Kepalsuan Hadits Cahaya Dalam Mushonnaf Abdurrozzaq | Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi

 

Kepalsuan Hadits Cahaya Dalam Mushonnaf Abdurrozzaq | Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi

[Penerjemah]

Kitab ini berjudul lengkap

تنبيه الحذاق على بطلان ما شاع بين الأنام من حديث النور المنسوب لمصنف عبد الرزاق

Karya Muhammad Ahmad bin Abdul Qodir Asy-Syinqithi.

Isi risalah ini secara keseluruhan adalah bantahan ilmiah dan kritis terhadap Hadits “awal penciptaan adalah cahaya Nabi Muhammad yang dinisbatkan ke Mushonnaf Abdurrozzaq. Penulis membantahnya dengan landasan:

1)  Al-Qur’an dan Hadits shohih,

2)  Ijma’ Salaf,

3)  Kaedah usul dalam ilmu Hadits dan aqidah,

4)  Serta menunjukkan bahwa sebagian pendukung keyakinan tersebut juga menyebarkan Hadits-Hadits lain yang palsu untuk mendukungnya.

Nor Kandir

Dzulqo’dah 1446 H/ 2025 M.

[Rekomendasi Syaikh Bin Baz]

Segala puji hanya milik Allah semata, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang tiada Nabi setelahnya, beserta keluarga dan para sahabat beliau.

Amma ba'du, saya telah membaca tulisan saudara kita, ulama besar Syaikh Muhammad Ahmad bin Abdul Qodir Al-Fiqhi Asy-Syinqithi, dalam penjelasannya tentang dalil-dalil yang membatalkan hadits yang dinisbahkan kepada kitab “Al-Mushonnaf” karya Imam Abdurrozzaq bin Hammam Ash-Shon’ani Rohimahullah. Hadits itu menyebutkan bahwa makhluk pertama yang diciptakan adalah cahaya Nabi kita Muhammad , dan bahwa segala sesuatu diciptakan dari cahaya tersebut, dan seterusnya.

Saya mendapati bahwa beliau telah menulis dengan sangat baik dan memberikan manfaat. Ia mengemukakan bukti-bukti dari nash (teks) agama dan logika yang menunjukkan kebatilan hadits tersebut, serta menegaskan bahwa ia termasuk hadis-hadis palsu yang disandarkan kepada Rosulullah .

Siapa pun yang merenungkan dalil-dalil syar’i dari Al-Qur’an dan Sunnah akan mengetahui dengan yakin bahwa kabar itu termasuk kebohongan besar yang tidak memiliki dasar kebenaran. Allah telah mencukupkan Nabi-Nya dari hal-hal semacam ini dengan bukti-bukti yang pasti, mukjizat-mukjizat yang nyata, serta tanda-tanda kebenaran risalah beliau.

Demikian pula, beliau tidak membutuhkan hadits dusta seperti ini atau yang semisalnya, sebab Allah telah menganugerahi beliau dengan sifat-sifat yang agung, akhlak yang mulia, dan keistimewaan luar biasa yang tidak dimiliki oleh siapa pun sebelum atau sesudah beliau.

Beliau adalah pemimpin anak cucu Adam, penutup para Rosul, utusan Allah bagi seluruh jin dan manusia, pemilik syafaat agung, dan pemilik maqom mahmud (kedudukan terpuji) pada hari Kiamat, serta masih banyak lagi keistimewaan dan keutamaan beliau .

Sholawat dan salam semoga tercurah kepada beliau, keluarganya, para Sohabatnya, serta siapa pun yang mengikuti jalannya, menolong agamanya, membela syariatnya, dan memerangi segala sesuatu yang bertentangan dengannya.

Saya memohon kepada Allah agar memberikan balasan terbaik kepada saudara kita, Syaikh Muhammad bin Abdul Qodir, atas tulisannya dalam pembahasan ini—sebagaimana Allah membalas orang-orang baik yang membela Nabi mereka , menyebarkan ajarannya, dan membelanya dari segala kebatilan.

Semoga Allah menjadikan kita, beliau, dan seluruh saudara kita para penyeru kebenaran dan pembela agama termasuk dalam golongan orang-orang yang istiqomah dalam kebenaran selama kita hidup. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Sholawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya, pemimpin dan panutan kita, Muhammad bin Abdillah, serta kepada para Sohabat beliau dan siapa saja yang mendapat petunjuk melalui bimbingannya.Segala puji bagi Allah, Rob seluruh alam.

