Az-Zubair bin Al-’Awwam: Hawari Nabi ﷺ

 

Az-Zubair bin Al-Awwam Rodhiyallahu ‘Anhu adalah salah satu Shohabat yang paling dekat dengan Rosulullah . Ia adalah putra dari bibi Nabi , Shofiyyah bintu ‘Abdil Muththolib. Ia juga merupakan hawari (penolong setia) Nabi , salah satu dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira masuk Surga, serta seorang pemberani dan penyerang terdepan. Dialah orang pertama yang menghunus pedangnya dalam Islam untuk membela Nabi .

Nabi bersabda kepada Uhud yang di atasnya ada beberapa Sohabat utama:

اثبت أحد، فإنه ليس عليك إلا نبي وصديق وشهيد

“Tenanglah wahai Uhud! Sesungguhnya di atasmu hanya ada seorang Nabi, seorang Shiddiq, dan dua orang Syahid.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Mereka adalah sepuluh orang yang dijamin Surga, dan di antara mereka adalah Az-Zubair bin Al-’Awwam Rodhiyallahu ‘Anhu, penolong setia Nabi dan putra bibi beliau, Shofiyyah bintu ‘Abdil Muththolib. Ia adalah salah satu dari enam orang yang ditunjuk dalam Dewan Syuro setelah wafatnya Umar bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu. Ia adalah orang pertama yang menghunus pedangnya di jalan Allah. Kunyah-nya adalah Abu ‘Abdillah. Ia memeluk Islam saat masih muda, berusia 18 atau 19 tahun.

Musa bin Tholhah berkata: “Ali, Az-Zubair, Tholhah, dan Sa’d lahir di tahun yang sama.”

‘Urwah berkata: “Az-Zubair datang membawa pedangnya, lalu Nabi bertanya: ‘Ada apa denganmu?’ Ia menjawab: ‘Aku diberi tahu bahwa Anda telah ditangkap.’ Nabi bersabda: ‘Apa yang akan kamu lakukan dengan pedang ini?’ Ia menjawab: ‘Aku akan menebas siapa pun yang menangkapmu.’ Maka Nabi mendoakan dia dan pedangnya.”

Dengan demikian, Az-Zubair adalah orang pertama yang menghunus pedangnya di jalan Allah Ta’ala.

Sifat Fisik dan Didikan Ibunya

Hisyam meriwayatkan dari ayahnya ‘Urwah bahwa Az-Zubair adalah seorang yang tinggi; jika ia menaiki hewan tunggangan, kedua kakinya menyentuh tanah. Ia berbulu lebat. Ibunya, Shofiyyah, mendidiknya dengan keras meskipun ia yatim. Ketika orang-orang menanyakan hal itu, ibunya menjawab bahwa tujuannya adalah mengangkat martabat Az-Zubair. Wanita sholihah seperti inilah yang melahirkan para lelaki pemimpin umat, sebagaimana dilakukan oleh ibu Sufyan Ats-Tsauri dan ibu Imam Asy-Syafi’i. Semua wanita sholihah pasti mendambakan anak-anak mereka menjadi pemimpin umat.

Kelahiran dan Keluarga

Beliau adalah Az-Zubair bin Al-’Awwam bin Khuwailid Rodhiyallahu ‘Anhu, sepupu dari Rosulullah . Ibunya adalah Shofiyyah binti ‘Abdil Muththolib Rodhiyallahu ‘Anha, yang mengasuh dan membesarkannya setelah wafat ayahnya, Al-’Awwam bin Khuwailid. Ayah beliau, Al-’Awwam, adalah saudara laki-laki dari Ummul Mu’minin Khodijah binti Khuwailid ‘Alaihas Salam.

Beliau adalah Abu ‘Abdillah Az-Zubair bin Al-’Awwam bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushoy bin Kilab Al-Qurosyi Al-Asadi. Nasab beliau bertemu dengan Nabi pada Qushoy.

Beliau menikah dengan Asma’ binti Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhuma, dan dari pernikahan tersebut lahirlah putranya, ‘Abdullah bin Az-Zubair—anak pertama yang lahir di Madinah pasca Hijroh Nabi .

