Qotadah Si Buta Si Pengumpul Banyak Hadits
Qotadah Si Buta Si Pengumpul Banyak Hadits
Ali Al-Madini (234 H) berkata: “Aku meneliti ternyata sanad hadits berporos pada enam orang, yaitu:
Dari
Madinah: Ibnu
Syihab Az-Zuhri (124 H).
Dari
Makkah: Amr bin
Dinar (126 H).
Dari
Bashroh: Qotadah
(117 H) dan Yahya bin Abi Katsir (132 H).
Dari
Kufah: Abu Ishaq
As-Sabi’i (129 H) dan Al-A’masy (148 H).” (Al-Ilal, hal. 17-40)
Yakni enam
orang yang mengumpulkan semua riwayat hadits berasal dari tiga tempat: dua di
Hijaz, dua di Bashroh, dua di Kufah, yaitu: di Hijaz (Makkah dan Madinah)
adalah Az-Zuhri dan Amr bin Dinar, di Bashroh adalah Qotadah dan Yahya bin Abi
Katsir, di Kufah adalah Abu Ishaq As-Sabii dan Al-A’masy.
Pada
kesempatan ini, kita akan lebih mengenal Qotadah Rohimahullah.
Nasab
Qotadah
Qotadah (قَتَادَة)
bin Di’amah bin Qotadah bin Aziz, Abul Khoth-thob, As-Sadusi Al-Bashri,
Al-Iroqi, Al-A’ma (si buta), Al-Hafizh (puncak dalam hafalan).
Lahir pada
60 H dan wafat pada 117 H di Wasith (daerah Iroq/Irak).
Adz-Dzahabi
menjulukinya al-hafizh (حافظ), yaitu orang menghimpung banyak hafalan di atas rata-rata
ulama. Ibnu Hajar menjulukinya tsiqoh tsabat (ثقة
ثبت).
Ungkapan tsiqoh tsabat maupun hafizh bermakna Qotadah berada di
level tertinggi dalam level rowi.
Kepakarannya
selain hadits adalah ahli tafsir, ahli fiqih, ahli sejarah, ahli bahasa.
Tahun
Lahir
Yahya bin
Main (233 H) berkata: “Qotadah lahir tahun 60 H berasal dari Sadus.”
Ahmad bin
Hanbal (241 H) berkata: “Waktu lahirnya Qotadah (117 H) dengan Al-A’masy (148 H) adalah sama.” (Siyar Alamin Nubala,
5/271, Adz-Dzahabi)
Guru-Gurunya
Gurunya
dari kalangan Shohabat adalah Anas bin Malik[1]
Rodhiyallahu ‘Anhu sebagai guru utama dan banyak meriwayatkan darinya.
Juga Abdullah bin Sarjis, Abu Thufail Al-Kinani (Shohabat yang terakhir wafat) Rodhiyallahu
‘Anhuma. Selain mereka bertiga, Qotadah tidak mendengar langsung sehingga an-anah
(silsilah عَنْ
dalam sanad) dihukumi mursal (terputus).
Dari
kalangan Tabiin senior: Said bin Al-Musayyib (Tabiin terbaik), Abul Aliyah
Rufai’ Ar-Riyahi, Abu Utsman An-Nahdi, Hasan Al-Bashri (Tabiin terbanyak yang
diambil riwayatnya oleh Qotadah),
Ikrimah maula Ibnu Abbas, Shofwan bin Muhriz[2],
Zuroroh bin Aufa[3],
An-Nadhor bin Anas, Abul Malih bin Usamah, Bakr bin Abdillah Al-Muzani, Abu
Hassan Al-A’roj, Hilal bin Yazid, Atho bin Abi Robah, Mu’adzah Al-Adawiyah,
Bisyr bin Aidz Al-Minqori, Bisyr bin Al-Muhtafir, Busyair bin Ka’ab, Abu
Asy-Sya’sya’ Jabir bin Zaid, Juroi bin Kulaib As-Sadusi, Habib bin Salim,
Hassan bin Bilal, Humaid bin Abdurrohman bin Auf, Kholid bin Urfuthoh, Khilas
Al-Hajari, Khoitsamah bin Abdirrohman, Abdullah bin Syaqiq, Uqbah bin Subhan,
Muthorrif bin Syikh-khir, Muhammad bin Sirin, Nashr bin Ashim Al-Laitsi, Abu
Mijlaz, Abu Ayyub Al-Maroghi, Abul Jauza Ar-Rib’i.