[Pembukaan Penulis]

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan sanad sebagai sarana untuk memahami matan (isi teks), dan sholawat serta salam semoga tercurah kepada beliau yang bersabda, “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang Nasroni memuji Isa bin Maryam.”

Adapun setelah itu, sungguh aku telah melihat bahwa mayoritas orang—bahkan sebagian dari mereka mengaku sebagai ahli ilmu, padahal berada dalam kegelapan kebodohan—berkeyakinan bahwa makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabi Muhammad . Mereka juga meyakini bahwa cahaya tersebut merupakan asal dari seluruh makhluk, atau paling tidak dari segala yang baik di antaranya. Mereka bahkan menganggap bahwa siapa yang tidak berkeyakinan demikian, maka tidak memiliki akidah yang bermanfaat baginya di hari Kiamat, karena dalam pandangan mereka itu termasuk bagian dari pokok agama yang tidak boleh diingkari.

Mereka meyakini bahwa seandainya bukan karena Nabi Muhammad , niscaya Allah tidak akan menciptakan satu pun makhluk sama sekali. Seluruh keyakinan ini mereka dasarkan pada riwayat yang mereka nisbahkan kepada kitab “Al-Mushonnaf” karya Abdurrozzaq bin Hammam dari jalur Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Jabir bertanya kepada Rosulullah tentang makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala. Maka beliau menjawab:

نور نبيك يا جابر خلقه الله وخلق بعده كل شيء، وخلق منه كل خير

“Wahai Jabir, yang pertama kali diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu. Dari cahaya itu Dia menciptakan segala sesuatu dan dari padanya pula diciptakan segala kebaikan.”

Dalam beberapa versi riwayat, disebutkan bahwa Allah menciptakannya lalu dari cahaya itu Dia menciptakan segala sesuatu. Riwayat ini sangat terkenal dan tersebar dalam berbagai tradisi yang mengandung kisah tersebut, dengan narasi yang sangat panjang, hingga mencakup sekitar empat halaman dari lembaran besar. Di dalamnya terdapat pula pembagian cahaya tersebut menjadi sepuluh bagian, dan penentuan penciptaan setiap jenis makhluk dari bagian tertentu dari sepuluh bagian cahaya itu.

Maka aku memandang bahwa sudah menjadi kewajiban—setidaknya bagi sebagian kalangan—sebagai bentuk nasihat kepada umat Islam dan pembelaan terhadap agama ini, untuk menelusuri dengan seksama dan mengkritisi dasar-dasar yang menjadi pijakan mereka dalam menyandarkan Hadits ini kepada kitab “Al-Mushonnaf” menurut standar para ahli Hadits.

Maka aku memulai—dengan memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dan bertawakal kepada-Nya—untuk menjelaskan: bahwa apabila Hadits ini benar-benar terdapat dalam kitab “Al-Mushonnaf” Abdurrozzaq, maka itu merupakan bencana besar dalam isi kitab tersebut, sebagaimana telah disinggung oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) yang mengatakan bahwa kitab itu mengandung kabar-kabar besar yang aneh.

[Bukti Kepalsuan Hadits Cahaya]

Di antara bukti bahwa Hadits tersebut termasuk riwayat yang lemah bahkan palsu atas nama Rosulullah adalah karena:

1)  Panjangnya yang berlebihan,

2)  Lemahnya susunan bahasa,

3)  Keanehan maknanya,

4)  Kerumitan penyampaiannya oleh para perowinya,

5)  Serta karena hanya diriwayatkan oleh Abdurrozzaq sendiri tanpa adanya perowi lain yang meriwayatkan dari jalur yang sama dalam bab dalailun nubuwwah (dalil kenabian).

6)  Selain itu, Hadits tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab pokok ahli Hadits yang terkenal dengan ketelitian dan kehati-hatian dalam meriwayatkan, serta bertentangan dengan akal sehat, nash yang shohih dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta ijma’ umat.

7)  Hadits ini juga tidak memenuhi enam syarat utama dalam ilmu Hadits yang menjadi tolok ukur diterimanya sebuah riwayat, yaitu: sanad yang bersambung, keakuratan periwayatan, keadilan perowi, adanya mutaba’ah (riwayat pendukung), tidak terdapat syadz (kejanggalan), dan bebas dari illat (cacat tersembunyi).