Az-Zubair Rodhiyallahu ‘Anhu adalah hawari Rosulillah (penolong khusus Nabi ), juga putra dari bibi Nabi , yaitu Shofiyyah binti ‘Abdil Muththolib. Beliau adalah salah seorang dari al-’asyroh al-mubassyarun bil jannah (sepuluh orang yang dijamin masuk Surga), dan termasuk dari enam Shohabat yang diangkat sebagai dewan syuro oleh ‘Umar bin Al-Khottob Rodhiyallahu ‘Anhu.

Masa Pertumbuhannya

Az-Zubair bin Al-’Awwam tumbuh dalam asuhan ibundanya, Shofiyyah Rodhiyallahu ‘Anha, yang mendidiknya dengan ketegasan agar menjadi seorang pejuang pemberani yang mampu membela kaumnya. Ia disiapkan menjadi pengganti ayahnya yang terbunuh dalam Perang Fijar sebelum datangnya Islam.

Saat berusia 18 tahun, Az-Zubair memeluk Islam dan termasuk golongan awal yang masuk Islam. Ia menghadapi ujian berat pada masa awal keislamannya; salah satunya adalah siksaan keras dari pamannya sendiri. Sang paman menggulungnya dalam tikar dan menyalakan api agar asapnya menghambat napasnya, sambil berkata: “Kafirlah kepada Robb Muhammad, maka akan kuangkat siksaan ini darimu!” Namun, Az-Zubair menjawab dengan tantangan yang luar biasa: “Demi Allah, aku tidak akan kembali kepada kekafiran selamanya!”

Ia turut serta dalam dua hijroh (ke Habasyah dan Madinah), dan sejak saat itu selalu hadir dalam setiap peperangan bersama Rosulullah tak ada satu pun ghazwah yang ia tinggalkan.

Putranya, ‘Urwah bin Az-Zubair Rohimahullah berkata: “Az-Zubair masuk Islam ketika berusia delapan tahun, dan berhijroh pada usia 18 tahun. Pamannya menggantungnya di tikar dan menyalakan api di bawahnya, seraya berkata: ‘Kembalilah kepada kekufuran!’ Maka Az-Zubair menjawab: ‘Aku tidak akan kembali kufur selama-lamanya.’”

‘Urwah juga berkata: “Az-Zubair masuk Islam dan berhijroh ke Habasyah dua kali, dan tidak pernah absen dari satu pun peperangan yang diikuti oleh Rosulullah .” (Al-Mustadrak, 3/360; Thobaqot Ibnu Sa’d, 3/102)

Maka, jelaslah bahwa beliau termasuk assaabiqunal awwalun, golongan pertama yang memeluk Islam, dan beliau hadir dalam seluruh medan perang bersama Nabi .

Hijroh, Keberanian, Jihad, dan Kedudukannya

Az-Zubair termasuk di antara mereka yang hijroh ke Habasyah, meskipun tidak lama tinggal di sana. Jabir berkata: “Ia mendapati dua hijroh: ke Habasyah dan ke Madinah.”

Jabir juga meriwayatkan: “Rosulullah bersabda pada hari Khondaq (perang Ahzab):

من يأتنا بخبر بني قريظة؟ فقال الزبير : أنا، فذهب على فرس له، فجاء بخبرهم، ثم قال الثانية، فقال الزبير : أنا، فذهب، ثم الثالثة: فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لكل نبي حواري، وحواري الزبير

‘Siapa yang akan membawa kabar dari Bani Quroizhah?’ Az-Zubair berkata: ‘Saya.’ Maka ia pergi dengan kudanya dan kembali dengan kabar. Nabi bertanya lagi untuk yang kedua kalinya dan Az-Zubair menjawab: ‘Saya.’ Ia pergi lagi. Ketiga kalinya Nabi bersabda: ‘Setiap Nabi memiliki hawari (penolong setia), dan penolong setiaku adalah Az-Zubair.’”

Ats-Tsauri berkata: “Tiga orang ini adalah pahlawan para Shohabat: Hamzah, Ali, dan Az-Zubair.”

