Hukum Qodho Puasa
Hukum Qodho Puasa
Apabila seorang Muslim
berbuka (tidak berpuasa) dalam suatu hari dari Romadhon tanpa udzur, maka wajib
baginya bertaubat kepada Allah, beristighfar kepada-Nya, karena itu dosa dan
kemungkaran yang sangat besar. Disamping bertaubat dan istighfar, ia wajib
qodho (mengganti) setelah Romadhon sebanyak hari yang ia tinggalkan dari puasa.
Wajib segera menunaikan —menurut pendapat yang paling benar dari
pendapat-pendapat ahli ilmu— karena ia bukan termasuk orang yang diberi
keringanan meninggalkan puasa. Pada dasarnya, puasa ditunaikan segera pada
waktunya.
Adapun jika ia
meninggalkan puasa karena udzur, seperti haid, nifas, sakit, safar, atau
udzur lainnya yang membolehkannya meninggalkan puasa, maka wajib baginya qodho
(mengganti), tetapi tidak wajib segera, tetapi boleh ditunda sampai Romadhon
berikutnya. Akan tetapi dianjurkan segera diqodho karena segera melepaskan diri
dari tanggungan dan ia sikap lebih hati-hati. Boleh jadi nanti muncul
penghalang dari menunaikan puasa, seperti sakit atau semisalnya.
Jika ia menundanya sampai
Romadhon kedua dan memiliki udzur, seperti udzur yang terus-menerus, maka wajib
baginya qodho setelah Romadhon kedua tersebut.
Adapun jika ia menundanya
sampai ke Romadhon kedua tanpa udzur, maka wajib baginya qodho beserta memberi
makan orang miskin (sejumlah hari yang ia tanggung dari puasa).
Tidak disyaratkan berurutan
tanpa jeda dalam qodho, bahkan boleh berseling, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ
مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Siapa dari kalian yang
sakit atau safar, maka (gantilah) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari
yang lain.” (QS. Al-Baqoroh: 184)
Allah tidak mensyaratkan
pada hari-hari di atas berurutan tanpa jeda. Seandainya ia syarat, tentu
akan dijelaskan Allah Ta’ala.
Komentar
Posting Komentar