Kemudian, kitab “Al-Mushonnaf” karya Abdurrozzaq telah sampai kepada kita dalam versi cetak dari India, dan Hadits yang dinisbahkan tersebut tidak ada di dalamnya.

Selain itu, para imam ahli Hadits terdahulu maupun kontemporer telah menegaskan bahwa Hadits tersebut palsu, lemah, dan tidak memiliki sanad yang bisa dipertanggungjawabkan.

Adapun bertentangannya dengan nash-nash dalam Al-Qur’an, maka Allah Ta’ala telah menjelaskan asal penciptaan manusia dari tanah liat dan jin dari api yang menyala-nyala, sebagaimana dalam firman-Nya:

﴿خَلَقَ الأِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dia menciptakan manusia dari tanah liat seperti tembikar. Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rohman: 14–15)

Bagaimana mungkin Nabi Adam dan tanah liat yang menjadi asal penciptaannya diciptakan dari cahaya Nabi Muhammad , padahal nash Al-Qur’an menyebutkan penciptaan manusia dari tanah secara langsung?

Begitu pula, Allah Ta’ala juga menyebutkan asal mula penciptaan langit dan bumi:

﴿قُلْ أَإِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَاداً ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ. ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظاً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

“Katakanlah: Sesungguhnya kalian kafir kepada (Allah) yang menciptakan bumi dalam dua hari, dan kalian menyamakan-Nya (dengan sesuatu)? Itulah Robb semesta alam. Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya, memberkahinya dan menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat hari, sama bagi (kepentingan) orang-orang yang memerlukan. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa. Keduanya menjawab: Kami datang dengan patuh.” (QS. Fushshilat: 9–11)Dan firman-Nya:

﴿وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan Arsy-Nya berada di atas air.” (QS. Hud: 7)

Sebagian mufassir menjelaskan:

إن الدخان الذي ذكر الله تعالى أنه أصل السماء أصله من بخار الماء الذي كان عليه عرش الرحمن قبل خلق السماوات والأرض وما فيهن من الكائنات، وأن أصل الماء ياقوتة خضراء نظر الله تعالى إليها نظر هيبة فصارت ماء وأنه تعالى تجلى للماء فيبس سقفه فصار تراباً

“Asap yang disebutkan sebagai asal mula langit itu berasal dari uap air, di mana sebelumnya Arsy berada di atas air. Mereka menyatakan bahwa asal mula air adalah dari yaqut (batu permata) hijau yang Allah pandang dengan pandangan keagungan, lalu ia mencair menjadi air. Setelah itu Allah menampakkan diri pada air tersebut sehingga bagian atasnya mengering dan menjadi tanah. Maka inilah yang diberitakan oleh Allah sebagai permulaan penciptaan langit dan bumi dan semua makhluk yang ada di dalamnya.”

Para ulama umat Nabi Muhammad menafsirkan ayat-ayat ini sesuai makna lahirnya, dan tidak mereka batasi atau takwilkan dengan Hadits Cahaya yang telah disebutkan, karena memang Hadits itu tidak memiliki dasar menurut mereka. Seandainya Hadits itu shohih, niscaya mereka akan menafsirkannya dengan makna yang menghilangkan kontradiksi antara dalil-dalil yang ada. Hal ini adalah metode para ulama ahli fikih, ahli Hadits, dan ahli usul ketika dihadapkan pada dalil-dalil yang tampaknya bertentangan.

Sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Alawi dalam kitab Maroqiyus Su’ud, bahwa jika memungkinkan untuk menggabungkan dalil-dalil, maka itu wajib. Jika tidak memungkinkan, maka wajib berhenti atau menangguhkan keputusan, atau membiarkan keduanya, sesuai dengan rincian yang disebutkan oleh para ulama ahli usul.

Allah Ta’ala juga berfirman tentang asal makhluk hidup:

﴿وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ

“Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30)

Ayat ini merupakan ayat informasi yang tidak dapat di-nasakh (dihapus hukumnya) dan dengan tegas menentang isi Hadits yang disebutkan tadi. Oleh karena itu, jika sebuah Hadits bertentangan dengan ayat-ayat seperti ini, maka para ulama pasti akan menghukuminya sebagai Hadits palsu tanpa ragu.

