Kitab Bersuci - Lu'lu' wal Marjan
KITAB
BERSUCI
Wajib
Bersuci Untuk Sholat
134. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
«لاَ يَقْبَلُ
اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ»
“Allah
tidak menerima sholat seorang dari kalian yang berhadats[1]
sampai berwudhu.” (HR. Bukhori no. 6954 dan Muslim no. 225)[2]
Cara
Berwudhu yang Sempurna
135. Hadits
Utsman bin Affan Rodhiyallahu ‘Anhu,
دَعَا بِإِنَاءٍ، فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، فَغَسَلَهُمَا،
ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الإِنَاءِ، فَمَضْمَضَ، وَاسْتَنْشَقَ، ثُمَّ غَسَلَ
وَجْهَهُ ثَلاَثًا، وَيَدَيْهِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ
بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ إِلَى الكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي
هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
Ia meminta
diambilkan wadah air lalu ia menuangkannya ke dua telapak tangannya sebanyak
tiga kali untuk mencucinya. Lalu ia memasukkan tangan kananya ke dalam wadah
air untuk berkumur-kumur dan menghirup-kannya ke hidung. Lalu ia membasuh
wajahnya tiga kali dan dua tangannya sampai siku-siku sebanyak tiga kali. Lalu
ia mengusap kepalanya. Lalu membasuh dua kakinya sampai mata kaki sebanyak tiga
kali. Lalu ia berkata: Rosulullah ﷺ bersabda:
“Siapa
yang berwudhu seperti wudhuku ini lalu sholat dua rokaat tanpa ngobrol dengan
jiwanya (yakni khusyu) maka diampuni dosanya yang lalu.” (HR. Bukhori no. 159 dan Muslim no.
226)[3]
Wudhu
Nabi ﷺ
136. Hadits
Abdullah bin Zaid Rodhiyallahu ‘Anhu,
سُئلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ، فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنَ التَّوْرِ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ
ثَلاَثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ،
ثَلاَثَ غَرَفَاتٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا، ثُمَّ غَسَلَ
يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ،
فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الكَعْبَيْنِ»
Ia ditanya
wudhu Nabi ﷺ
lalu meminta sewadah air lalu memperagakan kepada orang-orang wudhu Nabi ﷺ. Ia
mengucurkan air dari wadah ke dua telapak tangannya untuk dicuci sebanyak tiga
kali. Lalu ia memasukkan tangannya ke wadah air untuk berkumur dan memasukkan
air ke hidung serta mengeluarkannya sebanyak tiga cidukan tangan. Lalu ia
memasukkan tangannya ke wadah air lalu membasuh wajahnya sebanyak tiga kali.
Lalu ia membasuh dua tangannya sampai ke dua siku. Lalu ia memasukkan tangannya
untuk mengusap kepalanya dari depan sampai ke belakang sekali usapan. Lalu ia
membasuh dua kakinya sampai mata kaki. (HR. Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235)
Ganjil
dalam Istintsar dan Istijmar
137. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, bersabda:
«مَنْ تَوَضَّأَ
فَلْيَسْتَنْثِرْ، وَمَنِ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ»
“Siapa
yang berwudhu, seharusnya istintsar[4].