Juga dari
Muslim bin Yasar, Qoza’ah bin Yahya, Amir Asy-Sya’bi, dan banyak sekali yang
lain.
Qotadah
juga meriwayatkan dari Imron bin Hushoin, Safinah maula Rosulullah ﷺ,
Abu Huroiroh, tetapi mursal (ada rowi yang tidak disebut).
Hadits
Qotadah dinilai shohih jika mengatakan “mengabarkan kepada kami” atau “saya
mendengar”, karena ia dikenal tadlis (menyembunyikan rowi).
Murid-Muridnya
Para imam
yang meriwayatkan darinya: Ayyub As-Sikhtiyani, Sa’id bin Abi Arubah, Ma’mar
bin Rosyid, Al-Auza’i, Mis’ar bin Kidam, Amr bin Harits Al-Mishri, Syu’bah,
Jarir bin Hazim, Syaiban An-Nahwi, Hammam bin Yahya, Hammad bin Salamah, Aban
Al-Ath-thor, Sa’id bin Basyir, Salam bin Abi Muthi’, Syihab bin Khirosy, Husam
bin Mishok, Khulaid bin Da’laj, Sa’id bin Zarba, As-Soiq bin Hazn, Ufair bin
Ma’dan, Musa bin Kholaf, Yazid bin Ibrohim At-Tusturi, Abu Awanah Al-Wadh-dhoh,
dan lain-lain.
Yahya bin
Main (233 H) berkata: Rowi yang paling akurat pada Qotadah adalah Said bin Abi
Arubah, Hisyam (Ad-Dustuwai), Syubah. Jika ada orang yang menyampaikan dari
mereka maka tidak perlu kamu mendengarnya dari orang lain. Syu’bah berkata:
“Hisyam Ad-Dustuwai lebih berilmu dan lebih lama bermajlis Qotadah daripada
aku.” (Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi, mertua Ibnu Katsir)
Jumlah
Haditsnya dalam Shohihain
Jumlah
hadits Qotadah dalam Shohih Bukhori 271 dan dalam Shohih Muslim 276.
Qotadah
banyak meriwayatkan dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu, sekitar 800
riwayat, sementara gurunya dari tabiin yang terbayak riwayatnya adalah Hasan
Bahsri lebih dari 200 riwayat.
Rujukan
Di Zamannya
Abu Qilabah
ditanya seseorang: “Kepada siapa aku bertanya? Apakah kepada Qotadah?”
Jawabnya: “Ya. Bertanyalah kepada Qotadah.” (Tahdzibut Tahdzib, 3/428, Ibnu
Hajar Al-Asqolani)[4]
Rowi
yang Ditetapkan Mendengar
Al-Marrudzi
berkata: aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal (241 H): “Orang-orang berkata
bahwa Qotadah tidak mendengar dari Ikrimah (maula Ibnu Abbas).” Ia menjawab:
“Mereka tidak tahu ilmunya.” Lalu Ahmad meminta dikeluarkan kitabnya yang
berisi beberapa hadits yang menetapkan Qotadah mendengar dari Ikrimah. Ternyata
jumlahnya 6 hadits.” (Tuhfatut Tahshil, 1/417, Ibnul Iroqi)
Beberapa
Sanad Mursal
Ahmad bin
Hanbal (241 H) berkata: Qotadah tidak mendengar dari Abdullah bin Al-Harits,
Sulaiman bin Yasar, Mujahid, Abu Qilabah, Said bin Jubair, Thowus, Al-Qosim,
Salim, Urwah, Abdullah bin Mughoffal, Qobishoh bin Dzuaib, Abul Aliyah.
(Tuhfatut Tahshil, 1/417)
Ahmad bin
Hanbal berkata: “Aku tidak mengetahui Qotadah meriwayatkan dari seorang pun
dari Sohabat kecuali Anas bin Malik.” Ada yang bertanya: “Abdullah bin Sarjas Rodhiyallahu
‘Anhu?” Ahmad memandang tidak mendengar darinya. (Tuhfatut Tahshil, 1/417)
Pendapat
yang dikuatkan Abu Hatim Ar-Rozi, Abu Zur’ah Ar-Rozi, Ali Al-Madini, dan
Adz-Dzahabi, Qotadah mendengar dari Abdullah bin Sarjas Rodhiyallahu ‘Anhu
dan Abut Thufail Rodhiyallahu ‘Anhu.
