Kisah Nabi Hud dalam Quran dan Sunnah
Kisah Nabi Hud dalam Quran dan Sunnah
1. Pendahuluan
Kisah Nabi Hud diceritakan Al-Quran dalam 11 surat, yaitu
surat:
1. Al-A’rof [7]: 65-72.
2. Hud [11]: 50-60.
3. Al-Mukminun [23]: 31-41.
4. Asy-Syu’aro [26]: 123-141.
5. Fushilat [41]: 15-16.
6. Al-Ahqof [46]: 21-25.
7. Adz-Dzariyat [51]: 41-42.
8. An-Najm [53]: 50-51.
9. Al-Qomar [54]: 18-22.
10. Al-Haqqoh [69]: 4-8.
11. Al-Fajr [89]: 6-8.
Dalam menulis kisah, saya
fokus menjelaskan ayat karena itu referensi yang paling shohih, disamping
hadits tetapi kabar tentang Nabi Hud Rohimahullah dalam hadits tidak
sebanyak dari Al-Quran. Referensi utama penulisan ini dari Qoshoshul Anbiyah
karya Al-Hafiz Ibnu Katsir Rohimahullah.
Sebagian ahli sejarah
mengatakan bahwa putra Nuh ada 5 yaitu Ham, Sam, Yafits, Yam —Ahli Kitab
menyebutnya Kan’an dan dialah yang tenggelam—, dan Abir.[1] Sementara Hud adalah keturunan Sam yang tinggal di daerah
Yaman, dan ia termasuk bangsa Arab. Ada yang mengatakan ia cucu ketiga Nuh, ada
yang mengatakan ia cucu keenam Nuh. Ini disebutkan Ibnu Jarir.[2]
Hud adalah satu dari empat Nabi dari keturunan Arab. Diriwayatkan dari
Abu Dzar, Rasulullah ﷺ bersabda:
«وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ: هُودٌ،
وَشُعَيْبٌ، وَصَالِحٌ، وَنَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ ﷺ»
“Dan empat dari Arab yaitu Hud, Syu’aib, Shalih, dan Muhammad ﷺ.”[3]
Dari hadits ini, diketahui bahwa Hud berbahasa Arab. Ulama selisih pendapat apakah
kearaban Hud dikarenakan berbahasa Arab
atau karena menempati jazirah Arab (Syam, Hijaz, dan Yaman)? Dari sini,
sebagian berpendapat Hud adalah orang
pertama yang berbahasa Arab, yang lain berpendapat Adam.
Bangsa Arab asli dikenal dengan nama Arab
Aribah, dan mereka berkabilah banyak, di antaranya Ad, Tsamud, Jurhum,
Thosm, Judais, Amim, Madyan, Amaliq, Jasim, Abil, Qohthon, dan lainnya.
Suku Jurhum kemudian pindah dari Yaman
pasca robohnya bendungan Ma’rib mencari tempat baru dan singgah di Makkah yang
saat itu didiami oleh Hajar dan putranya bernama Ismail. Lalu Ismail menikah
dengan wanita Jurhum, dan Ismail berganti berbahasa Arab mengikuti kabilah
Jurhum. Dari keturunan Ismail ini muncul suku Quroisy yang tinggal di Makkah,
suku yang dari sana lahirnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Keturunan Ismail ini lebih dikenal dengan nama Arab campuran atau Arab
Musta’ribah.
***
Hud tumbuh sebagai pemuda
yang berakhlak mulia, jujur, amanah, dan dicintai oleh kaumnya. Demikian sifat
setiap Nabi yang diutus kepada kaumnya adalah orang terbaik di antara mereka
dalam nasab dan pekerti.
2. Kaum Ad
Hud diutus kepada kaum Ad. Ada yang berpendapat nasab Ad adalah Ad bin
Aus bin Irom bin Sam bin Nuh. Mereka bangsa Arab yang tinggal di Ahqof yaitu
gunung pasir yang letaknya di Yaman, antara Omman dan Hadromaut. Tempat tinggal
mereka dekat laut bernama Syahar dan lembah bernama Mughits.
Mereka mendiami rumah seperti kemah yang
tiangnya besar-besar, dan fisik mereka besar dan kuat, seperti yang Allah
ceritakan:
﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
* إِرَمَ ذَات الْعِمَاد * الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَاد﴾
“Apakah kamu tahu apa yang
Rabb-mu perbuat terhadap Ad, yaitu Irom yang memiliki tiang-tiang besar, yang
belum pernah diciptakan bangsa semacam mereka di negeri-negeri.” (QS. Al-Fajr: 6-8)
Irom —seperti pada nasab di atas— adalah
nenek moyang bangsa Ad, sehingga ahli sejarah menyebutnya Ad generasi pertama.
