Cari Artikel

Mempersiapkan...

Kewajiban Mengikuti Jalan Salafus Sholih

 Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu di Surga dan 70 di Neraka. Nashroni terpecah menjadi 72 golongan, 71 di Neraka dan 1 di Surga. Demi  Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh benar-benar umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, 1 di Surga dan 72 di Neraka.” Ditanyakan, “Wahai Rosulullah, siapakah mereka?” Beliau menjawab, “Al-Jamaah.” (Shohih: HR. Ibnu Majah no. 3992)

Dalam riwayat lain, “Siapa yang berada di atas ajaranku dan para Sohabatku hari ini.” (Hasan: HR. Ath-Thobaroni no. 7840 dalam Al-Mu’jam Al-Ausath)

Dalam hadits agung tersebut, Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan golongan yang selamat adalah siapa yang mengikuti para Sohabat Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam beragama baik dalam keyakinan, perkataan, maupun perbuatan. Mereka disebut jamaah karena mengikuti jamaah kaum Muslimin dari kalangan Sohabat Muhajirin dan Anshor meskipun seorang diri. Ukuran jamaah di sini bukan dari segi jumlah tetapi kesesuaian dengan Al-Qur`an dan sunnah sesuai pemahaman para Sohabat.

‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu berkata:

“Jamaah adalah yang sesuai kebenaran meskipun kamu seorang diri.” (Syarhul Ushul no. 160 oleh Al-Lalika`i)

Syaroful Haq Abadi menjelaskan dalam syarah Sunan Abi Dawud:

“Jamaah adalah ahli Al-Qur`an, hadits, fiqih, dan ilmu yang berkumpul dalam mengikuti jejak Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam semua keadaannya dan tidak berbuat bid’ah dengan tahrif dan taghyir dan tidak pula mengganti dengan pendapat-pendapat yang rusak.” (Aunul Ma’bud XII/223 oleh Syaroful Haq Abadi)

Oleh karena itu, pemicu pertama munculnya aliran sesat adalah tatkala mereka memutuskan untuk berpaling dari para Sohabat Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memahami agama menurut akal mereka. Akhirnya, muncul banyak sekali perpecahan dan perselisihan di akhir umat ini. Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengabarkan hal ini sekaligus memberi solusi jalan keluar dalam sabdanya:

“Barangsiapa yang hidup sepeninggalku, pasti ia akan melihat banyak sekali perselisihan. Maka, wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafa Rosyidin yang terbimbing. Pegang teguh ia dan gigitlah ia dengan gigi geraham.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 4607)

Khulafa Rosyidin adalah para Sohabat Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam terkhusus penghulu mereka kholifah yang empat: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali Rodhiyallahu ‘Anhum.

Imam Malik (w. 179 H) berkata:

“Tidak akan bisa memperbaiki umat sekarang ini kecuali apa yang telah menjadikan baik generasi pertamanya.” (Lihat As-Syifā II/87-88 oleh Al-Qodhi ‘Iyadh)

Generasi pertama umat ini berada dalam puncak kejayaan dan puncak keimanan dan ketaqwaaan, karena mereka berpegang teguh kepada al-Qur`an dan sunnah-sunnah Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam serta mengikuti bimbingan Khulafa Rosyidin sepeninggal beliau Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Wajib Menjadi Ahlus Sunnah dan Mengikuti Para Sohabat

1) Dalil dari Al-Qur`an:

“Jika mereka beriman seperti keimanan kalian (para Sohabat), tentulah mereka akan mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 137)

“Barangsiapa yang menentang Rosulullah setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang beriman (para Sohabat), maka Kami akan palingkan ia ke mana dia berpaling (biarkan sesat) dan Kami akan memasukkannya ke Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisâ` [4]: 115)

“Dan orang-orang yang bersegera dan pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka dan mereka ridho kepada-Nya, dan menyediakan untuk mereka Surga-Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100)

2)    Dalil dari Sunnah

“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku (para Sohabat), kemudian orang-orang setelah mereka (para tabi’in), kemudian orang-orang setelah mereka (para tabi’ut tabi’in).” (HR. Al-Bukhori no. 2652 dan Muslim no. 2533)

3) Dalil dari Ucapan Ulama

Imam Al-Auza’i berkata:

“Wajib atasmu berpegang kepada jejak kaum Salaf meskipun manusia menolakmu. Waspadalah terhadap pendapat manusia, meskipun mereka menghiasinya dengan ucapan yang indah.” (Diriwayatkan Al-Baihaqi no. 233)

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) berkata:

“Prinsip sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dijalani para Sohabat Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meneladani mereka, serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Syarhul UshĂťl no. 317 oleh Al-Lalika`i)

Hal ini dikarenakan para Sohabat belajar langsung kepada Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau benar-benar membimbing mereka dengan sebaik-baik bimbingan. Juga mereka adalah kaum yang paling tahu tentang tafsir Al-Qur`an dan ucapan Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan selamat dari kesesatan.