Dari Ali
Al-Madini (234 H), dari Yahya Al-Qoth-thon (198 H), dari Syu’bah (160 H), ia
berkata: “Qotadah tidak mendengar dari Abul Aliyah kecuali tiga hadits.” Aku
berkata kepada Yahya: “Tolong sebutkan!” Ia menjawab: “Yaitu hadits Ali tentang
tiga hakim, hadits tidak ada sholat setelah Ashar dan hadits Yunus bin Matta.”
(Tuhfah At-Tahshil, 1/417, Ibnul Iroqi)
Syu’bah
(160 H) berkata: “Aku tahu hadits Qotadah (117 H) yang bersambung dengan yang
tidak (mursal). Jika ia menyampaikan hadits yang ia dengar maka ia
berkata: Anas bin Malik menceritakan kepada kami, atau Hasan
menceritakan kepada kami, atau Muthorrif menceritakan kepada kami,
atau Sa’id bin Musayyib menceritakan kepada kami. Jika tidak mendengar
maka ia berkata: Said bin Jubair berkata atau Abu Qilabah berkata.”
(Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Pujian
Ulama
Abu Hatim
Ar-Rozi (277 H) berkata: aku mendengar Ahmad bin Hanbal (241 H) menyebut
Qotadah (117 H) dengan pujian dan ia menyebarkan ilmunya, fiqihnya, ilmunya
tentang perselisihan ulama, tafsir, disifati dengan hafalan dan fiqih dan ia
berkata:
قلما تجد من يتقدمه أما المثل فلعل
“Kamu
hampir tidak akan menjumpai orang yang lebih unggul darinya. Adapun yang
seperti dirinya mungkin ada.” (Al-Jarhu wat Ta’dil, 7/133, Ibnu Abi Hatim)
Keluasan
Ilmunya
Ibnu Hibban
berkata: “Qotadah buta, ia termasuk ulama di bidang Quran dan fiqih. Ia termasuk
hafizh di zamannya. Ia duduk di majlis Sa’id bin Al-Musayyib beberapa hari lalu
Said berkata kepadanya: ‘Hai si buta, kamu telah mengambil semua ilmuku tanpa
tersisa.’ Ia duduk di majlis Hasan Bashri selama 12 tahun.” (At-Tsiqot, 5/321,
Ibnu Hibban)
Ma’mar (154
H) bertanya kepada Az-Zuhri (124 H): “Wahai Abu Bakr (Az-Zuhri), siapakah yang
lebih berilmu: Qotadah ataukah Mak-hul?” Jawabnya: “Qotadah. Mak-hul hanya
memiliki sedikit.” (Al-Jarhu, 7/133, Ibnu Abi Hatim)[5]
Murid
Hasan Al-Bashri Paling Besar
Abu Hatim
Ar-Rozi berkata: “Murid Hasan Al-Bashri paling besar adalah Qotadah. Murid Anas
bin Malik paling tsabat (akurat) adalah Az-Zuhri lalu Qotadah.” (Al-Jarhu wat
Ta’dil, 7/133, Ibnu Abi Hatim)
Abu Zur’ah
Ar-Rozi (264 H) berkata: “Qotadah (117 H) adalah murid Hasan Bashri (110 H)
tertinggi.” Ada yang bertanya kepadanya: “Yunus bin Ubaid?” Dia menjawab: “Lalu
Yunus.” (Al-Jarhu, 7/133)
Aku
bertanya kepada ayahku: “Qotadah dari Mu’adzah lebih engkau sukai atau Ayyub
(As-Sikhtiyani) dari Mu’adzah?” Jawabnya: “Qotadah, asal menyebutkan mengabarkan
(bukan tadlis). Qotadah lebih aku sukai dari Yazid Ar-Risyki.”