Siapa yang istijmar, seharusnya ganjil.” (HR. Bukhori no. 161 dan Muslim
no. 237)
138. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
«إِذَا اسْتَيْقَظَ
أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرَ ثَلاَثًا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ»
“Jika
seorang dari kalian bangun tidur lalu berwudhu, seharusnya istintsar
tiga kali, karena setan bermalam di hidungnya.” (HR. Bukhori no. 3295 dan
Muslim no. 238)
Wajib
Membasuh Dua Kaki dengan Sempurna
139. Hadits
Abdullah bin Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ
سَافَرْنَاهَا فَأَدْرَكَنَا - وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا الصَّلاَةُ - وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ،
فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ: «وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ
مِنَ النَّارِ» مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا
Rosulullah ﷺ pernah tertinggal dari kami
dalam sebuah safar lalu berhasil menyusul kami. Ketika tiba waktu sholat maka
kami berwudhu dengan hanya mengusap[5]
kaki kami. Maka Nabi ﷺ
menyeru dengan suara tinggi: “Celaka tumit-tumit dari Neraka.” Beliau
mengucapkannya dua atau tiga kali. (HR. Bukhori no. 60 dan Muslim no. 241)
140. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa ia melewati orang-orang yang
sedang berwudhu dari tempat wudhu lalu ia berkata:
أَسْبِغُوا الْوُضوءَ، فَإِنَّ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ»
Sempurnakanlah
wudhu kalian karena Abul Qosim ﷺ bersabda: “Celaka tumit-tumit
dari Neraka.” (HR. Bukhori no. 165 dan Muslim no. 242)
Disukai
Memanjangkan Basuhan Pada Anggota Wudhu
141. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: aku mendengar Nabi ﷺ
bersabda:
«إِنَّ أُمَّتِي
يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارٍ الْوُضُوءِ، فَمَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ»
“Umatku
akan dipanggil pada hari Kiamat dalam keadaan bercahaya pada bekas anggota
wudhu. Siapa dari kalian mampu memanjangkan cahayanya maka lakukan.” (HR.
Bukhori no. 136 dan Muslim no. 246)[6]
Bersiwak
Hadits Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah ﷺ bersabda:
«لَوْلاَ أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ
صَلاَةٍ»
“Seandainya
tidak memberatkan umatku atau memberatkan manusia, sungguh aku perintahkan
mereka untuk bersiwak setiap sholat.” (HR. Bukhori no. 887 dan Muslim no. 252)
143. Hadits
Abu Musa Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدْتُهُ «يَسْتَنُّ
بِسِوَاكٍ بِيَدِهِ يَقُولُ أُعْ أُعْ، وَالسِّوَاكُ فِي فِيهِ، كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ»
Aku
mendatangi Nabi ﷺ.
Aku mendapati beliau sedang bersiwak dengan siwak di tangannya sambil bersuara:
‘Uk uk,” sementara siwak masih di mulutnya, seakan beliau akan muntah. (HR.
Bukhori no. 244 dan Muslim no. 254)[7]
144. Hadits
Hudzaifah Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
كَانَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ
يَشُوص فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Apabila
Nabi ﷺ
bangun di malam hari, beliau membersihkan mulutnya dengan siwak. (HR. Bukhori
no. 245 dan Muslim no. 255)
Termasuk
Fithroh (Kesucian)
145. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
«الْفِطْرَة خَمْسٌ
أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الإِبْطِ،
وتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ»
“Fithroh
ada lima atau lima hal termasuk fithroh: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut
bulu ketiak, memotong kuku, menipiskan kumis.” (HR. Bukhori no. 5889 dan Muslim
no. 257)[8]
146. Hadits
Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Nabi ﷺ, ia berkata:
«خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ،
وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ»
“Berbedalah
dengan orang-orang musyrik, biarkan jenggot, dan tipiskan kumis.” (HR. Bukhori
no. 5892 dan Muslim no. 259)
147. Hadits
Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, Rosulullah ﷺ bersabda:
«أَنْهِكُوا الشَّوَارِبَ
وَأَعْفُوا اللِّحَى»
“Tipiskan
kumis dan biarkan jenggot.” (HR. Bukhori no. 5893 dan Muslim no. 259)
Cebok
148. Hadits
Abu Ayyub Al-Anshori Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi ﷺ bersabda:
«إِذَا أَتَيْتمُ
الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا، وَلكِنْ شَرِّقُوا
أَوْ غَرِّبُوا»
“Jika
kalian mendatangi tempat buang hajat, janganlah menghadap qiblat atau
membelakanginya. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau barat.”
قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ
قِبَلَ الْقِبْلَةِ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللهَ تَعَالَى
Abu Ayyub
berkata: saat aku tiba di Syam, aku mendapati tempat buang hajat dibangun
menghadap qiblat, maka aku merubahnya dan memohon ampun kepada Allah E. (HR. Bukhori no. 394 dan Muslim
no. 264)
149. Hadits
Abdullah bin Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
إِنَّ نَاسًا يَقُولُونَ: «إِذَا قَعَدْتَ عَلَى حَاجَتِكَ فَلاَ تَسْتَقْبِلِ
الْقِبْلَةَ وَلاَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ»، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ: لَقَدِ
ارْتَقَيْتُ يَوْمًا عَلَى ظَهْرِ بَيْتٍ لَنَا، فَرَأَيْتُ رسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى لَبِنَتَيْنِ مُسْتَقْبِلاً بَيْتَ الْمَقْدِسِ لِحَاجَتِهِ
Orang-orang
berkata: “Jika kamu jongkok untuk buang hajat, jangan menghadap qiblat maupun
Baitul Maqdis.”
Abdullah
bin Umar berkata: “Pada suatu hari aku naik di atas rumah kami. Aku melihat
Rosulullah ﷺ
di antara dua tembok menghadap Baitul Maqdis untuk buang hajat.” (HR. Bukhori
no. 145 dan Muslim no. 266)
150. Hadits
Abdullah bin Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعضِ حَاجَتِي فَرَأَيْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ
مُسْتَقْبِلَ الشَّامِ
Aku menaiki
atap rumah Hafshoh (saudarinya, istri Nabi ﷺ) untuk suatu keperluanku. Aku
melihat Rosulullah ﷺ
buang hajat membelakangi qiblat menghadap Syam (Baitul Maqdis).” (HR. Bukhori
no. 148 dan Muslim no. 266)[9]
Larangan
Istinja dengan Tangan Kanan
151. Hadits
Abu Qotadah Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا شَرِبَ
أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ
ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ»
“Apabila
seorang dari kalian minum maka jangan bernafas di dalam wadah air.[10]
Jika ia mendatangi tempat buang hajat maka jangan menyentuh kemaluannya dengan
tangan kanannya maupun istinja (cebok) dengan tangan kanannya.” (HR.
Bukhori no. 153 dan Muslim no. 267)
Tangan
Kanan dalam Bersuci dan Lainnya
152. Hadits
Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ
فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
Nabi ﷺ suka
menggunakan atau mendahulukan bagian kanan dalam memakai sandal, menyisir
rambut, bersuci, maupun dalam semua urusannya.” (HR. Bukhori no. 168 dan Muslim
no. 268)
Instinja
dengan Air Setelah Buang Hajat
153. Hadits
Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلاَءَ
فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلاَمٌ إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً؛ يَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ
Rosulullah ﷺ
memasuki tempat buang hajat, sementara aku dan bocah (seusiaku) membawakan
sewadah air dan tombak. Beliau istinja dengan air. (HR. Bukhori no. 152 dan
Muslim no. 271)
154. Hadits
Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَبَرَّزَ لِحَاجَتِهِ
أَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فَيَغْسِلُ بِهِ
Apabila
Nabi ﷺ
membuang hajat, aku membawakan air untuk beliau gunakan bersuci. (HR. Bukhori
no. 217 dan Muslim no. 271)
Mengusap
Khuffain
155. Hadits
Jarir bin Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa
«بَالَ، ثُمَّ
تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى» فَسُئِلَ، فَقَالَ: «رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَنَعَ مِثْلَ هَذَا»
Ia kencing
lalu berwudhu dan mengusap khuffain (dua sepatunya/ kaos kakinya,
sebagai ganti mengusap dua kaki), lalu berdiri sholat. Ia ditanya dan menjawab:
“Aku melihat Nabi ﷺ
melakukan seperti ini.” (HR. Bukhori no. 387 dan Muslim no. 272)[11]
156. Hadits
Hudzaifah Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
رَأَيْتُنِي أَنَا وَالنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَتَمَاشَى،
فَأَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ خَلْفَ حَائِطٍ فَقَامَ كَمَا يَقُومُ أَحَدُكُمْ، فَبَالَ،
فَانْتَبَذْتُ مِنْهُ، فَأَشَارَ إِلَيَّ فَجِئْتُهُ، فَقُمْتُ عِنْدَ عَقِبِهِ حَتَّى
فَرَغَ
Aku ingat
bersama Nabi ﷺ
berjalan lalu beliau mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum di belakang
tembok. Beliau berdiri seperti kalian berdiri lalu kencing. Aku pun menjauh
dari beliau. Beliau berisyarat kepadaku hingga aku mendekat kepadanya. Aku
berdiri di belakangnya hingga beliau selesai (dari hajatnya). (HR. Bukhori no. 225
dan Muslim no. 273)
157. Dari
Al-Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosulullah ﷺ,
bahwa
أَنَّهُ خَرَجَ لِحَاجَتِهِ فَاتَّبَعَهُ الْمُغِيرَةُ بِإِدَاوَةٍ فِيهَا مَاءٌ،
فَصَبَّ عَلَيْهِ حِينَ فَرَغَ مِنْ حَاجَتِهِ، فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ
Beliau
keluar untuk buang hajat lalu diikuti Al-Mughiroh dengan membawa sewadah air.