Merekalah yang dimaksud dalam ayat ini.
3. Munculnya Kesyirikan Pasca Banjir Nuh
Setelah berlalu masa yang panjang, manusia
mulai meninggalkan ajaran Nuh Alaihissalam. Mereka menyembah orang-orang
mati yang ditokohkan seperti yang dilakukan kaum Nuh sebelumnya. Kaum Ad generasi
pertama (Irom) adalah kaum yang pertama menyembah berhala setelah peristiwa
banjir Nuh. Mereka memiliki tiga berhala, yaitu Shomd, Shumud, dan Haba’.
4. Hud Mulai Berdakwah
Tatkala kesyirikan sudah merajarela maka
Allah mengangkat Hud sebagai Nabi yang
menyeru kaumnya meninggalkan kesyirikan dan menyembah Allah semata.
﴿وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ﴾
“Dan kepada kaum Ad, Kami mengutus
saudara mereka yaitu Hud. Ia berkata:
‘Wahai kaumku, sembahlah Allah semata, tidak pantas bagi kalian memiliki
sesembahan selainNya. Tidakkah kalian takut kepada Allah?’”[4]
Dalam lain kesempatan Hud berkata:
﴿يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ﴾
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah semata,
tidak layak kalian memiliki sesembahan selainNya. Kalian hanya membikin
kebohongan.” (QS. Hud
[11]: 50)
Kaumnya marah dan tersinggung. Mereka balik
membalas dengan menuduh Hud sebagai orang
bodoh, bahkan pendusta.
﴿قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
* قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
* أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ * أَوَعَجِبْتُمْ
أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا
إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً
فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Pemuka-pemuka kafir dari kaumnya
berkata: ‘Sungguh kami benar-benar melihatmu orang bodoh, dan kami benar-benar
yakin kamu termasuk para pendusta.’ Hud
menjawab: ‘Wahai kaumku! Aku tidak bodoh, tetapi aku adalah utusan dari Rabb
pemilik semesta alam. Aku menyampaikan risalah Rabb-ku dan aku benar-benar
tulus kepada kalian. Apakah kalian heran datang peringatan dari Rabb kalian
lewat seorang lelaki dari suku kalian sendiri yang menakut-nakuti kalian (jika
tidak beriman)? Ingatlah, Allah telah menjadikan kalian penerus setelah kaum
Nuh dan menambah kekuatan fisik kalian. Ingatlah nikmat-nikmat Allah agar
kalian beruntung.”[5]
Mereka kembali menuduh Hud berdakwah hanya ingin cari upah atas dakwahnya
dari pengikutnya. Maka Hud menjawab:
﴿يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴾
“Wahai kaumku! Aku tidak meminta upah
dari dakwah ini. Upahku ditanggung oleh Dzat yang menciptakanku. Tidakkah
kalian berakal?”[6]
Di lain kesempatan mereka kembali menuduh,
lalu Hud menjawab lagi:
﴿وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
“Aku tidak meminta upah kepada kalian
atas seruan ini. Upahku sudah ditangggung Rabb pemilik semesta alam.”[7]
Mereka semakin menjadi-jadi. Mereka mulai
menyakiti Hud dan pengikutnya. Jika
menyakiti, mereka melampaui batas. Keinginan mereka hanyalah menyembah berhala
dan bermegah-megahan dalam bangunan. Hud
berkata:
﴿أَتَبْنُونَ بِكُلِّ رِيعٍ آيَةً تَعْبَثُونَ
* وَتَتَّخِذُونَ مَصَانِعَ لَعَلَّكُمْ تَخْلُدُونَ * وَإِذَا بَطَشْتُمْ بَطَشْتُمْ
جَبَّارِينَ * فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ * وَاتَّقُوا الَّذِي أَمَدَّكُمْ بِمَا
تَعْلَمُونَ * أَمَدَّكُمْ بِأَنْعَامٍ وَبَنِينَ * وَجَنَّاتٍ وَعُيُونٍ * إِنِّي
أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ * قَالُوا سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ
أَمْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الْوَاعِظِينَ * إِنْ هَذَا إِلَّا خُلُقُ الْأَوَّلِينَ * وَمَا
نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ﴾
“Apakah kalian membangun
di tempat-tempat tinggi apa yang kalian tahu tidak bermanfaat untuk dunia dan
Akhirat kalian? Kalian juga membangun benteng-benteng dan istana-istana
seolah-olah kalian hendak hidup kekal? Apabila kalian memukul, kalian melakukannya
dengan keji tanpa belas kasih. Takutlah kalian kepada Allah dan taatlah
kepadaNya. Takutlah kalian kepada Dzat yang telah memberikan banyak nikmat
kepada kalian. Dia memberi kalian banyak binatang ternak dan keturunan,
taman-kebun dan mata air. Aku khawatir kalian akan ditimpa siksa yang besar.’
