Empat Langkah Penyusunan Buku Ilmiah
Empat Langkah Penyusunan
Buku Ilmiah
Kepustakaan
Pertama: Tempuhlah
metode kepustakaan bukan buah pikir pribadi.
Dominan merujuk kepada referensi dari
khazanah kitab para ‘ulama zaman dahulu dari kalangan salafush shalih, adalah metode para
ulama.
Amanah
Kedua: Amanah dalam menukil. Penukilan
yang dilakukan dengan menyertakan secara berurutan
nomor, juz, dan/atau halaman, misalnya.
Penukilan pertama dalam footnote merupakan teks yang dinukil, dan
biasanya terjadi sedikit perbedaan teks dengan referensi setelahnya.
Takhrij
Ketiga: Mentakhrij (menukil dari kitab aslinya) semua hadits
yang disebutkan di buku dengan mencantumkan tashih (pengabsahan derajat
riwayat) dari para pakarnya seperti al-Hakim, adz-Dzahabi, Ibnu Hajar,
al-Albani, dan al-Arna`uth. Hadits
dari al-Bukhari dan Muslim tidak kami tashih karena semua kaum muslimin
telah menyepakati keshahihannya.
Memilih Kitab
Keempat: Berusaha
mensyarah dan mengambil dari kitab yang terpercaya dan shahih seperti Tafsir
Ibnu Katsîr dalam tafsir. Tafsir ini diakui paling baik di antara kitab
tafsir lainnya karena sistematika penyusunannya yang baik di mana penulisnya
menafsirkan ayat dengan ayat, baru hadits, baru pendapat ‘ulama, dan jika tidak
ditemukan beliau menafsirkannya lewat bahasa ‘Arab. Al-Hafizh Ibnu Katsir juga
menyeleksi setiap riwayat isra`iliyat untuk dicantumkan di kitabnya, itu pun
sebagai penguat saja. Dalam biografi, mengambil dari kitab Siyar A’lâmin
Nubalâ` karya Imam adz-Dzahabi yang dikenal pakar hadits sehingga beliau berusaha
memilah riwayat-riwayat dari riwayat saqim (sakit/cacat).[]