(Al-Jarhu, 7/133, Ibnu Abi Hatim)
Kekuatan
Hafalannya
Abdurrohman
bin Mahdi (198 H) berkata:
قتادة أحفظ من خمسين مثل حميد الطويل
“Qotadah
lebih hafal dari 50 orang seperti Humaid Ath-Thowil.” Abu Hatim berkata: Ibnu
Mahdi benar. (Tahdzib At-Tahdzib, 3/428, Ibnu Hajar)
Bakr bin
Abdullah Al-Muzani berkata:
من سره أن ينظر إلى أحفظ من أدركنا في زمانه، وأجدر أن يؤدي الحديث كما سمعه
فلينظر إلى قتادة ما رأيت الذي هو أحفظ منه، ولا أجدر أن يؤدي الحديث كما سمعه
“Siapa
yang ingin melihat orang yang paling hafal dari orang yang pernah kutemui di
zamannya dan lebih tepat dalam menyampaikan hadits seperti yang didengarnya
maka lihatlah Qotadah. Aku tidak melihat orang yang lebih hafal darinya dan
tidak lebih tepat dalam menyampaikan hadits seperti yang didengar.” (Tahdzibul
Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Sa’id bin
Al-Musayyid (90 H) berkata:
ما أتاني عراقي أحفظ من قتادة
“Tidak
ada orang Iroq yang mendatangiku yang lebih hafal selain Qotadah.” (Al-Jarhu,
7/133)
Ketika
Qotadah mendatangi Said bin Al-Musayyib, ia banyak bertanya kepadanya hingga
Said berkata: “Apakah semua yang kamu tanyakan kamu hafal?” Jawabnya: “Ya. Aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu dan Anda menjawabnya demikian dan demikian.”
Qotadah menyebutkan banyak hadits. Said berkata: “Aku tidak menyangka Allah
menciptakan orang sepertimu.” (Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Sufyan
Ats-Tsauri (161 H) menyebutkan hadits Qotadah kepada Syu’bah (160 H) lalu
Sufyan berkata:
وكان في الدنيا مثل قتادة؟
“Apakah
di dunia ini ada yang seperti Qotadah?” (Al-Jarhu, 7/133)
Qotadah
(117 H) berkata kepada Said bin Abi Arubah (158 H): “Hai Abu An-Nadhr (Said bin
Abi Arubah), ambillah mushaf!” Maka Qotadah membaca surat Al-Baqoroh dan tidak
salah sama sekali. Dia berkata: “Hai Abu An-Nadhr, apakah benar hafalanku?”
Jawabnya: “Ya.” Qotadah berkata: “Hafalanku pada lembaran Jabir bin Abdillah
lebih kuat dari surat Al-Baqoroh.” Lembaran itu pernah dibacakan kepadanya.
(Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Qotadah
(117 H) berkata:
ما قلت لمحدث قط: أعد علي وما سمعت أذناي شيئا قط إلا وعاه قلبي
“Aku
tidak pernah berkata kepada ahli hadits: ‘Ulangi untukku.’ Dua telingaku
tidaklah mendengar apapun kecuali dihafal hatiku.” (Tahdzib At-Tahdzib, 3/428,
Ibnu Hajar)
Ma’mar (154
H) berkata: ada orang mendatangi Ibnu Sirin (110 H) dan berkata: “Aku bermimpi
melihat seekor burung menelan mutiara lalu keluar darinya mutiara yang lebih
besar. Aku melihat burung lain menelan mutiara lalu keluar darinya yang lebih
kecil. Lalu aku melihat burung lain menelan mutiara lalu keluar darinya mutiara
yang sama seperti yang ditelan.” Ibnu Sirin menjawab: “Adapun mutiara yang
lebih besar, ia adalah Hasan Al-Bashri (110 H) yang mendengar hadits yang
diambil dengan baik lalu sampai kepada manusia dengan nasihatnya. Adapun
mutiara yang lebih kecil, ia adalah Muhammad bin Sirin yang mengurangi hadits
dan ragu (kurang akurat). Adapun yang mutiaranya sama maka ia adalah Qotadah,
ia manusia yang paling hafal.” (Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Yahya bin
