Cari Artikel

Mempersiapkan...

Peringatan Salaf dari ‘Ilmu al-Kalam Menurut Ibnu Taimiyyah

 

‘Ilmu al-Kalam adalah: apa yang diciptakan oleh para mutakallimun (ahli ilmu kalam) dalam dasar-dasar agama (ushuluddin) berupa penetapan Aqidah dengan cara-cara yang mereka ciptakan, dan mereka berpaling dari apa yang datang dalam Al-Kitab dan Sunnah.

Ungkapan para Salaf beragam dalam memperingatkan dari Kalam dan penganutnya.

Hal itu karena Kalam menjerumuskan kepada syubhat (kerancuan) dan syukuuk (keraguan), sampai-sampai Imam Ahmad (w. 241 H) berkata: “Tidak akan beruntung selama-lamanya penganut ilmu kalam.”

Asy-Syafi’i (w. 204 H) berkata: “Hukumku terhadap Ahlul Kalam adalah mereka dipukul dengan pelepah kurma dan sandal, dan diarak di antara suku-suku dan kabilah-kabilah, seraya dikatakan: ‘Inilah balasan bagi siapa yang meninggalkan Al-Kitab dan Sunnah dan berpaling kepada ‘Ilmu al-Kalam’.”

Mereka berhak atas apa yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i dari satu sisi; agar mereka bertaubat kepada Alloh, dan orang lain jera mengikuti madz-hab mereka.

Namun, jika kita melihat mereka dari sisi lain, di mana mereka telah dikuasai oleh kebingungan dan dikalahkan oleh syaithon, maka kita merasa kasihan dan iba kepada mereka.

Kita memuji Alloh yang telah menyelamatkan kita dari apa yang mereka alami.

Maka, kita memiliki dua pandangan terhadap mereka: Pandangan dari sisi syar’i: kita menghukum dan mencegah mereka menyebarkan madz-hab mereka.

Dan pandangan dari sisi qodri (ketentuan): kita mengasihi mereka, memohon kepada Alloh agar mereka diselamatkan, dan memuji Alloh yang telah menyelamatkan kita dari keadaan mereka.

Orang yang paling dikhawatirkan kesesatannya adalah mereka yang masuk ke dalam ‘Ilmu al-Kalam tetapi tidak mencapai batas akhirnya.

Alasannya adalah bahwa siapa yang tidak masuk ke dalamnya, ia berada dalam keselamatan.

Dan siapa yang mencapai batas akhirnya, telah jelas baginya kerusakannya, dan ia kembali kepada Al-Kitab dan Sunnah, sebagaimana yang terjadi pada sebagian tokoh besar mereka. (Lihat: Bab 4)

Maka, bahaya tetap ada pada siapa yang keluar dari Shirotol Mustaqim (jalan yang lurus) dan belum jelas baginya hakikat perkaranya.

Penulis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh banyak menukil dalam fatwa ini perkataan dari kalangan mutakallimun yang berbicara dalam bab ini.

Beliau berkata: “Meskipun kami merasa cukup dengan Al-Kitab dan Sunnah serta atsar (riwayat) dari Salaf dari setiap perkataan, tetapi banyak orang yang telah menisbatkan diri kepada sebagian kelompok mutakallimun.

Mereka berbaik sangka kepada mereka, bukan kepada selain mereka, dan menyangka bahwa mereka telah mencapai hakikat dalam bab ini yang tidak dicapai oleh selain mereka. Maka, seandainya didatangkan setiap ayat pun, ia tidak akan mengikutinya sampai didatangkan sesuatu dari perkataan mereka.”

Kemudian beliau berkata: “Setiap ucapan dari para ahli kalam atau selain mereka yang kami kutip, bukan berarti kami menerima seluruh pendapat mereka—baik dalam masalah ini maupun yang lainnya. Namun, kebenaran itu layak diterima dari siapa pun yang mengatakannya.” (Al-Fatwa al-Hamawiyah al-Kubro, Majmu’ al-Fatawa, 5/99)

Maka, beliau rohimahulloh menjelaskan bahwa tujuan dari nukilannya adalah menjelaskan kebenaran dari siapa pun, dan menegakkan hujjah atas mereka dari perkataan para imam mereka.

Wallahu a’lam.


 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url