[Kontradiksi Ciri Hadits Palsu]

Imam Ibnul Qoyyim (751 H) Rohimahullah dalam kitabnya Manar Al-Munif fi As-Shohih wa Adh-Dho’if menjelaskan bahwa salah satu tanda Hadits palsu adalah bertentangannya dengan ayat Al-Qur’an yang tegas dan eksplisit, seperti Hadits tentang usia dunia yang disebutkan tujuh ribu tahun dan semacamnya, yang jelas-jelas bertentangan dengan nash Al-Qur’an.

Termasuk pula cacat (qodih) lainnya dalam Hadits yang disebutkan tadi adalah kontradiksinya dengan riwayat shohih dalam Shohihain dari Rosulullah , ketika beliau berkata kepada delegasi Bani Tamim: “Terimalah kabar gembira, wahai Bani Tamim.”

Mereka menjawab, “Engkau telah memberi kami kabar gembira, maka berilah kami (harta dari baitul mal).”

Beliau kembali berkata: “Terimalah kabar gembira, wahai penduduk Yaman.” Mereka menjawab, “Kami menerima, maka kabarkanlah kepada kami tentang awal mula penciptaan.”

Lalu Rosulullah bersabda:

«كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ، وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ»

“Ada Allah dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, dan Arsy-Nya berada di atas Air, dan Dia menulis di Lauhul Mahfuz segala sesuatu, lalu Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Bukhori no. 3191)

Imam Ahmad meriwayatkan pula bahwa Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, dan Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Ya’la bin ‘Atha’ dari Waki’ bin ‘Addas dari pamannya Abu Rozin—nama aslinya adalah Laqith bin ‘Amir Al-‘Aqili—bahwa ia bertanya:

“Wahai Rosulullah, di mana Robb kita sebelum menciptakan makhluk-Nya?” Beliau menjawab:

«كان في عماء ما تحته هواء ثم خلق العرش بعد ذلك»

“Di tidak di mana pun, yang tidak ada udara di bawahnya, lalu Dia menciptakan Arsy setelah itu.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dan At-Tirmidzi yang menilainya sebagai Hadits hasan.

Mujahid, Wahb bin Munabbih, ‘Amroh, Qotadah dan lainnya berkata:

كان عرشه على الماء قبل أن يخلق كل شيء

“Arsy Allah berada di atas Air sebelum penciptaan apa pun.”

Ibnu Jarir Ath-Thobari dalam tafsirnya meriwayatkan dari Muhammad bin Basyar, dari Yahya, dari Sufyan, dari Al-A’masy, dari Abu Zhobyan, dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, bahwa ia berkata:

«أول ما خلق الله القلم قال اكتب قال ماذا أكتب؟ قال: اكتب فجرى بما يكون من ذلك اليوم إلى قيام الساعة ثم خلق النون ورفع بخار الماء، ففتقت منه السماء وبسطت الأرض»

“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah Pena. Allah berfirman padanya: ‘Tulislah.’ Ia bertanya: ‘Apa yang harus kutulis?’ Allah menjawab: ‘Tulislah apa yang terjadi dari hari ini hingga hari Kiamat.’ Lalu Allah menciptakan nun dan mengangkat uap air, lalu dari uap itu langit terbelah dan bumi dibentangkan.”

Hadits ini diriwayatkan secara lengkap, dan Imam Ahmad serta At-Tirmidzi juga meriwayatkannya dalam kitab Al-Jami’-nya secara marfu’ kepada Rosulullah , melalui jalur Al-Walid bin ‘Ubadah bin Ash-Shomit, dari ayahnya, yang berkata:

“Aku mendengar Rosulullah bersabda: ‘Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berfirman padanya: ‘Tulislah.’...”

At-Tirmidzi mengatakan bahwa Hadits ini hasan shohih.

Al-Baihaqi (458 H) dalam kitab Mukhtalaf Al-Hadits berusaha mengompromikan berbagai riwayat ini dengan menyatakan bahwa yang dimaksud makhluk pertama adalah Pena, yaitu setelah penciptaan Air, Angin, dan Arsy. Ini tampak jelas dalam Hadits Imron bin Hushoin sebagaimana disebutkan dalam Shohihain, yaitu: “Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi.”

Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Abdurrozzaq, dari ‘Umar bin Habib—seorang perowi terpercaya—dari Humaid bin Qois Al-A’roj, dari Thowus, dari seorang laki-laki yang mendatangi Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Rodhiyallahu ‘Anhuma dan bertanya: “Dari apa Allah menciptakan makhluk?” Ia menjawab:

من الماء والنور والظلمة والريح والتراب، قال الرجل:، فمم خلق هؤلاء؟ قال: لا أدري

“Dari air, cahaya, kegelapan, angin, dan tanah.” Lelaki itu bertanya lagi: “Lalu dari apa semua itu diciptakan?” Ibnu ‘Amr menjawab: “Aku tidak tahu.”

Kemudian lelaki itu mendatangi Abdullah bin Az-Zubair dan bertanya hal yang sama, lalu ia menjawab sebagaimana jawaban Ibnu ‘Amr.

Akhirnya, ia mendatangi Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma dan bertanya, dan beliau menjawab dengan membacakan firman Allah:

﴿وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مِنْهُ

“Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan di bumi semuanya berasal dari-Nya.” (QS. Al-Jatsiyah: 13)

Lelaki itu berkata, “Tak ada yang bisa menjawab ini kecuali seseorang dari Ahlul Bait Nabi .”

Al-Baihaqi menjelaskan bahwa maksud dari ucapan “semuanya berasal dari-Nya” adalah bahwa semua itu berasal dari ciptaan, kehendak, dan kreativitas Allah. Dia menciptakan Air terlebih dahulu atau bersamaan dengan apa yang Dia kehendaki dari makhluk-Nya, tanpa meniru bentuk atau contoh sebelumnya. Lalu Dia menjadikan Air sebagai dasar dari makhluk-makhluk yang datang sesudahnya. Maka Dia-lah Sang Pencipta, Sang Pembuat, tiada yang berhak disembah selain Dia dan tiada pencipta selain Dia. Subhanahu wa ta’ala.

[Tanah Asal Penciptaan Manusia]

Termasuk hal yang melemahkan Hadits tersebut juga adalah riwayat shohih dari Nabi , sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Muslim bin Al-Hajjaj. Ia berkata:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rofi’ dan ‘Abd bin Humaid (Abd berkata: telah mengabarkan kepada kami), dan Ibn Rafi’ berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrozzaq, dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah—Rodhiyallahu ‘Anha—bahwa Rosulullah bersabda:

«خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ»

“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996)

Yang dimaksud dengan “apa yang telah dijelaskan kepada kalian” oleh Rosulullah adalah sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya bahwa Adam diciptakan dari tanah.

Hadits ini adalah salah satu riwayat paling shohih dari Rosulullah sebagaimana yang terlihat, dan di dalamnya terdapat penjelasan bahwa makhluk-makhluk berbeda diciptakan dari unsur yang berbeda: Malaikat dari cahaya, jin dari api, dan manusia dari tanah. Maka, meskipun terdapat ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa:

﴿وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ﴾

“Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup” (QS. Al-Anbiya’: 30), para mufasir menjelaskan bahwa ayat ini umum namun dikhususkan oleh Hadits tadi. Abu Hayyan dalam tafsir Al-Bahr Al-Muhith menyebutkan bahwa “segala sesuatu” dalam ayat itu bersifat umum namun tidak mencakup Malaikat dan jin, karena mereka tidak diciptakan dari air ataupun sperma dan tidak membutuhkan air untuk hidup.

[Yang Pertama Allah Ciptakan]

Maka, wahai saudara-saudara sekalian, perhatikanlah nash-nash yang jelas dan tegas dari Kitab Allah serta Hadits-Hadits shohih dari Rosulullah , dan kesepakatan para Salaf Sholih dari kalangan Shohabat, Tabi'in, para huffaz, serta para imam belakangan mengenai awal penciptaan makhluk. Yang shohih dalam masalah ini adalah bahwa makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah air, kemudian Arsy, lalu pena, lalu makhluk-makhluk lainnya sesuai kehendak-Nya. Setelah berbagai jenis makhluk itu selesai diciptakan, maka semua makhluk hidup kembali kepada lima unsur utama: air, cahaya, kegelapan, angin, dan tanah. Semua unsur tersebut diciptakan Allah tanpa mengambil contoh sebelumnya dan tanpa asal materi. Maka Dia-lah Yang Maha Mencipta dan Maha Mengadakan dari ketiadaan, tiada yang berhak disembah selain Dia dan tiada pencipta selain Dia.