‘Urwah berkata: “Ada tiga luka besar di tubuh Az-Zubair, salah satunya di pundaknya, sampai-sampai aku bisa memasukkan jariku ke dalamnya. Dua luka terjadi pada perang Badar dan satu pada perang Yarmuk.”

Ini menunjukkan bahwa Az-Zubair tidak pernah absen dari peperangan bersama Nabi . Cukuplah sebagai keutamaan bahwa Allah memberi kabar Surga melalui lisan Nabi saat ia masih berjalan di muka bumi!

Kepahlawanannya di Medan Perang

Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya bahwa Az-Zubair berkata: “Pada hari Badar, aku bertemu dengan ‘Ubaidah bin Sa’id bin Al-’Ash. Ia memakai baju besi lengkap hingga hanya matanya yang terlihat. Ia dikenal dengan sebutan ‘Abu Dzatil Kurosh’. Aku menyerangnya dengan tombakku dan mengenai matanya hingga ia mati. Aku menaruh kakiku di tubuhnya dan menarik tombakku sampai-sampai ujungnya bengkok.”

Hawari Rosulillah

Di antara keutamaannya adalah hadits berikut:

 Dari Jabir bin ‘Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhuma, Nabi bersabda:

إن لكل نبي حوارياً، وإن حواري الزبير بن العوام

 “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki hawari, dan hawariku adalah Az-Zubair bin Al-’Awwam.” (HR. Al-Bukhori no. 2847)

Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi mengajak para Shohabat untuk maju pada hari Khondaq, lalu Az-Zubair pun tampil. Kemudian Nabi mengajak lagi, dan Az-Zubair kembali tampil, sampai tiga kali. Maka Nabi bersabda:

لكل نبي حواري وحواري الزبير

 “Setiap Nabi memiliki hawari, dan hawari-ku adalah Az-Zubair.” (HR. Muslim no. 2415; Al-Bukhori no. 7261)

Kata hawari berarti penolong yang tulus. Al-Azhari menjelaskan bahwa hawariyun adalah orang-orang pilihan para Nabi, yaitu mereka yang benar-benar ikhlas dan bersih dari cela. Kata ini berasal dari “tahwir” (تحوير) yang berarti pemutihan, karena dahulu para hawariyun dikenal sebagai tukang pemutih pakaian.

Dengan demikian, sebutan hawari dari Nabi kepada Az-Zubair adalah pujian yang sangat tinggi—menunjukkan ketulusan dan keberanian beliau dalam menolong Rosulullah .

Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu pernah mendengar seseorang berkata: “Aku anak dari hawari.” Maka Ibnu ‘Umar berkata: “Jika engkau benar keturunan Az-Zubair, maka iya. Kalau tidak, jangan mengaku-ngaku.”  (Thobaqot Ibnu Sa’d, 3/106; Al-Ishobah, 1/527)

Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma juga berkata: “Dia adalah hawari Nabi .”

 Dikatakan pula bahwa mereka disebut hawariyun karena pakaian mereka yang putih bersih. (Tafsir Ibnu Abi Hatim, 2/659; Tarikh Dimasyq, 68/59; Taghliqu At-Ta’liq, 4/70)

Mengapa Hanya Az-Zubair yang Disebut hawari?

Al-’Aini Rohimahullah dalam ‘Umdatul Qori menjelaskan: “Jika ada yang bertanya: Bukankah semua Shohabat adalah penolong Rosulullah ? Mengapa hanya Az-Zubair yang disebut sebagai hawari? Jawabnya: Nabi mengucapkannya ketika Perang Ahzab, saat berkata: ‘Siapa yang akan membawakan kabar musuh kepadaku?’ Az-Zubair menjawab: ‘Aku.’ Hal ini terjadi hingga tiga kali. Maka jelas bahwa bantuan Az-Zubair saat itu lebih istimewa dibanding yang lain.” (‘Umdatul Qori, 16/223; Tuhfatul Ahwadzi, 10/547)

