Vonis Kafir dan Sesat Atas Syi’ah
Vonis Kafir dan Sesat Atas Syi’ah
Kekafiran Syi’ah
begitu jelas diketahui hingga oleh orang awam sekalipun.
Untuk melengkapi
amanah ilmiyah, penulis akan bawakan beberapa perkataan Ulama Sunni yang telah
memvonis Syi’ah Rafidhah kafir secara langsung dengan lafazh takfir maupun
qarinah (indikasi).
a.
Thalhah bin Musharrif (w. 112):
«الرَّافِضَةُ
لاَ تُنْكَحُ نِسَاؤُهُمْ، وَلاَ تُؤْكُلُ ذَبَائِحُهُمْ، لِأَنَّهُمْ أَهْلُ رِدَّةٍ»
“Orang-orang
Rafidhah tidak boleh dinikahi wanita-wanita mereka dan tidak boleh dimakan
sesembelihan mereka, karena mereka orang-orang murtad.”[1]
b.
Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H):
Dari Muhammad
bin Yusuf Al-Faryabi, dia berkata:
«سَمِعْتُ سُفْيَانَ وَرَجُلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَنْ يَشْتُمُ أَبَا
بَكْرٍ وَعُمَرَ؟ فَقَالَ: كَافِرٌ بِاللهِ الْعَظِيمِ قَالَ: نُصَلِّي عَلَيْهِ؟
قَالَ: لاَ، وَلاَ كَرَامَةٍ»
“Aku mendengar Sufyan saat ditanya
seseorang tentang orang yang mencaci Abu Bakar dan ‘Umar, dia menjawab, ‘Kafir kepada
Allah yang mahaagung.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kami menyolatinya?’ Dia
menjawab, ‘Tidak dan tidak perlu memuliakannya.’”[2]
c.
Imam Malik bin Anas (w. 179 H):
Allah berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ
بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad adalah Rasulullah. Dan orang-orang
yang bersamanya (para Shahabat) sangat keras kepada orang-orang kafir tetapi
belas kasih kepada sesama mereka. Kamu melihat mereka banyak ruku’ dan sujud
mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya. Tanda mereka terlihat dari bekas
sujud mereka di wajah-wajah mereka. Itulah pemisalan mereka di Taurat, dan pemisalan mereka di
Injil seperti benih mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakian kuat,
lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya. Tanaman itu membuat
takjub para petani, supaya dengan mereka Allah membuat marah orang-orang kafir.
Allah menjanjikan orang-orang beriman dan beramal shalih di antara mereka (para Shahabat) ampunan dan
pahala yang agung.”[3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir
(w. 767 H) berkata, “Dari ayat ini Imam Malik berhujjah dalam sebuah riwayat
darinya akan kekafiran Rafidhah yang membenci para Shahabat. Imam Malik
berkata:
«لِأَنَّهُمْ
يَغِيظُونَهُمْ، وَمَنْ غَاظَ الصَّحَابَةَ فَهُوَ كَافِرٌ لِهَذِهِ الْآيَةِ»
“Karena mereka
membenci para Shahabat. Barangsiapa yang membenci para Shahabat maka dia kafir
berdasarkan ayat ini.”[4]
d.
Ahmad bin Yunus (w. 227 H):
«إِنَّا
لاَ نَأْكُلُ ذَبِيْحَةَ رَجُلٍ رَافِضِي، فَإِنَّهُ عِنْدِي مُرْتَدٌّ»
“Sungguh aku
tidak makan sesembelihan lelaki Rafidhi, karena dia menurutku murtad.”[5]
e.
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H):
‘Abdullah bin
Imam Ahmad berkata:
«سَأَلْتُ
أَبِي عَنْ رَجُلٍ شَتَمَ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: مَا أَرَاهُ عَلَى الْإِسْلاَمِ»
“Aku bertanya
kepada ayahku tentang seseorang yang mencela seorang dari Shahabat Nabi ﷺ lalu dia menjawab, ‘Aku tidak melihatnya beragama Islam.’”[6]
f.
Imam Al-Bukhari (w. 256 H):
«مَا أُبَالِي
صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ وَالرَّافِضِيِّ
أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، وَلاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ، وَلاَ
يُعَادُونَ، وَلاَ يُنَاكَحُونَ، وَلاَ يُشْهَدُونَ، وَلاَ تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ»
“Sama saja
bagiku apakah aku shalat di belakang orang Jahmiyah dan Rafidhi atau aku shalat
di belakang Yahudi dan Nashrani. Tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka,
mereka tidak boleh dijenguk, tidak boleh dinikahkan, tidak boleh dihadiri
jenazahnya, dan tidak diboleh dimakan sesembelihannya.”[7]
g.
Abu Zur’ah Ar-Razi (w. 264 H) dan Abu Hatim Ar-Razi (w. 277 H):
Abdurrahman bin
Abi Hatim (w. 327 H) bertanya kepada
ayahnya dan Abu Zur’ah Ar-Razi tentang Ahlus Sunnah dan aqidah keduanya yang
mereka dapatkan dari guru-gurunya di penjuru negeri. Di antara ucapan keduanya
adalah:
«إِنَّ
الْجَهْمِيَّةَ كُفَّارٌ، وَإِنَّ الرَّافِضَةَ رَفَضُواْ الْإِسْلاَمُ»
“Sesungguhnya
Jahmiyyah kafir dan sesungguhnya Rafidhah menolak (terlepas dari) Islam.”[8]
h.
