Cari Artikel

Mempersiapkan...

Hukum Seputar Manusia Pemakan Bangkai

 

Orang yang melakukan ghibah bagaikan memakan bangkai. Ghibah adalah membicarakan aib orang lain di belakangnya. Aib adalah segala hal yang tidak disukai jika hal tersebut didengar atau dilihat orang lain, seperti disebut penyakitan, bodoh, kurus, pemalas, penakut, kere (miskin), baik pada fisiknya maupun agamanya.

Allah berfirman:

“Apakah seorang dari kalian suka memakan bangkai saudaranya? Tentu tidak suka.” (QS. Al-Hujurot: 12)

Kenapa ghibah diibaratkan memakan bangkai? Ada tiga pendapat: (1) sebagaimana harom memakai bangkai binatang begitu pula harom melakukan ghibah, apalagi jika bangkai saudaranya sendiri, (2) sebagaimana makan bangkai menjijikkan, begitu pula melakukan ghibah menjijikkan, yang hanya dilakukan oleh orang rendahan, semestinya ia mendatangi langsung saudaranya dan saudaranya akan menjelaskan uzurnya, (3) balasan di Akhirat untuknya adalah memakan bangkai yang busuk.

Ghibah Menurut Hadits

Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah kalian tahu apa itu ghibah?” Mereka menjawab: “Allah dan Rosul-Nya lebih tahu.” Beliau menjawab: “Kamu menyebut saudaramu dengan apa saja yang dibenci olehnya.” Ada yang bertanya: “Bagaimana jika yang kusebut itu benar ada pada saudaraku?” Jawab beliau: “Jika benar ada padanya, berarti kamu melakukan ghibah, dan jika tidak benar berarti kamu berbohong.” (HR. Muslim no. 2589)

Dalam hadits ini, menyebut aib saudara dilarang baik jujur maupun bohong. Jika jujur benar ada, maka itulah ghibah, dan jika tidak sesuai kenyataan, maka itulah bohong. Baik ghibah dan bohong adalah dosa, sehingga menyebut aib saudara tidak diperbolehkan.

Celaan Bagi Tukang Ghibah

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang dari kalian melihat kotoran di mata saudaranya, tetapi melupakan matanya yang juling??” (Ash-Shohihah no. 33)

Ghibah Termasuk Dosa Besar

Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhuma berkata: saat kami bersama Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba-tiba tercium aroma bangkai busuk lalu Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya: “Tahukah kalian aroma apakah ini? Ini adalah aroma dari orang-orang yang mengghibah orang beriman.” (Shohih Targhib wa Tarhib, no. 2840)

Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha berkata kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Hafshoh itu begini orangnya.” Yakni pendek. Maka  Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam menegurnya: “Kamu telah mengatakan sebuah kalimat jika dicampur ke lautan niscaya akan merubahnya.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 4875)

Yakni Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha menyebut aib Hafshoh dalam rangka merendahkannya di hadapan Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jawaban keras di atas menunjukkan bahwa ghibah termasuk dosa besar.

Imam Adz-Dzahabi dan Al-Haitsami menyebutkan ghibah dalam kitab mereka Al-Kabāir. Dalam Madzhab Syafi’i, ghibah termasuk dosa besar.

Penjelasan Ayat Ghibah

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)

Asy-Syaukani Rohimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak mengetahui siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az-Zujaj.” “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharomkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini menjelaskan agar setiap Muslim menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.” (Fathul Qodir, 5/87)

Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata, “Allah mengharomkan mengghibahi seseorang ketika hidup sebagaimana Allah mengharomkan memakan daging saudaramu ketika ia telah mati.” (Tafsir Thobari, 26/168)

Qatadah Rohimahullah berkata, “Sebagaimana engkau tidak suka jika mendapati saudarimu dalam keadaan mayit penuh ulat, tidak suka untuk memakan bangkai semacam itu. Maka sudah sepantasnya engkau tidak mengghibahinya ketika ia masih dalam keadaan hidup.” (Tafsir Thobari, 26/169)

Ghibah termasuk dosa karena di akhir ayat disebutkan Allah Maha Menerima Taubat. Artinya, apa yang disebutkan dalam ayat termasuk dalam dosa karena berarti dituntut bertaubat. Imam Nawawi juga menyebutkan bahwa ghibah termasuk perbuatan yang diharomkan.

