Fiqih Puasa: Definisi, Rukun, Hukum, Keutamaan, Syarat Wajib, Awal Romadhon, dan Niat

 

Fiqih Puasa: Definisi, Rukun, Hukum, Keutamaan, Syarat Wajib, Awal Romadhon, dan Niat

1. Definisi dan Rukun Puasa

Definisi Puasa

Secara bahasa puasa (الصيام) adalah menahan diri dari sesuatu.

Secara istilah adalah menahan diri dari makan minum dan segala pembatal puasa disertai niat dari tebitnya fajar shodiq sampai terbenamnya matahari.

Rukun Puasa

Dari definisi di atas, puasa memiliki dua rukun utama yaitu:

Pertama: menahan diri dari pembatalnya dari terbit fajar shodiq sampai tenggelam matahari.

Dalil rukun ini adalah firman Allah Ta’ala:

فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Sekarang silahkan gauli (jimak) istrimu dan carilah apa yang Allah tentukan untukmu (yakni anak). Silahkan makan minum hingga jelas bagimu benang putih dari benang merah yaitu fajar (shodiq). Lalu sempurnakan puasa sampai malam (tenggelamnya matahari).” (QS. Al-Baqoroh: 187)

Kedua: niat, yaitu orang yang berpuasa sengaja menahan diri dari pembatal ini sebagai ibadah kepada Allah. Dengan niat, satu ibadah bisa dibedakan dari ibadah lainnya. Dengan niat pula satu jenis ibadah bisa dibedakan satu sama lain: seperti membedakan puasa Romadhon dengan puasa nadzar.

Dalil rukun ini adalah sabda Nabi :

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

“Amal hanya tergantung  niatnya (yakni harus niat puasa). Setiap orang hanya mendapatkan sesuai apa yang diniatkan (yakni harus ikhlas).” (HR. Bukhori no. 1 dan Muslim no. 1907)

2. Hukum Puasa Romadhon

Allah mewajibkan puasa Romadhon dan menjadikannya salah satu dari rukun Islam yang lima. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, seperti yang telah diwajibkan atas umat sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh: 183)

Juga firman Allah Ta’ala:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Bulan Romadhon yang diturunkan Al-Quran di dalamnya adalah petunjuk bagi manusia, penjelas petunjuk, serta pembeda (antara haq dengan batil). Siapa yang menyaksikan awal bulan (hilal) dari kalian maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqoroh: 185)

Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, Rosulullah bersabda:

بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج بيت الله الحرام من استطاع إليه سبيلاً

“Islam dibangun di atas lima perkata: (1) bersaksi tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, (2) menegakkan sholat, (3) menunaikan zakat, (4) puasa Romadhon, (5) Haji ke Baitullah bagi yang mampu.” (HR. Bukhori no. 8 dan Muslim no. 16)

Juga berdasarkan hadits Tholhah bin Ubaidillah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa ada seorang Arob baduwi mendatangi Nabi dalam keadaan rambutnya acak-acakan dan berkata: “Wahai Rosulullah, beritahu aku apa yang Allah wajibkan atasku dari puasa!” Beliau menjawab: “Bulan Romadhon.” Dia bertanya: “Apakah ada kewajiban puasa lagi selainnya?” Jawab beliau: “Tidak ada, kecuali jika kamu ingin menambah puasa sunnah.” (HR. Bukhori no. 46 dan Muslim no. 11)

Umat telah sepakat atas wajibnya puasa Romadhon dan ia salah satu rukun Islam yang otomatis diketahui dalam agama. Orang yang mengingkarinya adalah kafir dan murtad dari Islam.

Maka kewajiban puasa ditetapkan berdasarkan Kitabullah, Sunnah, dan ijma.

3. Macam Puasa

Puasa dibagi 2: wajib dan sunnah. Yang wajib dibagi menjadi 3 yaitu: puasa Romadhon, puasa kaffarot, puasa nadzar.

