TURUNNYA AL-QUR’AN MENURUT IBNU TAIMIYYAH
4.1 Bukti Al-Qur’an Adalah Kalamulloh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menegaskan bahwa Al-Qur’an
adalah Kalamulloh (Perkataan Alloh) yang diturunkan, bukan makhluk (ciptaan). Al-Qur’an
adalah firman Alloh yang tidak sama dengan firman makhluk.
Beliau (Ibnu Taimiyyah) berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah
firman-Nya, baik lafazh maupun makna. Inilah yang diyakini oleh kaum Salafus
Sholih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Alloh berfirman:
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ
مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkannya
dari Robb-mu dengan benar, untuk menguatkan (hati) orang yang beriman, dan
menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang Muslimun.” (QS. An-Nahl: 102)
Alloh berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ
اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ
“jika seseorang
dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka berilah dia
perlindungan agar dia sempat mendengar Kalamulloh (firman Alloh), kemudian
antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. Itu karena sungguh mereka adalah
kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah: 6)
Ayat ini menunjukkan bahwa yang didengar adalah Kalamulloh.
Alloh berfirman:
يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُوا كَلَامَ
اللَّهِ
“Mereka hendak mengubah Kalamulloh (firman Alloh).” (QS.
Al-Fath: 15)
Semua ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah Kalamulloh
yang diucapkan (dikatakan) oleh-Nya, dan kemudian Rosululloh ﷺ menyampaikan kepada
umat.
4.2 Cara Nabi ﷺ
Menerima Wahyu
Nabi Muhammad ﷺ
menerima wahyu dengan berbagai cara, di antaranya:
4.2.1 Mendengar Suara Dering Lonceng
Rosululloh ﷺ
bersabda:
أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ
صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ
عَنْهُ مَا قَالَ
“Terkadang wahyu mendatangiku seperti suara dering lonceng,
dan itu adalah yang paling berat bagiku. Lalu ia meninggalkanku, dan sungguh
aku telah menghafal apa yang dikatakannya.” (HR. Al-Bukhori no. 2 dan Muslim
no. 2333)
4.2.2 Malaikat Berubah Menjadi
Manusia
Rosululloh ﷺ
bersabda:
وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي
الْمَلَكُ رَجُلاً فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ
“terkadang
Malaikat berubah wujud di hadapanku menjadi seorang lelaki, lalu ia berbicara
kepadaku, dan aku pun menghafal apa yang ia katakan.” (HR. Al-Bukhori no. 2
dan Muslim no. 2333)
(Malaikat yang paling sering berubah wujud adalah Jibril ‘alaihissalam
dalam wujud Dihyah Al-Kalbi rodhiyAllohu ‘anhu)
4.2.3 Melihat Malaikat dalam Wujud Aslinya
Melihat Malaikat Jibril ‘alaihissalam dalam wujud
aslinya, di mana Jibril memiliki 600 sayap, dan ia menutupi seluruh ufuk
(cakrawala).
4.2.4 Wahyu Lewat Mimpi
Wahyu berupa mimpi yang sholih (benar) ketika tidur, seperti
yang terjadi pada Nabi Ibrohim ‘alaihissalam saat diperintahkan
menyembelih putranya.
4.2.5 Perkataan Langsung dari Alloh
Berbicara langsung dengan Alloh tanpa perantara Malaikat,
sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa ‘alaihissalam di Gunung Thuur,
dan juga yang terjadi pada Nabi Muhammad ﷺ saat peristiwa Isro’ dan Mi’roj.
4.3
Proses Turunnya Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menjelaskan, Al-Qur’an
diturunkan secara bertahap:
4.3.1
Turun dari Lauh Al-Mahfuzh
Lauh Al-Mahfuzh adalah tempat segala takdir tertulis.
Alloh berfirman:
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ فِي
لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ
“Sungguh, (yang mereka dustakan) itu adalah Al-Qur’an yang
mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Al-Mahfuzh (Lembaran yang Terpelihara).” (QS.