Balasan Ghibah di Alam Barzah

Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma menceritakan tentang dua orang yang disiksa di alam kuburnya. Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang salah satu sebabnya: “Salah satu dari keduanya, ia biasa menebar namimah.” (HR. Al-Bukhori no. 216)

Namimah adalah mengadu domba antara dua orang. Ia mendatangi si A untuk menyampaikan aib si B, lalu ia mendatangi si B untuk menyampaikan aib si A. Namimah adalah sarana ghibah.

Kiat Terhindar dari Ghibah

Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman jauhilah olehmu buruk sangka, karena kebanyakan buruk sangka adalah dosa. Janganlah kalian mencari kesalahan orang lain dan jangan saling melakukan ghibah.” (QS. Al-Hujurot: 12)

Dalam ayat ini, tersirat metode agar terhindar dari ghibah yaitu menjauhi segala jalan-jalan menuju ghibah. Tidaklah ghibah terjadi kecuali diawali dari (1) buruk sangka, lalu (2) mencari kesalahan orang tersebut. Maka siapa yang ingin selamat dari ghibah, ia harus berbaik sangka kepada sesama Muslim yang ia temui. Jika ia melihat hal yang sekiranya menimbulkan buruk sangka, segera ia tepis dengan memberinya uzur. Di samping itu, ia harus menjauhi mencari-cari kesalahan orang lain.

Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika kalian hasad maka jangan zolim, dan jika kalian buruk sangka maka abaikan.” (HR. Ibnu Adi 4/315 dan Ash-Shohihah no. 3942)

Balasan Bagi yang Menepis Ghibah

Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Siapa yang mendengar orang beriman dighibahi di sisinya lalu ia membelanya maka Allah akan membalas kebaikannya di dunia dan Akhirat. Siapa yang mendengar orang beriman dighibahi di sisinya lalu ia tidak membelanya maka Allah akan membalas keburukannya di dunia dan Akhirat. Tidaklah seseorang memakan suapan yang lebih jelek daripada ghibah. Jika benar apa yang diucapkannya maka itulah ghibah, jika ia tidak tahu apa yang diucapkannya maka itu termasuk bohong.” (Shohih Adabul Mufrod, no. 567)

Cara Bertaubat dari Ghibah

Yaitu menyesali perbuatannya, berhenti, dan bertekad tidak mengulanginya lagi. Apakah ia perlu meminta maaf kepada si korban, seperti mengucapkan: “Tolong dihalalkan, saya dulu menggibahmu demikian dan demikian.” Jika diduga kuat ia akan marah atau jengkel, maka tidak perlu meminta maaf. Akan tetapi ia menggantinya dengan memohonkan maaf untuknya kepada Allah dan membicarakan kebaikannya kepada orang-orang yang dulu di majlis ghibahnya.

Ghibah yang Diperbolehkan

Boleh menyebut aib untuk tujuan: (1) memperingatkan orang lain dari keburukannya, misalkan mengghibah lelaki tukang tipu yang hendak melamar wanita; (2) untuk keperluan fatwa, misalnya melaporkan orang yang gemar minum miras ke tokoh masyarakat/pengadilan untuk ditindak. (3) untuk keperluan kejelasan, misalnya meminta kejelasan tentang orang: “Zaid yang pincang itu kah yang kamu maksud?”

Kita berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari majlis ghibah dan mengampuni segala dosa-dosa kita. Amin.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url