Rukun, Wajib, Sunnah dalam Sholat – Dalilut Tholib lil Al-Karmi

 Sholat wajib atas:

1.    Muslim

2.    Mukallaf (baligh dan berakal)

3.    Suci dari haid

4.    Suci dari nifas

Akan tetapi sholat sah atas mumayyiz (anak belum baligh) yaitu anak yang usianya mencapai 7 tahun (sempurna hitungan hijriyah). Ia mendapatkan pahala.

Wali (orang tua atau semisalnya) semestinya memerintahkan anak berusia 7 tahun untuk sholat, dan (boleh) memukul anak berusia 10 tahun jika meninggalkan sholat.

Hukum Meninggalkan Sholat

Siapa yang meninggalkan sholat karena juhud (menentang kewajibannya) maka ia murtad dan diperlakukan sebagai orang murtad.

Rukun Sholat

Rukun sholat ada 14: tidak gugur karena sengaja, lupa, maupun jahil.

Pertama, berdiri pada sholat fardhu bagi yang mampu. Jika berdiri merunduk atau miring (ke kanan atau ke kiri) yang tidak disebut berdiri, maka tidak sah. Tidak mengapa jika kepala merendah. Makruh berdiri dengan satu kaki tanpa udzur.

Kedua, takbirotul ihrom, yaitu ucapan (اللهُ أُكْبَرُ). Tidak sah menggunakan lafazh selainnya. Ia dibaca saat berdiri. Jika ia memulai membacanya atau selesai membacanya saat belum berdiri, sah pada sholat sunnah saja.[1] Sah dengan memanjangkan lam (Allaaahu akbar). Tidak sah jika memanjangkan hamzah Allah (آللهُ أَكْبَرُ) atau hamzah akbar (اللهُ آكْبَرُ) atau (اللهُ أَكْبَار) atau (اللهُ الأَكْبَرُ).

Wajib membacanya keras, begitupula setiap rukun sholat dan wajib sholat, dengan kadar (minimal) didengar sendiri.[2]

Ketiga, membaca Al-Fatihah dengan urut dan sempurna. Ia memiliki 11 tasydid. Jika meninggalkan satu saja dari tasydid tersebut atau satu huruf dari Al-Fatihah dan tidak mengulanginya maka tidak sah.[3] Jika tidak hafal kecuali satu ayat saja maka dibaca berulang kali seukuran Al-Fatihah. Siapa yang tidak mampu membacanya dengan berdiri maka boleh membacanya dengan duduk.

Keempat, ruku’. Minimal ruku’ adalah inhina (merunduk) yaitu dimungkinkan dua telapak tangan menyentuh dua lutut.[4] Ruku’ yang sempurna adalah menghamparkan punggung dengan rata dan menjadikan kepala rata dengannnya.

Kelima, bangkit darinya. Niat bangkit tidak boleh karena selainnya. Seandainya bangkit karena kaget maka tidak sah (harus diulang bangkitnya).

Keenam, i’tidal (berdiri tegak). Tidak batal meskipun lama berdirinya.

Ketujuh, sujud. Sujud yang sempurna berupa menempelkan dengan kuat dahinya, hidungnya, dua telapak tangannya, dua lututnya, jari-jari kakinya pada tempat sujud. Sujud minimal berupa menempelkan sebagian dari anggota sujud di atas. Tempat sujud harus kokoh untuk bersujud. Seandainya meletakkan dahi di atas sejenis katun lebat dan tidak menekannya maka tidak sah. Sah sujud di atas kain lengan maupun ujung pakaian, tetapi makruh tanpa uzur. Jika tidak mampu sujud dengan dahi maka tidak perlu dipaksakan anggota sujud lainnya (yakni gugur) dan diganti dengan isyarat semampunya.

[8] Bangkit dari sujud.

[9] Duduk antara dua sujud. Cara duduk bebas. Dianjurkan: duduk iftirosy yaitu pantat menduduki kaki kiri sementara kaki kanan ditegakkan dan dihadapkan ke qiblat.

[10] Thuma’ninah (diam sesaat), yaitu diam –meskipun sebentar– pada setiap rukun gerakan.

[11] Tasyahhud akhir, yaitu membaca (اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ) setelah membaca tasyahhud awal. Bacaan tasyahhud awal minimal berupa:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، سَلَامٌ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، سَلَامٌ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ

Bacaan yang sempurna sudah dimaklumi.

[12] Duduk untuk tasyahhud akhir dan dua salam. Seandainya membaca tasyahhud tanpa duduk atau salam pertama duduk tetapi salam kedua tidak duduk maka tidak sah.

[13] Dua salam, yaitu membaca dua kali:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Yang lebih utama tanpa menambah (وَبَرَكَاتُهُ).[5]

Dalam sholat sunnah sah dengan satu salam, begitu juga dalam sholat Janazah.

[14] Urut sesuai yang kami telah sebutkan. Seandainya –misalnya– sujud sebelum ruku’ maka batal sholatnya. Jika lupa, maka harus kembali ruku’ lalu sujud.[]

Wajib Sholat

Wajib sholat ada 8: sholat batal jika sengaja meninggalkannya, dan gugur jika lupa atau jahil. Yaitu:

1)    Takbir selain takbirotul ihrom. Tetapi takbir masbuq setelah takbirotul ihrom adalah sunnah.

