Dengan Kedok Taqiyyah Syi’ah Halalkan Dusta

Dengan Kedok Taqiyyah Syi’ah Halalkan Dusta

Jika kita jeli akan ajaran Syi’ah maka kita akan temukan dominasi kedustaan dan mengada-ngada, sebagaimana yang mereka lakukan untuk menciderai Al-Qur`an dan hadits. Maka, untuk menutupi ini mereka membuat ajaran taqiyyah yang melegalkan kemunafiqan dan kedustaan.

Ulama kontemporer Syi’ah Muhammad Jawad Mughniyah mendefinisikan:

التَّقِيَّةُ أَنْ تَقُوْلَ أَوْ تَفْعَلَ غَيْرَ مَا تَعْتَقِدُ، لِتَدْفَعَ الضَّرَرَ عَنْ نَفْسِكَ أَوْ مَالِكَ أَوْ لِتَحْتَفِظَ بِكَرَامَتِكَ

“Taqiyyah adalah engkau mengatakan atau melakukan apa yang tidak engkau yakini, untuk menolak bahaya menimpa jiwamu dan hartamu, atau untuk menjaga kehormatanmu.”[1]

Diriwayatkan secara dusta dari Abu Abdillah, dia berkata:

يَا أَبَا عُمَرَ إِنَّ تِسْعَةَ أَعْشَارِ الدِّيْنِ فِي التَّقِيَّةِ، وَلاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ تَقِيَّةَ لَهُ، وَالتَّقِيَّةُ فِي كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ النَّبِيْذِ وَالْمَسْحِ عَلَى الخُفَّيْنِ

“Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya 9 dari 10 agama adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi yang tidak bertaqiyyah. Taqiyyah boleh dalam segala hal kecuali anggur perasan (miras) dan mengusap dua sepatu (mas-hul huffain).”[2]

Apapun bentuk kebatilan tidak akan bisa tegak --karena memang tidak memiliki pondasi-- kecuali menempuh jalan kedustaan. Maka, Anda pun akan melihat semua ajaran Syi’ah dibangun di atas kedustaan dan kemunafiqan ini. Mulai riwayat-riwayat aqidah, mu’amalah, ibadah, sampai masalah fiqih.

Saat terjadi perselisihan dan perbedaan di antara ulama mereka, maka mereka mengatakan bahwa ulama tersebut sedang bertaqiyyah, seperti perkataan mereka bahwa semua imam Syi’ah menyatakan bahwa Al-Qur`an telah dirubah kecuali Al-Murtadha dan Ash-Shaduq, lalu dikatakan bahwa mereka berdua sedang bertaqiyyah. Jika satu ulama Syi’ah berpendapat boleh nikah mut’ah dengan ibunya, sedang ulama yang lain tidak membolehkan, maka akan dikatakan bahwa salah satu dari mereka sedang bertaqiyyah. Sehingga terkesanlah bahwa ajaran Syi’ah tidak pernah kontradiksi dan salah.

Ahli sejarah menyatakan bahwa ‘Ali memberi nama putranya dengan Abu Bakar dan ‘Utsman bahkan menikahkan putrinya bernama Ummu Kultsum dengan ‘Umar bin Al-Khaththab. Al-Hasan menikahi Hafshah binti ‘Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq pada tahun 49 H, dan memberi nama anaknya dengan Abu Bakar dan ‘Umar. ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib memberi nama anak-anaknya dengan ‘Umar, ‘Utsman, dan Khadijah. Bahkan, imam mereka Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir bin ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib menikah dengan Ummu Farwah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq pada tahun 80 H. Abu ‘Abdillah Ja’far Ash-Shadiq menamakan putrinya dengan ‘Aisyah, dan Musa Al-Kazhim memberi nama putra-putrinya dengan Abu Bakar, ‘Umar, Hamzah, Khadijah, Al-‘Abbas, dan ‘Aisyah. Setan pun cerdas dengan membisikkan mereka untuk menjawab, “Mereka sedang bertaqiyyah karena keadaan belum aman untuk menampakkan permusuhan.” Seolah-olah ayat ini hanya ditunjukkan untuk Syi’ah Rafidhah:

﴿اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ * وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ * وَكَذَّبُوا وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ﴾

 “Hari Kiamat telah dekat dan bulan telah terbelah. Dan jika mereka melihat tanda (mu’jizat), mereka justru berpaling dan berkata, ‘Ini sihir yang terus-menerus.’ Mereka mendustakannya dan mengikuti hawa nafsu mereka.”[3]

Dari ajaran taqiyyah ini akan melahirkan banyak sekali jalan kebohongan dan kemunafiqan mereka. Pantaslah jika dikatakan bahwa ulama Syi’ah adalah kadzdzab (para pendusta).

Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) berkata:

«لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَكْذَبَ فِي الدَّعْوَى وَلاَ أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ»

“Aku tidak melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam dakwaan dan lebih berdusta dalam persaksian melebihi Rafidhah.”[4]

Ulama-ulama Syi’ah banyak berbohong dalam meriwayatkan hadits dan menisbatkannya kepada Nabi . Sungguh celaka dan tidak akan beruntung orang yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah . Beliau bersabda:

«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di Neraka.”[5][]



[1] Asy-Syî’ah fil Mîzân (hal. 47) olehnya.

[2] Ushûlul Kâfî (hal. 482) oleh Al-Kulaini.

[3] QS. Al-Qomar [54]: 1-3.

[4] Diriwayatkan Ibnu Baththah (II/545) dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ, Al-Baihaqi (no. 20905, X/352) dalam As-Sunan Al-Kubrâ, Al-Lalika`i (no. 2811, VIII/1544) dalam Syarhul Ushûl, Abu Nu’aim (IX/114) dalam Hilyatul Auliyâ`, dan Al-Khathib Al-Baghdadi (hal. 126) dalam Al-Kifâyah.

[5] Muttafaqun ‘Alaih: HR. Al-Bukhari (no. 110) dan Muslim (no. 3), Ahmad (no. 9350) dalam Musnadnya, dan Ath-Thabarani (no. 3331) dalam Al-Mu’jam Al-Ausath dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url