4 Cara Syar’i Ngalap berkah
Berkah adalah kebaikan
yang banyak dan menetap. Jika anak
diberkahi maka anak itu banyak manfaatnya dengan berbakti kepada Allah dan
berbakti kepada orang tuanya dan baik kepada sesama. Jika rumah diberkahi maka
rumah itu banyak manfaatnya dan membuat nyaman orang di dalamnya.
Ngalap berkah artinya
mencari keberkahan pada sesuatu. Asal dari benda tidak mengandung keberkahan
kecuali apa saja yang dijadikan berkah orang syariat. Berikut ini beberapa
perkara yang bisa mendatangkan keberkahan dalam hidup.
1) Berkah dari Al-Quran
Siapa yang gemar membaca
Al-Qur’an dan mengamalkannya maka hidupnya akan semakin berkah.
Allah menyebut Al-Quran
sebagai kitab yang diberkahi:
“Ini adalah sebuah
kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shod: 29)
2) Berkah dengan Amal Sholih
Amal sholih akan
mendatangkan banyak keberkahan hidup.
Dalam Al-Quran, Allah
menyebut Nabi Isa ‘Alaihissalam sebagai manusia yang diberkahi. Allah
berfirman menceritakan perkataan Nabi Isa sewaktu masih bayi,
“Dan Allah
menjadikanku banyak keberkahan di manapun aku berada.” (QS. Maryam: 31)
Nabi Isa ‘Alaihissalam
gemar menebar kebaikan dan beramal sholih, maka Allah memberkahi dirinya.
Beliau disebut orang yang
berkah, karena beliau membawa wahyu yang merupakan kebaikan untuk semua hamba.
Menjadi manusia berkah
juga merupakan cita-cita orang tua kita semua. Hampir setiap bayi yang
diaqiqahi, orang tua selalu menggantungkan harapan, “Semoga menjadi anak yang
bermanfaat, bagi orang tua, masyarakat, nusa bangsa, dan agama.”
Mereka berharap, agar
kita menjadi manusia penebar manfaat. Manfaat tidak hanya untuk orang tua, tapi
untuk lingkungannya.
Ada seorang penulis yang
mendoakan para pembaca karyanya agar menjadi manusia yang berkah di mana-mana.
Kita tidak diminta untuk
memberikan semua bentuk kebaikan kepada orang lain. Karena itu mustahil bisa
kita lakukan, mengingat kita tidak memiliki semua potensi yang bisa bermanfaat
bagi orang lain. Karena itulah, Islam mengarahkan kepada kita untuk memberikan
manfaat bagi orang lain, sesuai potensi yang kita miliki.
Dan bagian dari keadilan
Allah, Dia membagi amal bagi para hamba-Nya, sesuai potensinya.
Nabi Shollallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda,
“Beramal-lah, karena
setiap jiwa itu dimudahkan sesuai tujuan penciptaannya.” (HR. Al-Bukhori no.
4949 & Muslim no. 6903)
Semua manusia diarahkan
untuk beramal sesuai dengan ujung hidupnya. Orang yang mendapat kebahagiaan di
ujung hidupnya, akan dimudahkan untuk melakukan amal yang mengantarkannya
kepada kebahagiaan. Dan sebaliknya.
Imam Malik pernah
mendapatkan sepucuk surat dari kawannya, Abdullah Al-Umari, orang yang sangat
rajin beribadah. Dalam surat itu, kawannnya mengajak Imam Malik agar jangan
berlebihan duduk mengajar hadits di Madinah, tapi hendaknya menyendiri dalam
rangka banyak beribadah.
Kemudian Imam Malik
memberikan jawaban dengan pernyataan yang cukup menekan,
“Sesungguhnya Allah telah
membagi amal untuk para hamba-Nya, sebagaimana Allah membagi rizki. Ada banyak
orang yang dimudahkan untuk melakukan amal sholat, namun dia tidak dimudahkan
untuk puasa. Ada juga yang dimudahkan dalam bersedekah, namun tidak dimudahkan
untuk amal puasa. Ada yang dimudahkan untuk jihad, namun tidak dimudahkan untuk
sholat. Dan menyebarkan ilmu serta mengajarkannya, termasuk amal kebaikan yang
paling afdhol.”