Al-Buruj: 21-22)
4.3.2 Turun ke Bait Al-’Izzah
(Langit Dunia)
Al-Qur’an turun secara keseluruhan (sekaligus) ke Bait Al-’Izzah
di langit dunia pada Malam Lailatul Qodr.
Alloh berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ
الْقَدْرِ
“Sungguh Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada Laylat Al-Qodr.”
(QS. Al-Qodr: 1)
Alloh berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ
فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Romadhon adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.”
(QS. Al-Baqoroh: 185)
Ibnu Abbas (68 H) berkata, “Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh
ke Bait Al-’Izzah di langit dunia secara sekaligus, pada Lailatul Qodr di Bulan
Romadhon. Kemudian, Malaikat Jibril ‘alaihissalam menurunkannya kepada
Nabi Muhammad ﷺ
secara bertahap (berangsur-angsur).”
4.3.3 Turun kepada Nabi ﷺ
Secara Bertahap
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ secara
berangsur-angsur selama 23 tahun, sesuai dengan peristiwa (hawadits) dan
sebab-sebab (Asbabun Nuzul).
Alloh berfirman:
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ
عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Al-Qur’an itu Kami turunkan berangsur-angsur agar kamu
(Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan, dan Kami menurunkannya
secara bertahap.” (QS. Al-Isro’: 106)
4.4 Al-Qur’an dalam Mushaf
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menjelaskan mengenai
penulisan Al-Qur’an:
4.4.1 Penulisan pada Masa Nabi ﷺ
Rosululloh ﷺ
memiliki beberapa Juru Tulis Wahyu (Kuttab Al-Wahyu) yang menuliskan Al-Qur’an.
Di antara mereka adalah Zaid bin Tsabit (45 H) dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan (60
H).
Al-Qur’an ditulis di atas apa pun yang memungkinkan pada
saat itu, seperti pelepah kurma, kulit, atau tulang. Ayat-ayat dan suroh-suroh
sudah tersusun sebagaimana yang kita kenal sekarang atas perintah Rosululloh ﷺ, meskipun masih terpisah-pisah.
Penghimpunan pada Masa Abu Bakar rodhiyAllohu ‘anhu.
Setelah gugurnya banyak penghafal Al-Qur’an (para Qurro’)
dalam Perang Yamamah (tahun 12 H), ‘Umar bin Al-Khoththob (23 H) mengusulkan
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq (13 H) agar Al-Qur’an dihimpun menjadi satu kitab.
Abu Bakar setuju, lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit (45 H) untuk memimpin
penghimpunan.
Penghimpunan ini dinamakan Mushaf Abu Bakar (13 H), dan
Mushaf ini disimpan di sisi Abu Bakar, kemudian di sisi ‘Umar, dan setelah ‘Umar
wafat, Mushaf itu berpindah ke sisi Hafshoh binti ‘Umar rodhiyAllohu ‘anha
(istri Nabi ﷺ).
4.4.2 Penggandaan pada Masa
Utsman
Pada masa Kholifah Utsman bin Affan (35 H), terjadi
perbedaan cara membaca Al-Qur’an yang bisa menyebabkan perpecahan. Utsman (35
H) memerintahkan Zaid bin Tsabit (45 H) dan beberapa Shohabat terkemuka untuk
menggandakan Mushaf berdasarkan Mushaf Hafshoh, dan menyatukan cara penulisan
(Rosm Al-Utsmani).
Utsman (35 H) mengirimkan Mushaf tersebut ke berbagai
wilayah Islam (Makkah, Syam, Bashroh, Kufah, Yaman, dan Bahroin) dan menyimpan
satu Mushaf di Madinah (Al-Mushhaf Al-Imam).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menegaskan, urutan suroh
dan ayat dalam Mushaf adalah Tauqifi (berdasarkan wahyu dan perintah Nabi ﷺ), meskipun penulisan
lafazhnya terkadang berbeda-beda (seperti Ahruf as-Sab’ah yang akan dibahas
selanjutnya), tetapi Al-Qur’an adalah sama.