Nama Lain Ahlus Sunnah

1) Ahlus Sunnah wal Jamaah

Mereka dinamakan Ahlus Sunnah karena mereka berpegang kepada sunnah-sunnah Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ciri-ciri mereka adalah selalu mengkaji dan mempelajari sunnah Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mewujudkannya dalam keyakinan, ucapan, dan amal mereka. Mereka dinamakan Ahlus Sunnah wal Jamaah karena mereka berpegang kepada sunnah Nabi dan sunnah jamaah kaum Muslimin Muhajirin dan Anshor, berdasarkan hadits lalu tentang satu golongan yang selamat: al-jamā’ah.

2) Firqoh Najiyah

Mereka disebut firqoh najiyah (kelompok yang selamat) karena kelompok mereka satu-satunya yang akan selamat dari kesesatan dan Neraka, berdasarkan hadits iftiroqul ummah (perpecahan umat) di muka:

Demi Dzat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh benar-benar umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, 1 di Surga dan 72 di Neraka.”

3) Thoifah Manshuroh

Mereka disebut thoifah manshuroh (kelompok yang ditolong) karena mereka mendapat jaminan pertolongan Allâh hingga hari Kiamat meskipun jumlahnya sangat sedikit, berdasarkan sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Akan senantiasa ada sekelompok umatku di atas kebenaran yang manshuroh (ditolong) hingga datang perintah Allâh (hari Kiamat).” (Shohih: HR. Ibnu Hibban no. 6714)

4) Ghuroba

Mereka disebut ghuroba (orang-orang terasing) karena mereka mengamalkan sunnah dan ajaran Islam sesungguhnya yang sudah ditinggalkan dan dilupakan manusia sehingga mereka tampak aneh dan asing di mata manusia, berdasarkan hadits Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Islam asing saat kedatangannya pertama kali dan akan kembali asing sepeti awalnya, maka beruntunglah orang-orang terasing tersebut.” (HR. Muslim no. 145)

Dalam riwayat lain ada tambahan:

“Ditanyakan, ‘Wahai Rosulullah, siapakah orang-orang terasing itu?’ Beliau menjawab, ‘Orang-orang yang mengadakan perbaikan saat manusia telah rusak.’” (HR. Ibnu Baththoh no. 32)

5) Atsari

Mereka disebut atsari (pengikut jejak) karena mereka mengikuti jejak-jejak pendahulunya: Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, para Sohabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para ulama dari zaman ke zaman yang mengikuti mereka dengan baik. Penamaan ini ada dasarnya, sebagaimana ucapan kaum Salaf di muka dan lainnya.

Imam Al-Baihaqi (w. 458 H) berkata:

“Makna-makna Al-Qur`an tidak akan benar baginya kecuali dengan atsar-atsar dan sunnah-sunnah, dan tidak akan benar makna-makna sunnah dan atsar kecuali dengan penjelasan para Sohabat, dan tidak ada penjelasan para Sohabat kecuali dengan apa yang datang dari para tabi’in.” (Syu’abul Imân III/187)

6) Salafi

Mereka disebut Salafi (pengikut pendahulu) karena mereka mengikuti pendahulu mereka yang sholih (Salafush sholih), yaitu Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, para Sohabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para ulama dari zaman ke zaman yang mengikuti mereka dengan baik. Penamaan ini masyhur digunakan oleh para ulama zaman dahulu, seperti ucapan Ibnul Mubarok yang diriwayatkan Imam Muslim dalam muqoddimah kitab ShohĂŽhnya:

“Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena dia mencaci kaum Salaf.” (ShohĂŽh Muslim I/16)

Yang dimaksud kaum Salaf di sini oleh Ibnul Mubarak adalah para Sohabat Rodhiyallahu ‘Anhum atau tabi’in senior, karena Ibnul Mubarak generasi tabi’in yang wafat tahun 181 H.

Oleh karena itu, diperbolehkan bagi siapapun dari kaum Muslimin menisbatkan dirinya kepada salah satu dari nama-nama tersebut, bahkan sebagian ulama mewajibkan bernisbat kepada Salafi seperti Syaikhul Islam dalam ucapannya:

“Bukanlah aib bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, dan menisbatkan dirinya kepadanya. Bahkan, wajib menerimanya berdasarkan kesepakatan (para ulama),  karena madzhab Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” (Majmu’ Fawâtâ IV/149)

Allahu a’lam.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url