Beliau mengguyur bekas kencingnya setelah buat hajat kecil. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap khuffain. (HR. Bukhori no. 203 dan Muslim no. 274)
158.
Hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ:
«يَا مُغِيرَةُ خُذِ الإِدَاوَةَ»، فَأَخَذْتُهَا، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي، فَقَضَى حَاجَتَهُ، وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ
شَأْمِيَّةٌ، فَذَهَبَ لِيُخْرِجَ يَدَهُ مِنْ كُمِّهَا فَضَاقَتْ، فَأَخْرَجَ يَدَهُ
مِنْ أَسْفَلِهَا، فَصَبَبْتُ عَلَيْهِ، فَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ، وَمَسَحَ
عَلَى خُفَّيْهِ، ثُمَّ صَلَّى
Aku safar
bersama Nabi ﷺ
lalu berkata: “Hai Mughiroh, ambilkan wadah berisi air.” Aku mengambilkannya.
Rosulullah ﷺ
pergi menjauh hingga tidak terlihat dariku untuk buang hajat dengan memakai
jubah syamiyah (dari negeri Syam). Beliau berusaha mengeluarkan tangannya dari
lubang lengannya tetapi terlalu sempit hingga mengeluarkannya dari bagian bawah
jubahnya. Aku tuangkan air kepadanya untuk berwudhu sholat dan mengusap khuffainnya
lalu sholat. (HR. Bukhori no. 363 dan Muslim no. 274)
159. Hadits
Al-Mughiroh bin Syu’bah Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: aku bersama Nabi
ﷺ
dalam sebuah safar di malam hari. Beliau bertanya: “Kamu punya air?” Jawabku:
“Ya.” Beliau turun dari kendaraannya dan berjalan hingga tidak terlihat dariku
di kegelapan malam. Lalu beliau datang dan aku menuangkan air ke beliau untuk
membasuh wajahnya dan dua tangannya (yakni berwudhu), sementara beliau memakai
mantel wol dan tidak bisa mengeluarkan dua lengannya dari mantelnya hingga
beliau mengeluarkan dua tangannya dari bagian bawah mantel. Lalu beliau
membasuh dua lengannya lalu mengusap kepalanya lalu aku membungkuk untuk
melepas khuffainnya dan berkata:
«دَعْهُمَا فَإِنِّي
أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا»
“Biarkan
keduanya karena aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.” Lalu beliau
mengusap keduanya. (HR. Bukhori no. 5799 dan Muslim no. 274)
Hukum
Jilatan Anjing
160. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا شَرِبَ
الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا»
“Apabila
anjing minum di wadah air milik seorang dari kalian maka cucilah tujuh kali.”