Lantas, dari mana seorang Muslim mendapatkan dalil dalam syariat Muhammad yang bisa membantah nash-nash yang jelas ini? Bagaimana mungkin ia berpaling dari dalil-dalil ini dan malah bersandar kepada sebuah riwayat yang tidak shohih? Maha Suci Engkau (ya Allah), sungguh ini adalah kedustaan yang besar.

[Awal Nabi Adalah Doa]

Di antara kelemahan Hadits tersebut juga adalah klaim bahwa saat Rosulullah ditanya tentang perkara besar seperti permulaan penciptaan, beliau menjawab (dalam hadits palsu tersebut) dengan menyebutkan tiga hal, salah satunya adalah mimpi seseorang yang tidak maksum. Seandainya Hadits “cahaya Nabi Muhammad” itu benar dan shohih, maka sudah seharusnya beliau menyebutkannya di saat-saat penting seperti ini, bukan mimpi seseorang.

Imam Ahmad meriwayatkan dari dua jalur yang hasan, salah satunya dari Sa’id bin Suwaid Al-Kalbi, dari ‘Abd Al-A’la bin Hilal as-Sulami, dari Al-‘Irbadh bin Sariyah Rodhiyallahu ‘Anhu. Jalur lain dari Luqman bin ‘Amir, dari Abu Umamah Rodhiyallahu ‘Anhu. Keduanya bertanya kepada Rosulullah : “Apa awal urusanmu, wahai Rosulullah?” Beliau menjawab:

«دعوة أبي إبراهيم وبشرى عيسى بن مريم، ورأت أمي: أنه خرج منها نور أضاءت له القصور الشام»

“Doa ayahku Ibrohim dan kabar gembira dari Isa bin Maryam. Dan ibuku melihat bahwa darinya keluar cahaya yang menerangi istana-istana Syam.”

Al-Hafizh Isma’il bin Katsir (774 H) berkata bahwa maksudnya adalah bahwa yang pertama menyebut dan mengabarkan tentang Nabi Muhammad kepada manusia adalah Ibrohim ‘Alaihis Salam, dan kemudian nama beliau tetap dikenal hingga Isa bin Maryam ‘Alaihis Salam mengabarkannya secara gamblang kepada Bani Isroil, dengan firman Allah:

﴿إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقاً لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّراً بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ

“Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan apa yang ada pada kalian dari Taurot dan memberi kabar gembira tentang seorang Rosul yang akan datang setelahku, namanya Ahmad.” (QS. Ash-Shoff: 6)

Adapun ucapan Nabi : “Ibuku melihat bahwa darinya keluar cahaya...”

Sebagian ulama menafsirkan bahwa itu adalah mimpi yang beliau lihat ketika sedang mengandung, dan kemudian ia menceritakannya kepada kaumnya hingga berita itu tersebar.

Perhatikanlah, bagaimana orang-orang yang bersandar kepada Hadits “cahaya Nabi Muhammad”—yang dinisbahkan kepada Al-Mushonnaf karya Abdurrozzaq—telah membuat klaim bahwa Rosulullah menjawab pertanyaan tentang permulaan penciptaan dengan mengatakan, “Wahai Jabir, yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu...”, padahal berdasarkan kaidah-kaidah pasti dari nash Al-Qur’an, Hadits shohih, dan ijma’ Salaf serta kholaf dari umat ini, ucapan semacam itu tidak memiliki dasar. Akal pun menolak dan logika tidak membenarkannya, karena memuat kontradiksi logis berupa circular reasoning dan klaim sepihak tanpa dalil.

Mereka menganggap bahwa cahaya tersebut merupakan asal segala makhluk, padahal Muhammad adalah penutup para Nabi dan utusan terakhir. Apakah mungkin jika sesuatu yang terakhir dijadikan asal mula bagi sesuatu yang diciptakan lebih dulu? Baik kita katakan bahwa cahaya itu adalah sifat (karena sifat tidak berdiri sendiri), atau zat (karena zat memerlukan pencipta), keduanya tidak mungkin menjadi dasar bagi eksistensi makhluk lainnya. Maka klaim bahwa eksistensi bumi, air, langit, dan makhluk lainnya bergantung pada keberadaan cahaya Nabi Muhammad adalah klaim yang batil menurut syariat maupun logika.