Peran dan Kepahlawanan

Sejak muda, Az-Zubair telah dikenal sebagai penunggang kuda pemberani. Bahkan dikatakan, pedang pertama yang dihunus dalam Islam adalah pedang Az-Zubair bin Al-’Awwam. Di hari-hari awal Islam, ketika jumlah Muslim masih sedikit dan bersembunyi di rumah Al-Arqom, tersebar desas-desus bahwa Rosulullah telah terbunuh. Maka Az-Zubair pun mencabut pedangnya dan berjalan di jalan-jalan Makkah. Di bagian atas kota Makkah, beliau bertemu Rosulullah yang lalu menanyainya dan kemudian mendoakan kebaikan untuk dirinya dan kemenangan bagi pedangnya.

Dalam Perang Uhud, ketika musuh telah pergi dan kaum Muslimin mengalami luka parah, Az-Zubair termasuk dari yang menjawab seruan Allah dan Rosul-Nya . ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha meriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda setelah kekalahan di Uhud: “Siapa yang siap mengejar mereka agar mereka tahu bahwa kita masih memiliki kekuatan?”

Maka Abu Bakr dan Az-Zubair Rodhiyallahu ‘Anhuma pun maju bersama 70 orang. Ketika kaum musyrikin mendengar kabar itu, mereka pun mundur. Kata ‘Aisyah: “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia dari Allah tanpa bertempur dengan musuh.”

Saat pengepungan Bani Quroizhoh berlangsung lama tanpa tanda-tanda menyerah, Rosulullah mengutus Az-Zubair bersama ‘Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu ‘Anhuma. Keduanya berdiri di hadapan benteng kuat itu dan menyerukan:

“Demi Allah! Kami akan merasakan apa yang dirasakan oleh Hamzah (gugur), atau kami akan membuka benteng mereka!”

Kemudian mereka berdua menerobos masuk sendiri ke dalam benteng dan menyebarkan rasa takut di hati para penghuni benteng. Mereka pun berhasil membuka pintunya bagi pasukan Muslimin.

Selama hidup Rosulullah , Az-Zubair terus aktif dalam seluruh ghozwah (perang yang diikuti Nabi ), membela Islam tanpa melakukan tindakan melampaui batas terhadap siapa pun.

Wafatnya Utsman dan Kesaksian untuk Az-Zubair

Marwan bin Al-Hakam berkata: “Utsman pernah mengalami mimisan hebat di tahun ‘Aamul Ruoof’ sehingga ia tidak berangkat Haji dan membuat wasiat. Seseorang dari Quroisy datang kepadanya dan berkata: ‘Tunjuklah pengganti!’ Utsman menjawab: ‘Apakah mereka mengatakannya?’ Orang itu menjawab: ‘Ya.’ Kemudian Utsman bertanya: ‘Siapa dia?’ Mereka menjawab: ‘Az-Zubair.’ Utsman berkata: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ia adalah orang terbaik dan yang paling dicintai oleh Rosulullah .’”

Hal ini menunjukkan bahwa Utsman Rodhiyallahu ‘Anhu lebih mengutamakan Az-Zubair atas Ali dalam konteks ini. Namun yang paling kuat adalah pendapat bahwa urutan keutamaan mengikuti urutan kekhilafahan: Abu Bakr, Umar, Utsman, lalu Ali, kemudian sisa dari enam anggota Dewan Syuro: Sa’d bin Abi Waqqosh, Abdurrohman bin ‘Auf, Sa’id bin Zaid, Az-Zubair, dan Tholhah bin ‘Ubaidillah.

Sikap Terhadap Pembunuh Utsman dan Kesyahidannya

Abdurrohman bin Abi Laila meriwayatkan bahwa pada hari perang Jamal, Az-Zubair mundur dari melawan barisan ‘Ali. Anaknya, Abdullah bin Az-Zubair, bertanya: “Apakah karena takut?”

Az-Zubair menjawab bahwa ketika ia bertemu dengan Ali, Ali mengingatkannya pada sabda Nabi : “Apakah kamu mencintai Ali?” Aku (Az-Zubair) menjawab: ‘Ya.’ Nabi bersabda: ‘Kelak kamu akan memeranginya dan kamu dalam keadaan zholim.”