2)    Ucapan (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ) bagi imam dan munfarid bukan makmum.

3)    Ucapan (رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ) bagi semuanya.

4)    Ucapan (سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيمِ) sekali saat ruku’.

5)    Ucapan (سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى) sekali saat sujud.

6)    Ucapan (رَبِّى اغْفِرْ لِي) di antara dua sujud.

7)    Bacaan tasyahhud awal, kecuali bagi makmum yang imamnya langsung berdiri karena lupa.

8)    Duduk tasyahhud awal.

Sunnah Sholat

Sunnah sholat ada yang berupa ucapan dan perbuatan. Sengaja meninggalkannya tidak membatalkan sholat dan mubah sujud sahwi karenanya.

Sunnah sholat yang berupa ucapan ada 11:

1)    Ucapan setelah takbirotul ihrom (سُبْحَانَكَ اللهم وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكُ)

2)    Ta’awwudz.

3)    Basmalah.

4)    Ucapan Amin.

5)    Membaca surat setelah Al-Fatihah.

6)    Mengeraskan bacaan bagi imam dan makruh bagi makmum dan bebas bagi munfarid.

7)    Ucapan setelah tahmid –bagi selain makmum– :

"مِلْءَ السَّمَاءِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

8)    Tambahan atas tasbih ruku’ dan sujud serta istighfar (pada duduk di antara dua sujud).

9)    Bersholawat kepada keluarga Nabi H pada tasyahhud akhir.

10) Membaca barokah kepada beliau dan keluarganya (pada tasyahhud akhir).

11) Berdoa setelahnya.

Sunnah sholat yang berupa perbuatan –disebut juga sunnah haiat (gerakan)– ada banyak, di antaranya:

1)    Mengangkat dua tangan bersamaan dengan takbirotul ihrom, ruku, dan bangkit.

2)    Setelah itu dua tangan diturunkan (dijulurkan)

3)    Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.

4)    Keduanya diletakkan di bawah pusar.

5)    Melihat ke tempat sujud

6)    Merenggangkan dua telapak kaki saat berdiri

7)    Dua tangan menggenggam dua lutut dan jari-jarinya mencengkramnya saat sujud, punggung dihamparkan, dan kepala diratakan dengan punggung.

8)    Mengawali sujud dengan meletakkan dua lutut lalu dua tangan lalu dahi dan hidung.

9)    Menempelkan dengan kuat anggota sujud di lantai.

10) Kulit dari anggota sujud menyentuh lantai langsung kecuali dua lutut makruh.

11) Menjauhkan dua lengan dari dua lambung.

12) Menjauhkan perut dari lambung.

13) Menjauhkan dua paha dari dua betis.

14) Memisahkan antara dua lutut.

15) Menegakkan dua telapak kaki.

16) Bagian dalam dari dua telapak kaki dijauhkan.

17) Meletakkan dua tangan sejajar dua pundak dengan dihamparkan (lawan digengam) dan dirapatkan (lawan direnggangkan).

18) Mendahulukan mengangkat dua tangan saat berdiri menuju rokaat berikutnya.

19) Berdiri di atas dua telapak kaki.

20) Bersandar pada dua lutut beserta dua tangan.

21) Duduk iftirosy saat duduk di antara dua sujud, di tasyahhud awal.

22) Duduk tawarruk saat tasyahhud kedua.

23) Meletakkan dua tangan di atas dua paha dengan jari-jari dihamparkan (bukan digenggam) dan dirapatkan (bukan direnggangkan) pada duduk di antara dua sujud dan tasyahhud, kecuali jari kelingking dan jari manis dari tangan kanan digenggam sementara jari tengah melingkar bersama ibu jari dan jari telunjuknya berisyarat setiap kali membaca nama Allah

24) Menoleh ke kanan dan ke kiri saat salam.

25) Niat keluar sholat saat salam.

26) Mendahulukan bagian kanan dari kiri dalam salam.

***



[1] Yakni sah pada sholat sunnah dan tidak sah pada sholat fardhu, karena berdiri termasuk rukun sholat fardhu dan sunnah dalam sholat sunnah.

[2] Ulama sepakat dikatakan membaca jika terpenuhi dua syarat: gerakan bibir dan bersuara. Adapun membaca dalam hati bukanlah membaca secara fiqih, sehingga sholat tidak sah.

[3] Yakni tidak sah sholatnya jika sengaja. Jika lupa lalu teringat maka rokaat tersebut gugur dan wajib menambah satu rokaat.

[4] Maksud dimungkinkan adalah jarak seukuran tersebut. Sah jika tidak mampu menyentuh dua lutut karena uzur (seperti tangan cacat).

[5] Ini mu’tamad dalam madzhab Hanbali, seperti dalam Al-Inshof, Al-Iqna, Al-Muntaha, Al-Ghoyah. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni berkata: “Jika menambah wabarokatuh maka bagus, tetapi meninggalkannya lebih bagus karena riwayatnya lebih banyak dan lebih shohih.”

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url