(HR. Bukhori no. 172 dan Muslim no. 279)[12]
Larangan
Kencing di Air Menggenang
161. Hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia mendengar Rosulullah ﷺ
bersabda:
«لاَ يَبُولَنَّ
أَحَدُكُمْ في الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لاَ يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ»
“Jangan
sesekali seorang dari kalian kencing di air yang tidak mengalir (yakni air
menggenang) lalu mandi (atau bersuci) di dalamnya.” (HR. Bukhori no. 239 dan
Muslim no. 282)
Wajib
Membersihkan Kencing atau Najis Apapun yang Mengotori Masjid, dan Tanah Menjadi
Suci dengan Air Tanpa Perlu Mengeriknya
162. Hadits
Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامُوا إِلَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تُزْرِمُوهُ» ثُمَّ دَعَا بِدَلْوٍ
مِنْ مَاءٍ فَصُبَّ عَلَيْهِ
Arob baduwi
kencing di Masjid lalu orang-orang berdiri menujunya (untuk mencegahnya) lalu Rosulullah
ﷺ
bersabda: “Jangan mencegahnya.” Lalu beliau meminta diambilkan sewadah air dan
dituang dari atasnya. (HR. Bukhori no. 6025 dan Muslim no. 284)
Hukum
Air Kencing Bayi yang Masih Menyusu dan Cara Membersihkannya
163. Hadits
Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِالصِّبْيَانِ،
فَيَدْعُو لَهُمْ، فَأُتِيَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ
إِيَّاهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ
Biasa
didatangkan anak-anak kecil ke Nabi ﷺ dan beliau mendoakan kebaikan
untuknya. (Suatu hari) didatangkan balita lalu kencing di pakaian beliau lalu
beliau meminta diambilkan air lalu mengguyurnya tanpa mencucinya (menguceknya).
(HR. Bukhori no. 6355 dan Muslim no. 286)
164. Hadits
Ummu Qois bin Mihshon Rodhiyallahu ‘Anha, bahwa:
أَنَّهَا «أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ، لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ، إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ، فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَنَضَحَهُ
وَلَمْ يَغْسِلْهُ»
Dia
mendatangi Rosulullah ﷺ
sambil membawa balitanya yang belum makan (yakni masih dominasi ASI). Rosulullah
ﷺ
mendudukkannya di pangkuan beliau lalu kencing di pakaian beliau. Beliau
meminta diambilkan air lalu mengguyurnya tanpa mencucinya (menguceknya). (HR.
Bukhori no. 223 dan Muslim no. 287)
Mencucui
Mani di Pakaian dan Mengeriknya
165. Hadits
Aisyah Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia ditanya tentang mani (sperma) yang
mengenai pakaian lalu menjawab:
كُنْتُ أَغْسِلُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَيَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ وَأَثَرُ الغَسْلِ فِي ثَوْبِهِ، بُقَعُ الْمَاءِ
Aku pernah
mencuci mani dari pakaian Rosulullah ﷺ lalu beliau keluar menuju
sholat sementara bekas cucian masih ada di pakaiannya, yakni bekas air mani.
(HR. Bukhori no. 230 dan Muslim no. 289)[13]
Najisnya
Darah dan Cara Membersihkannya
166. Hadits
Asma Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: أَرَأَيْتَ
إِحْدَانَا تَحِيضُ فِي الثَّوْبِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ قَالَ: «تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ
بِالْمَاءِ، وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ»
Seorang
wanita mendatangi Nabi ﷺ
dan berkata: “Apa pendapatmu jika seorang dari kami haid mengenai pakaiannya,
apa yang harus dilakukannya?” Jawab beliau: “Keriklah (dengan kuku jika kering)
lalu gosoklah dengan air lalu guyurlah lalu sholatlah dengan pakaian tersebut.