Pembicaraan kita disini hanya fokus pada puasa Romadhon dan puasa Sunnah. Bagian lain akan kita bahas pada tempat lain, in syaa Allah.

4. Keutamaan dan Hikmah Puasa Romadhon

Keutamaannya

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه، ومن صام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه

“Siapa yang qiyam (menghidupkan) Lailatul Qodr dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka dosa-dosanya yang lalu diampuni. Siapa yang puasa Romadhon dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka dosa-dosanya yang lalu diampuni.” (HR. Bukhori no. 1901 dan Muslim no. 760)

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi bersabda:

الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان: مكفرات لما بينهن إذا اجتنبت الكبائر

“Sholat lima waktu, satu Jumat kepada Jumat berikutnya, satu Romadhon kepada Romadhon berikutnya, menghapus dosa-dosa di antara keduanya jika dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim no. 233)

Ini sebagian dalil tentang keutamaan puasa Romadhon. Keutamaannya sangatlah banyak.

Hikmah Puasa

Allah mensyariatkan puasa untuk hikmah yang banyak. Di antaranya:

1)          Mensucikan jiwa dari akhlak yang buruk, karena puasa menyempitkan gerak setan di tubuh seseorang.

2)          Menjadikan seseorang zuhud di dunia dan bersemangat menuju Akhirat.

3)          Membangkitkan jiwa sosial kepada orang-orang miskin dan merasakan penderitaan mereka, karena puasa memberikan rasa haus dan lapar.

4)          Dan lain-lain.

5. Syarat Wajib Puasa Romadhon

Puasa Romadhon wajib atas orang yang terpenuhi beberapa syarat berikut:

1)          Islam. Maka tidak wajib dan tidak sah puasanya orang kafir, karena puasa adalah ibadah dan ibadah tidak sah dari orang kafir. Jika ia masuk Islam, maka apa yang terluput tidak wajib atasnya.

2)          Baligh. Maka tidak wajib puasa atas anak yang belum mencapai batas taklif (beban syariat yaitu baligh). Hal ini berdasarkan sabda Nabi :

رفع القلم عن ثلاثة - فذكر منهم - الصبي حتى يحتلم

“Pena diangkat dari tiga orang —diantaranya— anak kecil hingga mimpi basah (baligh).” (HSR. Abu Dawud, 4/558)

Akan tetapi sah puasa dari anak yang belum baligh jika mumayyiz (paham diajak ngobrol). Hendaknya para orang tua untuk menyuruh anaknya puasa agar terbiasa.

3)          Berakal. Maka tidak wajib puasa atas orang gila dan pingsan, berdasarkan sabda Nabi :

رفع القلم عن ثلاثة - فذكر منهم - المجنون حتى يفيق

“Pena diangkat dari tiga orang —diantaranya— orang gila hingga sadar.”

4)          Sehat. Siapa yang sakit dan tidak mampu berpuasa, maka tidak wajib puasa atasnya. Jika ia puasa maka sah puasanya, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Siapa dari kalian yang sakit atau safar, maka (boleh meninggalkan puasa dan menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqoroh: 185)

Jika sakitnya terus berlanjut maka wajib qodho (mengganti) sebanyak hari yang ia tidak berpuasa.

5)          Muqim (domisili bukan musafir). Maka tidak wajib puasa atas musafir, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Siapa dari kalian yang sakit atau safar, (maka boleh tidak berpuasa dan menggantinya pada) hari-hari yang lain.”

Jika musafir berpuasa maka sah puasanya, dan jika tidak berpuasa maka wajib qodho (mengganti) apa yang ditinggalkan dari puasa saat safar tersebut.