Said Al-Qoth-thon (198 H) berkata:
قتادة حافظ، كان إذا سمع الشيء علقه
“Qotadah
adalah hafizh. Jika ia mendengar sesuatu langsung hafal.” (Al-Jarhu, 7/133,
Ibnu Abi Hatim)[6]
Ma’mar (154
H) berkata: aku mendengar Qotadah berkata:
مَا سَمِعْتُ شَيْئاً إِلاَّ وَحَفِظتُه
“Aku
tidak mendengar apapun kecuali aku hafal.” (Siyar, 5/271, Adz-Dzahabi)
Hammad bin
Salamah (167 H) berkata: Qotadah menyampaikan hadits Amr bin Dinar (126 H)
tentang wasiat. Lalu aku tanyakan hadits itu ke Amr lalu Amr menyampaikan
haditsnya berbeda dengan Qotadah. Aku berkata: “Qotadah meriwayatkan darimu
dengan lafazh berbeda.” Amr berkata: “Aku keliru pada hari menyampaikan itu
kepada Qotadah.” (As-Siyar, 5/273, Adz-Dzahabi)
Ibnu
Syaudzab berkata: seorang penduduk Bashroh berkata:
إِنْ لَمْ تَجدْ إِلاَّ مِثْلَ عِبَادَةِ ثَابِتٍ، وَحِفظِ قَتَادَةَ، وَوَرَعِ
ابْنِ سِيْرِيْنَ، وَعِلْمِ الحَسَنِ، وَزُهْدِ مَالِكِ بنِ دِيْنَارٍ لاَ تَطلُبِ
العِلْم
“Jika
kamu tidak mendapati guru seperti ibadahnya Tsabit, hafalannya Qotadah, waronya
Ibnu Sirin, ilmunya Hasan, zuhudnya Malik bin Dinar, maka jangan menuntut
ilmu.” (As-Siyar, 5/274)
Ma’mar (154
H) berkata: Qotadah berkata:
مَا سَمِعَتْ أُذُنَايَ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ وَعَاهُ قَلْبِي
“Dua
telingaku tidaklah mendengar apapun kecuali direkam hatiku.” (As-Siyar, 5/276)
Kehati-Hatian
dalam Berfatwa
Qotadah
(117 H) berkata:
ما أفتيت بشيء من رأيي منذ عشرين سنة
“Aku
tidak pernah berfatwa dengan pendapatku semenjak 20 tahun.” (Al-Jarhu, 7/133)[7]
Abu Hilal
bertanya kepada Qotadah tentang sebuah masalah lalu dijawab tidak tahu. Abu
Hilal berkata: “Jawablah dengan pendapatmu.” Katanya: “Aku tidak berfatwa
dengan akalku semenjak 40 tahun.” Ada yang bertanya kepada Abu Hilal: “Saat itu
usianya berapa?” Jawabnya: “50 tahun.” (Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Adz-Dzahabi
berkata: “Ini menunjukkan ia tidak berkata ilmu dari akalnya.” (As-Siyar,
7/273)
Ahli
Tafsir
Qotadah
(117 H) berkata:
ما في القرآن آية إلا قد سمعت فيها بشيء
“Tidak
ada satu pun ayat Quran melainkan aku mendengar sesuatu tentangnya.” (Al-Jarhu,
7/133)[8]
Abu Awanah
(175 H) berkata:
شَهِدتُ قَتَادَةَ يُدرِّسُ القُرْآنَ فِي رَمَضَانَ
“Aku
menyaksikan Qotadah mengajar Al-Qur’an pada Romadhon.” (As-Siyar, 5/273)
Salah satu tafsir
Qotadah yang merujuk tafsir Sohabat dan Tabiin adalah saat menafsirkan firman
Allah (وَهُوَ أَلَدُّ الخِصَامِ), ia berkata: (جَدَلٌ بَاطِلٌ) yakni gemar berdebat dengan
kebatilan. (As-Siyar, 5/279)
Semangat
Menuntut Ilmu
Mathor bin
Thohman Al-Warroq berkata:
ما زال قتادة متعلما حتى مات
“Qotadah
selalu belajar sampai wafat.” (Tahdzibul Kamal, 23/498, Al-Mizzi)
Ahli
Fiqih
Ma’mar bin
Rosyid (154 H) berkata:
لم أر من هؤلاء أفقه من الزهري وحماد وقتادة
“Aku
tidak tahu ada yang lebih faqih dari mereka selain Az-Zuhri (124 H), Hammad,
Qotadah (117 H).” (Al-Jarhu, 7/133)[9]
Ahli
Ibadah
Salam bin
Abi Mu’ith berkata:
كَانَ قَتَادَةُ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي سَبْعٍ، وَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ، خَتمَ
