Hukum Sholat Berjamaah - Fiqih Muyassar
Sholat berjamaah hukumnya wajib pada sholat lima waktu. Dasar wajibnya adalah Al-Kitab dan As-Sunnah. Dari Al-Kitab seperti firman Allah:
?وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ
فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ?
“Jika kamu sedang di tengah mereka dan sholat diqomati, maka sekelompok
dari mereka harus berdiri (untuk sholat) bersamamu.” (QS. An-Nisa: 102)
Asal perintah adalah wajib. Jika saat takut (dalam medan perang) tetap
diwajibkan, tentu saat aman lebih diwajibkan.
Dasar dari As-Sunnah adalah hadits Abu Huroiroh bahwa Rosulullah ? bersabda:
«أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة
الفجر، ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما، ولو حبواً، ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ثم
آمر رجلاً يصلي بالناس، ثم أنطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة
فأحرق عليهم بيوتهم بالنار»
“Sholat yang paling berat bagi munafiqin adalah sholat Isya dan sholat
Fajar. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada di dalam keduanya, tentu
mereka akan mendatangi keduanya meskipun dengan merangkak. Sungguh aku sangat
ingin sholat diiqomati lalu aku menyuruh salah seorang menjadi imam lalu aku
berangkat bersama beberapa lelaki membawa kayu bakar menuju orang-orang yang
hadir jamaah untuk aku bakar rumah mereka dengan api.” (HR. Al-Bukhori no. 644
dan Muslim no. 651)
Hadits ini menunjukkan wajibnya sholat berjamaah, karena Nabi ? (1) mensifati mereka dengan munafiq dan
orang yang meninggalkan sunnah tidak disifati munafiq, ini menunjukkan mereka
meninggalkan perkara wajib (bukan sunnah); (2) beliau bertekad kuat ingin
menghukum mereka, dan hukuman hanya berlaku karena meninggalkan kewajiban.
Adapun yang menghalangi beliau mewujudkan keinginannya karena tidak boleh
menyiksa dengan api kecuali Allah, atau karena di dalam rumah tersebut adalah
kaum wanita dan anak-anak yang tidak wajib berjamaah di Masjid.
Dasar lainnya: ada seorang buta (Ibnu Ummi Maktum) yang tidak memiliki
orang yang bisa menuntunnya ke Masjid, ia meminta izin kepada Nabi ? untuk sholat di rumahnya lalu beliau
bersabda: “Apakah kamu mendengar adzan?” Jawabnya: “Iya.” Beliau bersabda:
«أجب، لا أجد لك رخصة»
“Datangi, aku tidak mendapati rukhshoh (keringanan) bagimu.” (HR. Muslim
no. 653)
Juga sabda Nabi ?:
«من سمع النداء فلم يجب، فلا صلاة له إلا من عذر»
“Siapa yang mendengar adzan lalu tidak mendatangi jamaah, maka tidak sah
sholatnya kecuali uzur.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 551)
Juga ucapan Ibnu Mas’ud:
لقد رأيتنا وما يتخلف عنها إلا منافق معلوم النفاق
“Kami para Sahabat memandang, tidaklah seseorang meninggalkan jamaah
kecuali seorang munafiq yang telah jelas kemunafikannya (atas kami seperti
Abdullah bin Ubai bin Salul).” (HR. Muslim no. 654)
Jamaah wajib atas lelaki bukan wanita dan anak-anak yang belum baligh,
berdasarkan sabda Nabi ?:
«وبيوتهن خير لهن»
“Rumah mereka (kaum wanita) lebih
baik bagi mereka (daripada hadir jamaah di Masjid).” (Shohih: HR. Abu
Dawud no. 567)
Wanita tidak dilarang berjamaah di Masjid asal: (1) menutup aurot, (2)
menjaga diri, (3) aman dari fitnah (menggoda lelaki), (4) mendapat izin suami.
Maka, berjamaah di Masjid adalah wajib atas orang yang memang diwajibkan,
menurut pendapat yang paling benar[1].
[1] Ini satu dari beberapa
pendapat. Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah memandang jamaah adalah sunnah yang
ditekankan, tidak wajib. Sebagian Hanabilah berkata: jamaah wajib tetapi jamaah
di Masjid sunnah.