6)          Suci dari haid dan nifas. Wanita haid dan nifas tidak wajib puasa bahkan harom, karena Nabi bersabda:

أليس إذا حاضت لم تصلِّ، ولم تصم؟ فذلك من نقصان دينها

“Bukankah ketika ia haid tidak sholat dan tidak puasa? Itulah bentuk kurang agamanya.” (HR. Bukhori no. 304)

Disertai wajib qodho (mengganti), berdasarkan ucapan Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha:

كان يصيبنا ذلك، فنؤمر بقضاء الصوم، ولا نؤمر بقضاء الصلاة

“Kami dahulu mengalami haid. Kami diperintah qodho puasa dan tidak diperintah qodho sholat.” (HR. Muslim no. 335)

6. Cara Menetapkan Awal Romadhon dan Lebaran

Masuknya bulan Romadhon ditetapkan dengan melihat hilal (tanda awal bulan), oleh dirinya sendiri maupun persaksian orang lain yang melihatnya atau diberitahu.

Apabila ada Muslim yang adil (bagus agamanya) bersaksi melihat hilal Romadhon maka awal bulan sah ditetapkan dengan persaksiannya, karena Allah berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Siapa dari kalian yang melihat hilal maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqoroh: 185)

Juga karena Nabi bersabda:

إذا رأيتموه فصوموا

“Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah.” (HR. Bukhori no. 1900 dan Muslim no. 1080)

Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata:

أخبرت النبي برؤية رمضان فصامه، وأمر الناس بصيامه

“Aku mengabarkan Nabi bahwa aku  melihat hilal Romadhon lalu beliau berpuasa dan menyuruh manusia ikut berpuasa.” (HSR. Abu Dawud no. 2342)

Jika tidak melihat hilal atau yang melihatnya bukan Muslim yang adil (bagus agamanya) maka bulan Sya’ban wajib digenapkan menjadi 30 hari. Tidak shohih penetapan awal Romadhon dengan selain dua metode ini (melihat hilal dan menyempurnakan 30 hari). Hal ini berdasarkan sabda Nabi :

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غُبِّي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين

“Berpuasalah karena melihat hilal dan berhari rayalah karena melihat hilal. Jika hilal tidak nampak maka sempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori no. 1909 dan Muslim no. 1081)

Adapun akhir Romadhon (masuk bulan Syawwal atau lebaran) tidak ditetapkan kecuali oleh persaksian dua orang Muslim yang adil (bagus agamanya: mengerjakan sholat dan jujur). Jika tidak ada dua orang Muslim adil yang bersaksi maka Romadhon digenapkan menjadi 30 hari.

7. Waktu Niat dan Hukumnya

Orang yang berpuasa, wajib berniat puasa. Niat termasuk salah satu rukun puasa, berdasarkan sabda Nabi :

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

“Amal hanya tergantung niatnya. Setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (Muttafaqun Alaih)

Untuk puasa wajib, harus menghadirkan niat di malam hari (maksimal sebelum adzan Subuh), seperti puasa Romadhon, kaffarot, nadzar, meskipun niatnya dihadirkan beberapa detik sebelum Subuh, berdasarkan sabda Nabi :

من لم يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له

“Siapa yang tidak menghadirkan niat di malam hari maka tidak sah puasanya.” (HSR. Tirmidzi no. 733 dan ini lafazh An-Nasai)

Siapa yang berniat puasa di siang hari dalam keadaan belum makan apapun maka tidak sah kecuali untuk puasa sunnah. Boleh niat puasa sunnah di siang hari asal belum makan apapun, berdasarkan hadits Aisyah Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Nabi menemuiku pada suatu hari dan berkata:

هل عندكم من شيء؟ فقلنا: لا، قال: فإني إذنْ صائم

“Apakah ada makanan?” Saya menjawab: “Tidak ada.” Beliau berkata: “Kalau begitu aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154)

Adapun puasa wajib maka tidak sah menghadirkan niat di siang hari, tetapi harus di malam hari. Niat sekali di awal Romadhon mencukupi sebulan, tetapi dianjurkan memperbarui niat setiap malam.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url