Lalu beliau melanjutkan,
“Dan saya telah ridho
dengan kemudahan amal yang diberikan oleh Allah kepadaku. Dan aku tidak
menganggap bahwa amal yang saat ini saya tekuni, lebih rendah tingkatannya
dibandingkan amal yang sedang kamu jalani (berjihad). Dan saya berharap,
masing-masing kita berada dalam kebaikan. Dan wajib bagi kita untuk ridho
dengan pembagian amal yang telah ditetapkan oleh Allah. Wassalam.” (At-Tamhid,
Syarh Muwatha’, 7/185)
Kita tidak diminta agar
semuanya menjadi dai. Atau menjadi orang kaya yang dermawan. Atau menjadi
pejabat yang bisa memberi banyak kemudahan bagi lingkungan. Namun masing-masing
diminta untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah dan
berusaha memberikan manfaat sesuai potensi yang dimiliki.
Mereka yang memiliki
jabatan, bisa memberikan manfaat bagi umat Islam dengan jabatannya.
Mereka yang diberi
kelebihan harta, bisa memberikan manfaat dengan kelebihan hartanya.
Sebagaimana mereka yang
diberi pemahaman ilmu, bisa memberikan manfaat dengan ilmunya.
3) Berkah dengan Ilmu
Ternyata semangat memberi
manfaat itu keluar, ketika manusia paham agama. Islam menghargai semua
kelebihan manusia, namun kelebihan itu baru ternilai, ketika pemiliknya paham
syariat dan ilmu agama. Karena hanya dengan modal pemahaman aturan agama,
manusia bisa mengendalikan segala kelebihannya dengan benar, sehingga manfaatnya
lebih luas. Standar inilah yang diajarkan oleh Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Manusia bagaikan barang
tambang. Manusia terbaik di zaman jahiliyah dia juga yang terbaik setelah masuk
Islam, apabila dia paham agama.”
(HR. Al-Bukhori no. 3383 dan Muslim no. 2526)
Barang tambang beraneka
ragam tingkatannya. Di sana ada emas, ada perak, nikel, besi, bahkan kerikil
dan pasir. Masing-masing memiliki nilai yang jauh berbeda sesuai kelebihannya.
Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam memisalkan manusia sebagaimana
layaknya barang tambang. Masing-masing memiliki nilai yang berbeda sesuai
tingkat kelebihannya. Namun semua itu baru memiliki arti, ketika dia paham
agama.
4) Ngalap Berkah dengan Batu
Mencari keberkahan lewat
batu bisa menyeret kepada kesyirikan. Allah berfirman:
“Maka apakah patut
kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza dan Manat yang
ketiga, apakah (patut) untuk kamu (anak) laki- laki dan untuk Allah (anak)
perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu
tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu;
Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya.’ Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti sangkaa-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu
mereka; padahal sesungguhnya tidak datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan
mereka.” (QS. An-Najm: 19-23)
Latta, Uzza, Manat adalah
batu yang disembah oleh orang-orang jahiliyah. Mereka mengusap batu tersebut
untuk tujuan ngalap berkah. Dari mengusap ini, timbul rasa menganggungkan dan
merendahkan diri kepada batu lalu menyeret mereka untuk berbuat syirik lewat
batu tersebut.
Abi Waqid Al-Laitsi
menuturkan: “Suatu saat kami keluar bersama Rosulullah menuju Hunain, sedangkan
kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam), di saat itu
orang-orang musyrik memiliki pohon bidara yang dikenal dengan Dzatu Anwath,
mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka
pada pohon tersebut. Di saat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami
berkata: ‘Ya Rosulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka
memilikinya.’ Maka Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Allahu
Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada
di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang
dikatakan oleh Bani Isroil kepada Musa: ‘Buatkanlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka memiliki sesembahan.’ Musa
menjawab: ‘Sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham).’ Kalian pasti akan
mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi, dan dia
menshahihkannya)
Semoga Allah memudahkan
kita meraih keberkahan dan menjadi orang yang diberkahi.[]