Wajibkah hari raya ikut pemerintah?
Wajibkah hari raya ikut pemerintah?
Di negeri-negeri kaum Muslimin khususnya Indonesia, sebagian kaum
Muslimin berbeda-beda memulai puasa Romadhon, begitu pula dengan berhari raya
Idul Fithri. Lantas, bagaimana sebenarnya cara penetapan awal puasa dan Idul
Fithri sesuai petunjuk Nabi ﷺ?
Awal Romadhon ditetapkan dengan dua cara, dengan ru’yatul hilal (melihat hilal) atau menyempurnakan bulan Sya’ban
menjadi 30 hari. Ini pendapat 4 madzhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah,
Hanabilah), sebagaimana penjelasan Ibnu Hubairoh dalam Ikhtilaful Aimmah.
Berikut dalil-dalilnya:
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ bersabda,
«صُوْمُوْا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»
“Puasalah kalian karena
melihatnya (hilal) dan berbukalah (berhari raya) kalian karena melihatnya. Jika
kalian terhalangi, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Al-Bukhori no. 1909 dan
Muslim no. 1081)
Dalam kalender Hijriyah, hitungan hari dalam sebulan hanya ada dua
kemungkinan, yaitu 29 atau 30 hari. Jadi, jika tidak 29 maka 30.
Dari Ibnu Umar Rodhiyallahu
‘Anhuma, Nabi ﷺ bersabda,
«الشَّهْرُ
هكَذَا وَهكَذَا وَهكَذَا»
“Satu bulan itu sekian, sekian,
dan sekian.” Maksudnya, 30 hari. Kemudian beliau bersabda, “Dan sekian, sekian, dan sekian.” Maksudnya, 29 hari. Terkadang 30
hari dan terkadang 29 hari. (HR. Al-Bukhori no. 5302 dan Muslim no. 1080)
Dari sini, kita mengetahui bahwa seandainya hilal pada tanggal 29 Sya’ban
tidak terlihat, maka digenapkan menjadi 30 hari. Hari berikutnya adalah menginjak awal
bulan baru yakni Romadhon, pada hari itulah kaum Muslimin mulai berpuasa
Romadhon.
Persaksian ru’yatul hilal
diterima meskipun dari seorang Muslim yang adil, diketahui kesholihan dan
kejujurannya. Dalilnya adalah:
Dari Ibnu Umar Rodhiyallahu
‘Anhuma, dia berkata,
“Orang-orang saling melihat hilal, lalu aku kabarkan kepada Rosulullah ﷺ bahwa aku telah melihatnya,
maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.” (Shohih:
HR Abu Dawud no. 2342. Lihat Al-Irwa`
no. 908)
Seandainya satu orang adil yang melihat
hilal itu tidak diakui
pemerintah persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa. Sebab, puasa itu
bersama dengan pemerintah. Pendapat ini dikuatkan oleh sejumlah ahli ilmu dari
kalangan tabi’in seperti Athō` bin Abi Robāh, Is-hāq bin Rōhawaih, Ibnu Sīrīn,
dan Al-Hasan Al-Bashri. (Lihat Ash-Shiyam
fil Islam hal. 75 oleh Syaikh Dr. Sa’id Al-Qahthoni)
Jika pemerintah sudah berijtihad, maka kewajiban rakyat adalah berpuasa
dan berhari raya bersama mereka, sebagai bentuk taat kepada ulil amri yang diperintahkan
Allah dan Rosul-Nya ﷺ.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Nabi ﷺ bersabda,
«الصَّوْمُ
يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ
تُضَحُّونَ»
“Puasa adalah hari ketika
kalian semua berpuasa, hari raya Idul Fithri adalah hari ketika kalian semua
berhari raya Idul Fithri, dan hari raya Idul Adha adalah ketika kalian semua
berhari raya Idul Adha.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 697)
Abu Isa At-Tirmdzi Rohimahullah berkata, “Sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini bahwa makna hadits
ini adalah puasa dan hari raya itu bersama jama’ah dan umumnya manusia.” (Sunan At-Tirmidzi no. 697)
Jamaah di sini maksudnya adalah pemerintah atau penguasa kaum Muslimin.
Imam Ash-Shon’ānī Rohimahullah berkata, “Dalam hadits ini
terdapat dalil bahwa penetapan hari raya baru diakui jika: sesuai dengan
umumnya manusia (pemerintah). Orang tunggal yang mengetahui jatuhnya hari Raya
dengan melihat hilal tetap wajib seragam dengan selainnya, dan wajib baginya
untuk menerima keputusan mereka (pemerintah) dalam sholat, hari raya Idul
Fithri, dan hari raya Idul Adha.” (Lih. Subulus
Salām, 2/72)
Adapun penetapan Idul Fithri, tidak bisa ditetapkan dan diakui kecuali
dari dua orang saksi yang adil.
Dari Abdurrohmān bin Zaid bin Al-Khoth-thob bahwa dia berkhutbah pada
hari yang diragukan (apakah sudah masuk awal bulan ataukah belum), lalu
berkata, “Ketahuilah bahwa aku pernah bermajlis bersama para Shohabat
Rosulullah ﷺ dan
bertanya kepada mereka. Ketahuilah, mereka mengabarkan kepadaku bahwa
Rosulullah ﷺ
bersabda, “Berpuasalah kalian karena
melihat hilal, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya, dan beribadahlah.
Jika kalian tertutupi sesuatu, maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30
hari. Jika ada dua orang menyaksikan hilal, maka berpuasalah dan berhari
rayalah.” (Shohih:
Musnad
Ahmad no. 18895 dan Sunan an-Nasa`i no. 2116)
Allahu a’lam.[]
Komentar
Posting Komentar