فِي كُلِّ ثَلاَثٍ، فَإِذَا جَاءَ العَشرُ، خَتَمَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Qotadah
menghatamkan Quran setiap sepekan. Jika tiba Romadhon, menghatamkan tiap tiga
hari. Jika tiba 10 akhir Romadhon, menghatamkan tiap hari.” (As-Siyar, 5/276,
Adz-Dzahabi)
Ahli
Bahasa dan Fasih
Adz-Dzahabi
(748 H) berkata: Qotadah pemuka dalam bahasa, ghorib (kosa kata asing),
sejarah Arob, nasab Arob, hingga Abul Ala bin Amr berkata: “Qotadah termasuk
orang yang paling mengetahui nasab Arob.” (As-Siyar, 5/278)
Hammam bin
Yahya bin Dinar berkata:
لم يكن قتادة يلحن
“Qotadah
tidak mengalami lahn (kesalahan bahasa).” (Tahdzib At-Tahdzib, 3/428,
Ibnu Hajar)
Hammam
berkata kepada Affan:
كُلُّ شَيْءٍ أَقُوْلُ لَكُم: قَالَ قَتَادَةُ، فَأَنَا سَمِعْتُه مِنْهُ، فَإِذَا
كَانَ فِيْهِ لَحنٌ، فَأَعْرِبُوْهُ، فَإِنَّ قَتَادَةَ كَانَ لاَ يَلحَنُ
“Setiap
yang aku ucapkan kepada kalian Qotadah berkata berarti aku mendengar
darinya. Jika ada lahn di dalamnya, perbaikilah i’robnya karena
Qotadah tidak mengalami lahn.” (As-Siyar, 5/274)
Kata
Mutiara
Qotadah
(117 H) berkata:
لَقَدْ كَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ تُقْرَأَ الأَحَادِيْثُ الَّتِي عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِلاَّ عَلَى طَهَارَةٍ
“Dianjurkan
tidak membaca hadits Rosulullah ﷺ kecuali dalam keadaan suci.”
(As-Siyar, 5/274)
Abu Hilal
berkata: Qotadah berkata:
الحِفظُ فِي الصِّغَرِ كَالنَّقشِ فِي الحَجَرِ.
“Menghafal
ketika kecil seperti memahat di batu.” (As-Siyar, 5/275)
Dhiror bin
Amr berkata: Qotadah berkata:
بَابٌ مِنَ العِلْمِ يَحفَظُه الرَّجُلُ لِصَلاَحِ نَفْسِه وَصَلاَحِ مَنْ بَعْدَهُ،
أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ حَوْلٍ
“Satu
bab ilmu yang dihafal seseorang untuk memperbaiki dirinya dan memperbaiki orang
setelahnya, lebih utama dari ibadah satu tahun.” (As-Siyar, 5/275)
Hammam
berkata: Qotadah berkata:
كَانَ يُقَالُ: قَلَّمَا سَاهَرَ اللَّيْلَ مُنَافِقٌ
“Ada
yang mengatakan bahwa orang munafik jarang begadang di malam hari (untuk ilmu
dan ibadah).” (As-Siyar, 5/275)
Paham
Qodariyah
Waki bin
Jarroh (197 H) berkata: Said bin Abi Arubah (158 H), Hisyam Ad-Dustuwai, dan
selain keduanya berkata: Qotadah berkata:
كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ إِلاَّ المَعَاصِي
“Segala
sesuatu dengan takdir kecuali maksiat.” (As-Siyar, 5/277)
Hanzholah
bin Abi Sufyan berkata: “Aku melihat Thowus jika didatangi Qotadah untuk
bertanya, pergi meninggalkannya. Qotadah berpaham qodariyah.” (Tahdzibul Kamal,
23/498, Al-Mizzi)
Qotadah
termasuk Ahlus Sunnah, tetapi terjatuh pada paham qodariyah yaitu meyakini
semua hal ditakdirkan Allah kecuali maksiat. Ini menyelisihi aqidah Salaf yang
menyatakan semua peristiwa terjadi dengan takdir Allah, perbuatan baik maupun
maksiat.
Adz-Dzahabi
(748 H) berkata:
وَمعَ هَذَا، فَمَا تَوقَّفَ أَحَدٌ فِي صِدقِه، وَعَدَالَتِه، وَحِفظِه، وَلَعَلَّ
اللهَ يَعْذُرُ أَمْثَالَه مِمَّنْ تَلبَّسَ بِبدعَةٍ يُرِيْدُ بِهَا تَعْظِيْمَ البَارِي
وَتَنزِيهَه، وَبَذَلَ وِسْعَهُ، وَاللهُ حَكَمٌ عَدلٌ لَطِيْفٌ بِعِبَادِه، وَلاَ
يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ.