[Pendukung Hadits Palsu Cahaya]

Hadits yang dinisbatkan kepada “Al-Mushonnaf” karya Abdurrozzaq ini, meskipun ia Hadits yang palsu, ternyata mereka yang mendukung keyakinan tersebut tetap mencarikan dukungan bagi isi Hadits ini dari Hadits-Hadits lain yang juga berstatus palsu. Mereka menjadikannya sebagai “syahid” (penguat) sehingga konon naik ke derajat yang bisa dijadikan hujah dalam akidah. Berikut adalah dua contoh dari Hadits-Hadits tersebut:

Hadits pertama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Al-Jauzi (597 H) dalam kitab Al-Maudhu‘at Al-Kubro, jilid dua halaman 140: telah memberitahu kami Abdul Wahhab bin Al-Mubarok dan yang lainnya, mereka berkata: telah memberitahu kami Ahmad bin Al-Mu‘thi, telah memberitahu kami Abu Al-Qosim Abdurrohman Al-Hufi, telah memberitahu kami Abu Ahmad Ad-Dahqoni, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Isa bin Hayyan Abu As-Sikin, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin As-Shobah, telah memberitahu kami ‘Ali bin Al-Hasan Al-Kufi, dari Ibrohim bin Al-Yasa‘, dari Abu Al-‘Abbas Ad-Dhorir, dari Kholil bin Murroh, dari Yahya Al-Bashri, dari Zadzan, paman Sulaiman.

Ia berkata: “Jibril turun kepada Nabi dan berkata: ‘Sesungguhnya Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia darimu. Aku telah memberimu Al-Qur’an, dan keutamaan bulan Ramadhon, dan seluruh syafa’at adalah milikmu. Hingga Arsy-Ku pada hari Kiamat berada di atas kepalamu dalam batasan tertentu, dan mahkota kerajaan-Ku diikatkan di atas kepalamu. Aku telah menyandingkan namamu dengan nama-Ku; tidaklah Aku disebut di suatu tempat kecuali engkau juga disebut bersamaku. Aku menciptakan dunia dan penghuninya hanya untuk mengenalkan kepada mereka kemuliaanmu di sisi-Ku dan kedudukanmu di hadapan-Ku. Seandainya bukan karena engkau, niscaya Aku tidak akan menciptakan dunia ini.’”

Ibnu Al-Jauzi berkata: “Hadits ini maudhu’ (palsu). Abu Al-Sikin, Ibrohim bin Al-Yasa’, dan Yahya Al-Bashri adalah perowi yang ditinggalkan (matruk).”

Penilaian ini juga disetujui oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) dan Al-Hafizh As-Suyuthi (911 H). Selesai.

Hadits kedua, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Mizan:

Disebutkan tentang seorang rowi bernama ‘Amr bin Aus yang tidak dikenal keadaannya. Ia menyampaikan sebuah Hadits mungkar yang dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam bagian Hadits-Hadits palsu dari Al-Mustadrok, dari jalur Jandal bin Wathiq, dari ‘Amr bin Aus, dari Sa’id bin Abi ‘Arubah, dari Qotadah, dari Sa’id bin Al-Musayyib, dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma.

Disebutkan bahwa Allah mewahyukan kepada Isa bin Maryam: “Berimanlah kepada Muhammad! Seandainya bukan karena dia, niscaya Aku tidak akan menciptakan Adam, tidak pula Surga dan Neraka.”

Adz-Dzahabi berkata: “Ini adalah Hadits palsu yang disandarkan kepada Ibnu Abbas.”

Di antara dalil yang dianggap paling kuat oleh para pendukung keyakinan ini adalah bait-bait puisi dari Al-Bushiri yang dikutip dari beberapa Hadits palsu yang telah kami sebutkan teks-teksnya serta telah dijelaskan kebatilannya, seperti bait berikut dalam Qoshidah Al-Mimiyah:

Bagaimana bisa seseorang mengajak kepada dunia,

Padahal karena engkau (wahai Muhammad), dunia ini keluar dari ketiadaan.”