Imam Ath-Thahawi (w. 321 H):
«وَنُحِبُّ
أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نُفْرِطُ فِي حُبِّ
أَحَدٍ مِنْهُمْ، وَلاَ نَتَبَرَّأُ مِنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ، وَنَبْغَضُ مَنْ يَبْغَضُهُمْ
وَبِغَيْرِ الْخَيْرِ يَذْكُرُهُمْ، وَلاَ نَذْكُرُهُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ، وَحُبُّهُمْ:
دِيْنٌ وَإِيمَانٌ وَإِحْسَانٌ، وَبُغْضُهُمْ: كُفْرٌ وَنِفَاقٌ وَطُغْيَانٌ»
“Dan kami
mencintai para Shahabat Rasulullah ﷺ dan tidak melampaui batas dalam mencintai seorang pun dari
mereka, dan tidak pula berlepas diri dari seorang pun dari mereka. Kami
membenci siapa yang membenci mereka dan yang menyebut mereka dengan selain
kebaikan, dan kami tidak
menyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai mereka adalah agama, iman,
ihsan dan membenci mereka adalah kekufuran, nifaq, kesesatan.”[9]
i.
Imam Al-Barbahari (w. 329 H):
«وَاْعلَمْ
أَنَّ الْأَهْوَاءَ كُلَّهَا رَدِيَّةٌ تَدْعُواْ إِلَى السَّيْفِ، وَأَرْدَؤُهَا
وَأَكْفَرُهَا الرَّافِضَةِ وَالْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ، فَإِنَّهُمْ يُرِيْدُونَ
النَّاسَ عَلَى التَّعْطِيلِ وَالزَّنْدَقَةِ»
“Dan ketahuilah bahwa pengikut hawa
nafsu semuanya tertolak yang perlu diperangi. Yang paling tertolak dan kufur
adalah Rafidhah, Mu’tazilah, dan Jahmiyyah, karena mereka menginginkan manusia
di atas penyimpangan dan kezindiqan.”[10]
j.
Al-Qadhi ‘Iyyad (w. 544 H):
«وَكَذَلِكَ
نَقْطَعُ بِتَكْفِيْرِ غُلاَةِ الرَّافِضَةِ فِي قَوْلِهِمْ: إِنَّ الْأَئِمَّةَ أَفْضَلُ
مِنَ الْأَنْبِيَاءِ»
“Kami memutuskan untuk mengkafirkan
Rafidhah ekstrim karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya imam-imam kami lebih utama
daripada para Nabi.”[11]
k.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H):
«وَاللهُ يَعْلَمُ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْماً، لَيْسَ فِي جَمِيعِ
الطَّوَائِفِ الْمُنْتَسِبَةِ إِلَى الْإِسْلاَمِ مَعَ بِدْعَةٍ وَضَلاَلَةٍ شَرٌّ
مِنْهُمْ: لاَ أَجْهَلُ، وَلاَ أَكْذَبُ، وَلاَ أَظْلَمُ، وَلاَ أَقْرَبُ إِلَى الْكُفْرِ
وَالْفُسُوْقِ وَالْعِصْيَانِ، وَأَبْعَدُ عَنْ حَقَائِقِ الْإِيمَانِ مِنْهُمْ»
“Dan Allah mahatahu dan cukuplah
Allah mahatahu bahwa tidak ada kelompok manapun yang menisbatkan kepada Islam
yang lebih buruk kebid’ahan dan kesesatannya daripada mereka. Tidak ada yang
lebih jahil, lebih berdusta, lebih zhalim, lebih dekat kepada kekufuran dan
kefasikan serta kedurhakaan, dan lebih jauh dari iman melebihi mereka.”[12]
l.
Syaikh Hasyim Al-Asy’ari:
Beliau berkata
“Tidak ada madzhab di zaman terakhir dengan sifat ini kecuali empat saja (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali). Demi Allah, tidak termasuk madzhab Imamiyyah dan Zaidiyyah (sekte
Syi’ah), mereka ahli bid’ah yang tidak boleh dipegang pendapat-pendapat
mereka.”[13]
m. Fatwa MUI JATIM:
“Mengukuhkan dan
menetapkan sejumlah keputusan MUI daerah yang menyertakan bahwa ajaran Syi’ah
(khususnya Imamiyah, Itsna Asyariah, Mazhab Alul Bait, dan semisalnya) serta
ajaran-ajaran yang mempunyai kesamaan dengan faham Syi’ah Imamiyah dan Itsna
Asyariah adalah SESAT DAN MENYESATKAN.”[14][]
[1] Lihat Al-Ibânah ash-Shugrâ (hal. 161).
[2] As-Siyar (VII/257) oleh adz-Dzahabi.
[3] QS. Al-Fath [47]: 29.
[4] Tafsîr Ibnu Katsîr (VII/362).
[5] Syarhul Ushûl (VIII/459) oleh Al-Lalika`i.
[6] As-Sunnah (no. 779, III/493) oleh Al-Khallal.
[7] Khalqu Af’âlil Ibâd (hal. 33)
oleh Imam Al-Bukhari.
[8] Syarhul Ushûl (I/178) oleh Al-Lalika`i.
[9] Al-Aqîdah Ath-Thahawiyyah (hal. 80-81) dengan
takhrij Syaikh Al-Albani.
[10] Lihat Syarhus
Sunah
(hal. 120)
oleh Imam Al-Barbahari.
[11] Lihat Asy-Syifâ
bi Ta’rîfi Huqûqil Musthafâ (II/1078) oleh Al-Qadhi.
[12] Minhâjus Sunnah
(I/160) oleh Syaikhul Islam.
[13] Lihat Risâlah fî Taakkudil Akhdzi bi Madzâhibil Aimmah Al-Arba’ah
(hal. 92) oleh Syaikh Hasyim Al-Asy’ari.
[14] Fatwa MUI nomor: Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tanggal 21 Januari 2012.
Komentar
Posting Komentar