Bersamaan
dengan aqidah qodari ini, tidak ada seorang pun yang meragukan kejujuran Qotadah,
kebagusan agamanya, hafalannya. Boleh jadi Allah memberi uzur kepada
orang-orang sepertinya yang terjatuh pada bid’ah karena ingin mengagungkan
Allah dan mensucikan-Nya dan berusaha mencari kebenaran. Allah Mahabijaksana
dan Mahalembut kepada hamba-hamba-Nya. Dia tidak ditanya atas perbuatan-Nya.
ثُمَّ إِنَّ الكَبِيْرَ مِنْ أَئِمَّةِ العِلْمِ إِذَا كَثُرَ صَوَابُه، وَعُلِمَ
تَحَرِّيهِ لِلْحقِّ، وَاتَّسَعَ عِلْمُه، وَظَهَرَ ذَكَاؤُهُ، وَعُرِفَ صَلاَحُه وَوَرَعُه
وَاتِّبَاعُه، يُغْفَرُ لَهُ زَلَلُهُ، وَلاَ نُضِلِّلْهُ وَنَطرْحُهُ وَنَنسَى مَحَاسِنَه.
Lalu, imam
besar apabila banyak benarnya dan diketahui ia mencari kebenaran, luas ilmunya,
nampak kecerdasannya, dikenal kebaikannya dan waro’nya serta ittiba’nya
(mengikuti Sunnah) maka kesalahannya dimaafkan. Kami tidak menyesatkannya dan
tidak melupakan kebaikan-kebaikannya.
نَعَم، وَلاَ نَقتَدِي بِهِ فِي بِدعَتِه وَخَطَئِه، وَنَرجُو لَهُ التَّوبَةَ
مِنْ ذَلِكَ.
Ya, kita
tidak mengikuti bid’ah dan kesalahannya. Kami berharap ia bertaubat darinya.
(As-Syiar, 5/271)
Qotadah
(117 H) mencintai Ali (40 H) Rodhiyallahu ‘Anhu. Affan berkata: Ar-Robi
bin Qois berkata kepadaku: Qotadah mendatangi Kufah dan orang-orang mengatakan
bahwa ia membenci Ali, maka aku tidak menghadiri majlisnya. Lalu belakangan
orang-orang mengatakan bahwa Qotadah sangat jauh dari membenci Ali, maka aku
mengambil riwayatnya dari orang lain.” (As-Siyar, 7/272, Adz-Dzahabi)
Ali bin
Al-Madini (234 H) berkata kepada Yahya bin Sa’id Al-Qoth-thon (198 H):
إن عبد الرحمن يقول: اترك كل من كان رأسا في بدعة يدعو إليها. قال: كيف تصنع
بقتادة وابن أبي رواد وعمر بن ذر وذكر قوما، ثم قال يحيى: إن تركت هذا الضرب تركت ناسا
كثيرا
“Abdurrohman
bin Mahdi (198 H) berkata: ‘Tinggalkan setiap rowi yang menjadi tokoh bid’ah
dan menyeru kepadanya.” Apa tanggapanmu dengan Qotadah, Ibnu Abi Rowwad, Umar
bin Dzar, dan lain-lain? Yahya menjawab: “Jika kamu meninggalkan orang-orang
semacam ini maka kamu meninggalkan banyak orang.” (Tahdzib At-Tahdzib, 3/428,
Ibnu Hajar)
Kritik
Ulama Atasnya
Disamping
Qotadah dikritik karena tadlis (menyembunyikan rowi) sehingga sering
kali melakukan irsal (tanpa menyebut perantara), juga aqidah Qodariyah, ia
dikritik apa yang dihafal olehnya.
Asy-Sya’bi
(103 H) berkata: “Qotadah (حاطب ليل) pengumpul kayu di malam
hari.”
Abdul Karim
Al-Jazari berkata kepada Sufyan bin Uyainah (198 H): “Apakah kamu tahu apa itu hathibul
lail?” Jawab Sufyan: “Aku tidak tahu kecuali jika kamu memberitahu.” Dia
menjawab: “Yaitu orang yang keluar di malam hari mengumpulkan kayu lalu
tangannya mengambil ular berbisa hingga membunuhnya. Ini perumpamaan penuntut
ilmu yang tidak mampu memikul ilmunya, ia dibunuh oleh ilmunya sendiri
sebagaimana ular berbisa membunuh hathibul lail.” (Tahdzibul Kamal, 23/498,
Al-Mizzi)
Abu Amr bin
Al-Ala berkata: “Qotadah dan Amr bin Syuaib tidak puas dengan yang sedikit.