Mereka menjawab: ‘Terserah kamu, mau menasihati atau tidak, sama saja bagi
kami. Agama yang kami anut ini adalah agama nenek moyang kami terdahulu. Kami
yakin tidak akan disiksa.’”[8]
5. Para Pemuka Kaum Saling Menasihati
Mereka saling menasihati agar tidak
mengikuti Hud. Kepribadian Hud dijatuhkan dengan berbagai tuduhan keji.
Mereka mensyaratkan utusan Allah adalah dari kalangan Malaikat yang tidak makan
dan minum serta memiliki kekuatan yang hebat.
﴿وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الْآخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ
مِمَّا تَشْرَبُونَ * وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ
* أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ
مُخْرَجُونَ * هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ * إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا
الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ * إِنْ هُوَ إِلَّا رَجُلٌ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا وَمَا نَحْنُ لَهُ بِمُؤْمِنِينَ﴾
“Pemuka-pemuka kaumnya yang kafir dan
mendustakan pertemuan Akhirat dan orang-orang yang kami berikan kekayaan
berkata (kepada kaumnya): ‘Dia hanyalah manusia biasa yang makan seperti kalian
dan minum seperti kalian juga. Jika kalian ikut manusia biasa seperti kalian,
tentulah rugi sekali. Bagaimana bisa ia menakut-nakuti kalian jika mati telah
menjadi debu dan tulang-belulang lalu kalian dihidupkan kembali? Mustahil
sekali apa yang dijanjikan itu kepada kalian. Yang ada hanyalah kehidupan dunia
kita ini, kita mati lalu digantikan generasi lain. Kita tidak akan dihidupkan
lagi. Dia sebenarnya orang yang berdusta atas nama Allah, dan kita tidak akan
mempercainya.’”[9]
6. Kesombongan Kaum Ad
Kaum Ad menyombongkan diri kepada utusan
Allah, dan menentang ancaman Hud kepada
mereka. Mereka menyangka kekuatan fisik mereka dan benteng-benteng mereka mampu
mengalahkan ancaman Hud kepada mereka.
﴿فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ
الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ﴾
“Adapun Ad, mereka menyombong diri di
muka bumi tanpa hak dan mereka berkata: ‘Siapakah yang lebih kuat dari kita?!’
Tidakkah mereka tahu bahwa Allah Sang Pencipta mereka adalah lebih kuat dari
mereka?! Mereka memang menentang ayat-ayat Kami.”[10]
7. Langit Menahan Hujannya
Karena kerasnya pembangkangan mereka atas
Nabinya, maka mereka diuji dengan kemarau panjang yang menghabiskan persediaan
air mereka. Langit menahan hujannya. Wanita dan anak-anak kehausan. Lalu Hud memanfaatkan kesempatan ini untuk mendahwahi
mereka:
﴿وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ
ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً
إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ﴾
“Wahai kaumku! Mohonlah ampun kepada
Rabb kalian dan bertaubatlah kepadaNya (dengan meninggalkan kesyirikan), pasti
Dia akan menurunkan hujan deras kepada kalian dari langit, bahkan menambah
kekuatan kalian. Janganlah kalian kembali berbuat durjana.”[11]
Mendengar tawaran itu, mereka tetap
berpaling dan menuduh Hud sudah gila
karena kualat atas berhala-berhala mereka.
﴿قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ
وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
* إِنْ نَقُولُ إِلَّا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ
اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي
جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ * إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ
مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
* فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَيْكُمْ وَيَسْتَخْلِفُ
رَبِّي قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّونَهُ شَيْئًا إِنَّ رَبِّي عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
حَفِيظٌ﴾
“Mereka menjawab: ‘Hai Hud! Kamu tidak membawa mukjizat, kami tidak akan
meninggalkan tuhan-tuhan kami hanya karena ucapanmu itu, karena kami tidak
percaya kepadamu. Kami mengira yang membuatmu menjadi gila adalah tuhan-tuhan
kami.’ Hud berkata: ‘Sungguh aku bersaksi
kepada Allah, dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari kesyirikan apa yang
kalian sembah selain Allah. Silahkan kalian semua mengatur rencana jahat
kepadaku, dan tidak perlu ditunda-tunda. Aku bertawakkal kepada Allah, Rabb-ku
dan Rabb kalian. Tidak ada satu makhluk pun melainkan Dia memegang
ubun-ubunnya. Sungguh Rabb-ku di atas jalan yang lurus. Jika kalian berpaling,
sungguh aku hanya bertugas menyampaikan risalah kepada kalian, dan kelak
Rabb-ku akan mengganti kalian dengan kaum lain dan kalian tidak membahayakanNya
sedikitpun. Sungguh Rabb-ku mengawasi segala sesuatu.’”[12]
8. Mereka Meminta Adzab
Ketika Hud
tiada henti-hentinya mendakwahi mereka, maka mereka mengejek Hud agar mendatangkan saja adzab yang dijanjikan
kepada mereka yang tidak beriman.