(HR. Bukhori no. 227 dan Muslim no. 291)
Dalil
Najisnya Kencing dan Wajib Membersihkannya
161. Hadits
Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ، فَقَالَ:
«إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ
لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ» ثُمَّ
أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً،
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا
مَا لَمْ يَيْبَسَا»
Nabi ﷺ
melewati dua kuburan dan berkata: “Keduanya sedang disiksa. Keduanya disiksa
bukan karena perkara besar (yakni dosa besar tetapi sebenarnya tidak sulit
menjauhinya). Salah satu dari keduanya tidak bersuci dari kencing, sementara
orang kedua gemar menebar namimah (adu domba, fitnah).” Lalu beliau
mengambil sebuah pelepah kurma yang
basah lalu membelahnya menjadi dua. Lalu ditanam pada masing-masing kuburan
satu belahan tersebut. Orang-orang bertanya: “Wahai Rosulullah, kenapa Anda
berbuat ini?” Jawab beliau: “Mudah-mudahan keduanya menjadi sebab diringankan
kuburnya selama belum kering.” (HR. Bukhori no. 218 dan Muslim no. 292)
[1]
Hadats: keadaan yang menghalangi seseorang
dari sholat dan apa saja yang mensyaratkan suci. Hadats ada dua: hadats
besar dan kecil. Sebab hadats besar: (1) keluar mani, (2) bertemunya dua
kemaluan meskipun tidak keluar mani, (3) suci dari haidh dan nifas. Sebab
hadats kecil: (1) apa saja yang keluar dari dubur (anus) ataupun qubul
(kemaluan), (2) hilangnya akal seperti gila, kesurupan, mabuk; (3) menyentuh
kemaluan dengan syahwat, (4) menyentuh wanita dengan syahwat. Hadats besar
dihilangkan dengan mandi sementara hadats kecil dihilangkan dengan
wudhu. Jika tidak ada air, maka tayammum.
[2]
Hadits yang lebih umum adalah
apa yang diriwayatkan Ibnu Umar L dalam Shohih Muslim: “Sholat
tidak diterima tanpa bersuci.”
[3]
Jika hadits
Utsman dan Abdullah bin Zaid di bawah digabung, menghasilkan informasi wudhu
sempurna: (1) mencuci tangan 3x, (2) berkumur dan menghirup air ke hidung serta
mengeluarkannya 3x, (3) membasuh muka 3x, (4) membasuh tangan sampai siku 3x,
(5) mengusap kepala sekali lalu dua telapak tangannya diusapkan ke bagian depan
sampai ke tengkuk lalu kembali ke dahi, (6) membasuh dua kaki sampai mata kaki.
[4]
Istintsar: memasukkan air hidung lalu
mengeluarkannya. Istijmar: cebok dengan batu atau semisalnya.
[5]
Mengusap: membasahi telapak tangan lalu
disapukan ke kaki, yang kemungkinan ada bagian kaki yang tidak terkena air.
Berbeda dengan membasuh yang membawa cidukan air di telapak tangan atau
air dialirkan ke bagian kaki.
[6]
Bagian “siapa dari kalian
mampu memanjangkan cahayanya maka lakukan” menurut penelitian ahli hadits
bukan sabda Nabi ﷺ tetapi pendapat Abu
Huroiroh I dan ini disebut dengan hadits
mudroj. Sebagian ulama menyukai melebihkan basuhan merujuk kepada pendapat Abu
Huroiroh I ini.
[7]
Yakni Nabi ﷺ bersungguh-sungguh dalam bersiwak; dan bersiwak
dalam setiap keadaan, terutama: hendak wudhu, akan sholat, baca Quran, masuk
rumah, bangun tidur di malam hari.
[8]
Disebutkan dalam hadits Anas I bahwa batas maksimal menunda
mencukur: 40 hari. Untuk kumis, pendapat yang kami ikuti adalah tidak
mencukur habis tetapi merapikan dan memendekkan, dan ini yang banyak diamalkan sekarang
oleh beberapa ulama di beberapa negeri.
[9]
Hadits Abu Ayyub berkaitan
larangan di tempat terbuka tanpa penutup. Sementara hadits Ibnu Umar merupakan
keringanan saat berada di tempat tertutup.
[10]
Makna lain: jangan meniup
minuman yang sedang panas, karena khawatir bercampur bakteri atau semisalnya.
[11]
Syariat memberi keringanan
jika sedang memakai sepatu atau kaos kaki lalu berwudhu maka bagian tersebut
cukup diusap. Makna diusap adalah telapak tangan dibasahi air lalu
diusapkan pada bagian atas sepatu/ kaos kaki. Durasi sahnya khuffain
adalah 24 jam untuk mukim dan 3x24 jam untuk musafir.
[12]
Manusia (hidup/mati) dan
binatang (hidup) adalah suci, baik bulunya, tulangnya, air liurnya, kecuali air
liur anjing dan babi.
[13]
Adapun jika mani sudah kering cukup
dikerik, karena mani suci.
Komentar
Posting Komentar