Mereka berdua mengambil dari siapapun.” (Tahdzib At-Tahdzib, 3/428, Ibnu Hajar)
Perselisihannya
dengan Yahya
Qotadah
(117 H) berselisih dengan Yahya bin Abi Katsir (132 H), keduanya pembesar
riwayat di Bashroh, sebagaimana Ibnu Syihab (124 H) di Madinah, Amr bin Dinar
(126 H) di Makkah, Abu Ishaq As-Sabii (129 H) dan Al-A’masy (148 H) di Kufah.
Demikian pendapat Ali Al-Madini (234 H).
Aban
Al-Ath-thor berkata: Yahya bin Abi Katsir disebut di sisi Qotadah lalu ia
berkata:
مَتَى كَانَ العِلْمُ فِي السَّمَّاكِيْنَ؟!
“Kapan
ilmu bersama tukang ikan?!”
Disebut
nama Qotadah di sisi Yahya bin Abi Katsir dan ia berkata:
لاَ يَزَالُ أَهْلُ البَصْرَةِ بِشَرٍّ مَا كَانَ فِيْهِم قَتَادَةُ
“Penduduk
Bashroh senantiasa dalam keburukan selama bersama mereka ada Qotadah.”
Adz-Dzahabi
(748 H) mengomentari dengan kaidah yang bagus sekali untuk menengahi:
كَلاَمُ الأَقْرَانِ يُطْوَى وَلاَ يُرْوَى
“Ucapan
temen sejawat (sezaman) dilipat dan tidak perlu diriwayatkan.” (As-Siyar,
5/279, Adz-Dzahabi)
Yakni
perselisihan aqron (teman sejawat) biasanya tidak didasari ilmu tetapi
hasad, sementara mereka ahli ilmu dan banyak kebaikannya kepada umat, maka
ucapan mereka yang saling menjatuhkan tidak dianggap.
Wafatnya
Qotadah
wafat tahun 117 H dan ini yang terkenal dari para rowi sezamannya. Pendapat
lainnya 118 H dan ini pendapat Ibnu Ulaiyyah dan ia berkata: Qotadah wafat pada
tahun 118 H.
Kholifah
bin Khoyyath berkata: “Qotadah wafat tahun 117 H.”
Ibnu
Syaidzab berkata: “Ia berwasiat (untuk mengurus jenazahnya) kepada Mathor.”
(As-Siyar, 5/282)
Semoga
Allah mengampuninya, merohmatinya, dan memasukkannya ke Firdaus tertinggi.[]
[1] Pelayan Rosulullah ﷺ, lahir tahun ke-4 kenabian dan melayani Nabi ﷺ sampai wafatnya selama 10 tahun di Madinah, wafat
tahun 90 H.
[2] Tsiqoh (jujur dan akurat), ahli
ibadah, banyak menangis, pemberi nasihat. Meriwayatkan dari Abu Musa, Ibnu
Umar, dll.
[3] Tsiqoh, ahli ibadah. Telah shohih
bahwa dia sholat Subuh membaca (فَإِذَا نُقِرَ
فِي النَّاقُوْرِ) “Apabila sangkakala ditiup” lalu ia mati
tersungkur.
[4] Shohih: dari Ali Al-Madini, dari
Abdurrohman Al-Mahdi, dari Hammad bin Zaid, dari Abu Salamah Sa’id bin Yazid,
dari Abu Qilabah.
[5] Shohih: dari Ahmad bin Hanbal, dari Abdurrozzaq,
dari Ma’mar.
[6] Shohih: dari Ahmad bin Sinan dari
Yahya bin Said.
[7] Shohih: dari Yazid bin Sinan, dari
Sa’id bin Amr, dari Hammam, dari Qotadah.
[8] Shohih: dari Ahmad bin Hanbal, dari
Abdurrozzaq, dari Ma’mar, dari Qotadah.
[9] Shohih: dari Sholih bin Imam Ahmad,
dari Ali Al-Madini, dari Sufyan bin Uyainah, dari Ma’mar.
Komentar
Posting Komentar