Az-Zubair seakan-akan baru mengingat sabda ini di hari Jamal. Maka ia pun bersumpah untuk tidak memerangi Ali dan berkata:

 “Meninggalkan sesuatu yang aku khawatirkan akibatnya dalam pandangan Allah lebih baik, baik di dunia maupun di agama.”

Namun saat ia kembali menuju Madinah, ia dibunuh oleh Ibnu Jurmuz di lembah Siba’ ketika ia sedang sholat. Ketika jenazahnya dibawa, Ali menangis dan berkata: “Aku mendengar Rosulullah bersabda:

إن قاتل الزبير في النار

‘Pembunuh Az-Zubair ada di Neraka.’”

Sikap Keluarga Terhadap Pembunuhnya

Ali bin Al-Madini berkata: “Aku mendengar Sufyan berkata: Ibnu Jurmuz datang kepada Mush’ab bin Az-Zubair saat ia menjabat gubernur Irak di bawah pemerintahan saudaranya, Kholifah Abdullah bin Az-Zubair. Ia berkata: ‘Qishosh-lah aku atas pembunuhan Az-Zubair.’ Maka Mush’ab menulis surat untuk berkonsultasi dengan saudaranya. Balasan datang: ‘Apakah aku akan membunuh Ibnu Jurmuz karena Az-Zubair? Tidak. Bahkan untuk tali sandalnya pun tidak.’”

Bersama Khulafaur Rosyidin

Rosulullah wafat dalam keadaan ridho terhadap para Shohabatnya, termasuk Az-Zubair bin Al-’Awwam Rodhiyallahu ‘Anhu. Beliau tetap setia pada jalan itu di bawah kepemimpinan Khulafaur Rosyidin. Pada masa Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, Az-Zubair menjadi panglima perang, di antaranya dalam Perang Yarmuk melawan Romawi. Ketika melihat pasukannya mulai mundur di hadapan kekuatan Romawi, ia berteriak: “Allahu Akbar!” lalu menerobos sendiri ke tengah barisan musuh dan kembali dengan selamat di tengah gempuran yang dahsyat—hingga Allah memberi kemenangan bagi kaum Muslimin.

Pada masa kekhilafahan ‘Umar bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu, sebelum beliau wafat, dibentuklah sebuah dewan syura yang terdiri dari enam orang Shohabat, termasuk Az-Zubair, untuk memilih khalifah setelahnya.

Setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan Rodhiyallahu ‘Anhu, Az-Zubair termasuk yang menuntut qishosh. Namun setelah mendengar nasihat ‘Ali, ia mengundurkan diri dari medan konfrontasi. Sayangnya, setelah ia meninggalkan pertempuran dan tengah Sholat, seorang pengecut membunuhnya dengan tikaman dari belakang.

Si pembunuh lalu datang kepada ‘Ali Rodhiyallahu ‘Anhu dengan mengira bahwa ia membawa kabar gembira, seraya mempersembahkan pedang Az-Zubair yang dirampasnya. Namun ‘Ali marah dan berseru: “Berilah kabar kepada pembunuh Az-Zubair dengan Neraka!”

Ketika pedang Az-Zubair diperlihatkan kepadanya, beliau menciumnya sambil menangis terisak dan berkata: “Demi Allah, inilah pedang yang selalu digunakan pemiliknya untuk menghilangkan kesulitan dari Rosulullah .”

Penutup

Hal ini menunjukkan keutamaan besar Az-Zubair Rodhiyallahu ‘Anhu, dan besarnya pahala yang ia peroleh. Cukuplah sebagai kebanggaan bahwa ia adalah hawari Nabi , termasuk sepuluh yang dijamin masuk Surga, dan termasuk enam orang calon khalifah pilihan Umar bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu.

Komentar

Artikel Terpopuler

Al-Quran Obat Rohani dan Jasmani

Bacaan Setelah Al-Fatihah dalam Sholat

Doa Naik Kendaraan dan Safar

Hukum Tiyaroh (Anggapan Sial)

Duduk Istirahat dalam Sholat Menurut 4 Madzhab