anak cucu yang lemah (dzurriyatun ḍu’afā’). Lalu
kebun itu ditimpa angin puting beliung (i’shoor) yang mengandung api, sehingga
terbakar hangus. Demikianlah Alloh menjelaskan âyât-Nya kepada kamu agar kamu
berpikir.” (QS. Al-Baqoroh: 266)
[2] Uraian Inti
Perumpamaan ini bagi hamba yang beramal sholih dengan
ikhlash, kemudian ia melakukan maksiat yang membatalkan dan merusak pahalanya.
Keadaan Terbaik (Kebun): Kebun yang sempurna dan
subur melambangkan amal sholih.
Kebutuhan Mendesak (Al-Kibar dan Ḍu’afā’): Masa tua
dan anak cucu yang lemah melambangkan kondisi di Hari Akhiroh, saat seorang
hamba paling membutuhkan amal sholihnya.
Penghancuran (I’shoor Fīhi Nār): Angin puting beliung
yang mengandung api yang membakar habis kebun melambangkan maksiat yang
dilakukan setelah ketaatan, yang dapat menghapus pahala amal sholih.
[3] Poin Penting
Menghanguskan Amal: Orang yang berbuat maksiat
setelah ketaatan diserupakan dengan orang yang menghanguskan amal sholihnya
sendiri di saat ia paling membutuhkannya.
Tafakkur (Perenungan): Ayat ini menganjurkan tafakkur
dengan membandingkan hal ma’qūl (abstrak) dengan hal maḥsūs (konkret)
agar mudah dipahami.