Dan bait lain:

“Wahai Rosulullah, kehormatanmu tidak akan sempit bagiku,

Jika Dzat Yang Maha Mulia menampakkan diri dengan Nama-Nya Al-Muntaqim.

Sesungguhnya dari kemurahanmu adalah dunia dan Akhirat,

Dan dari ilmumu adalah ilmu Lauh dan Qolam.”

Begitu pula perkataan dari orang lain yang semisal dengan Al-Bushiri:

“Seandainya bukan karena dia (Muhammad), maka tidak akan diciptakan matahari dan bulan,

Tidak pula bintang-bintang, malam, siang, dan pena.”

Ucapan-ucapan seperti ini berasal dari orang-orang yang tidak membedakan antara Hadits yang shohih dan yang palsu, dan tidak peduli apakah yang mereka kutip itu benar atau penuh penyelewengan.

Saya sendiri pernah berdebat dengan seseorang dari wilayah utara Mauritania bernama Muhammad Al-Bâr. Ia memiliki sejumlah pengikut yang meyakininya sebagai orang paling alim dan paling dekat kepada Allah. Dalam perdebatan itu, saya menegakkan hujah dan dalil terhadap apa yang ia yakini bersama para pengikutnya, yaitu bantahan klaim seandainya bukan karena Nabi Muhammad , niscaya Allah tidak akan melimpahkan satu pun rezeki atau manfaat, baik kepada manusia, hewan, atau makhluk lainnya. Ia berhujah dengan perkataan Al-Bushiri:

“Seandainya bukan karena dia (Muhammad), dunia ini tidak akan keluar dari ketiadaan.”

Maka saya katakan kepadanya: “Ucapan Al-Bushiri bukanlah hujah dalam syariat.” Ia menjawab: “Al-Bushiri lebih utama darimu.”

Saya menjawab: “Celakalah engkau! Kapan engkau mengetahui kedudukanku di sisi Allah hingga engkau mengutamakan seseorang atas diriku, padahal engkau tidak tahu apa yang dialaminya di sisi Allah?”

Dari situ saya menyadari bahwa orang itu tidak seperti apa yang diyakini oleh para pengikutnya.

Saudara-saudaraku sekalian, di manakah posisi orang-orang seperti ini dibandingkan dengan perintah Allah Ta‘ala kepada Nabi kita Muhammad untuk menyampaikan kepada umatnya, sebagaimana dalam firman-Nya:

﴿قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: Aku tidak memiliki kuasa untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudhorot bagi diriku sendiri kecuali apa yang dikehendaki Allah. Dan kalau aku mengetahui yang ghoib, tentu aku akan memperbanyak kebajikan dan tidak akan ditimpa keburukan. Aku hanyalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira bagi kaum yang beriman.” (QS. Al-A‘rof: 188)

[Penutup]

Ya Allah, lapangkanlah dada kami untuk menerima Islam, kukuhkanlah hati kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau sesatkan kami setelah Engkau beri petunjuk.

Telah selesai kritik terhadap Hadits yang dinisbahkan kepada Al-Mushonnaf karya Abdurrozzaq bin Hammam serta yang semakna dengannya dari riwayat-riwayat palsu dan problematis bagi kaum awam, maka kami tambahkan pula—semoga Allah memberikan taufik—peringatan agar kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya serta mengikuti jalan para Salaf yang mendapat petunjuk. Kami juga memohon perlindungan dari Allah terhadap kelalaian para penyepelean dan sikap keras kepala para fanatikus yang membela kebatilan.

Amin, ya Robbal ‘alamin.

Semoga sholawat senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, penghulu para pendahulu dan yang kemudian, serta kepada para sahabatnya yang suci dan mulia. Amin.

Ditulis dan dikumpulkan oleh hamba yang sangat membutuhkan rohmat Robnya,

Muhammad Ahmad bin Abdul Qodir Asy-Syinqithi:

Berasal dari keluarga Quroisy dan bermukim di Madinah.

Pada malam ke-22 bulan Syawwal tahun 1390 H.

Dan saya namakan risalah ini:

"Peringatan bagi Para Cendekiawan atas Kepalsuan Hadits Nur (Cahaya) yang Tersebar di Kalangan Manusia dan Dinisbatkan kepada Kitab Mushonnaf karya Abdurrozzaq bin Hammam."[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url