﴿قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ
وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ
مِنَ الصَّادِقِينَ * قَالَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ رِجْسٌ وَغَضَبٌ
أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا نَزَّلَ
اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ﴾
“Mereka berkata: ‘Apakah kamu datang
untuk menyuruh kami hanya menyembah Allah saja hingga kami harus meninggalkan
apa yang disembah nenek moyang kami?! Datangkan saja adzab yang kamu janjikan
kepada kami jika kamu memang benar.’ Hud
menjawab: ‘Sungguh adzab dan kemurkaan dari Rabb kalian akan menimpa kalian.
Apakah kalian mendebatku akan tuhan-tuhan yang diberi nama sendiri oleh kalian
dan nenek moyang kalian, apa yang Allah tidak menurunkan penjelasan
tentangnya?! Tunggulah adzab itu, aku juga menunggu bersama kalian.’”[13]
9. Angin dan Pekikan Suara yang Menghancurkan
Mereka semakin parah keadaanya. Kemarau
panjang bertahun-tahun menimpa mereka, sehingga mereka sangat berharap turunnya
hujan. Di sisi lain, mereka semakin parah pula dalam menentang Hud dan menyakiti pengikutnya.
Sebagian ahli tafsir menyebutkan berita yang
disampaikan oleh Imam Muhammad bin Ishaq bin Yasar, ia berkata: “Tatkala mereka
enggan beriman kecuali hanya kekufuran, maka langit menahan hujannya atas
mereka selama tiga tahun hingga mereka tertimpa kemarau panjang. Manusia pada
waktu itu, jika tertimpa kemarau panjang maka mereka akan memohon jalan keluar
kepada Allah. Mereka meminta lewat kemulian Allah dan kemulian Ka’bah. Ka’bah
sudah dikenal di zaman tersebut. Di sana ditempati kaum Amaliq dari keturunan
Ma’liq bin Lawadz bin Sam bin Nuh, sementara pemuka mereka bernama Mu’awiyah
bin Bakar, dan ibunya berasal dari keturunan Ad bernama Jalhadzah putri
Khoibari. Maka utusan Ad mengirim sekitar 70 orang untuk meminta hujan di
Baitul Harom (Ka’bah). Ketika mereka melewati Mu’awiyah bin Bakar di jalan Makkah,
mereka justru singgah di sana sebulan sambil minum khomr ditemani biduwan
hingga berlalu satu bulan penuh. Ketika telah berlalu satu bulan, mereka pun
teringat dengan pesan kaumnya. Maka mereka pun turun ke Harom dan berdoa untuk
kaumnya meminta kepada Allah hujan. Lalu Allah mengirim tiga awan berwarna:
putih, merah, dan hitam. Lalu terdengar suara dari langit: ‘Pilihkan awan untuk
kaummu.’ Lalu dijawab: ‘Kami memilih awan hitam, karena pasti banyak airnya.’
Lalu terdengar suara: ‘Yang kalian pilih adalah awan berisi angin yang akan
mengancurkan.’”[14]
At-Tirmidzi meriwayatkan hadits hasan dari
Robi’ah, ia berkata: Ketika tiba di Madinah, aku menemui Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan kusinggung di sisinya utusan Ad, lalu aku berkata:
Aku berlindung kepada Allah menjadi seperti utusan Ad. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bertanya: “Ada apa dengan utusan kaum Ad?”
Kujawab: Ketika kaum Ad tertimpa kemarau panjang, mereka mengutus utusan tetapi
mereka justru singgah di rumah Bakar bin Mu’awiyah[15]
lalu mabok minuman khomr ditemani biduwan. Usai itu mereka menuju gunung Mahroh
lalu berdoa: “Ya Allah, kami tidak datang kepadaMu lantaran orang sakit yang
hendak kami sembuhkan atau tawanan yang hendak kami tebus, berilah minum
hamba-hambu (yakni kaum Ad), juga beri minum bersama mereka Bakar bin Mu’awiyah
sebagai bentuk terima kasih atas jamuan khomernya.” Lalu muncullah beberapa
awan, lalu dikatakan kepadanya: “Pilih salah satu.” Ia pun memilih awan hitam
lalu dikatakan: “Ambillah ia sebagai angin yang merusak.”[16]
Lalu awan ini menuju kaum Ad. Melihat awan
gelap di atas, mereka gembira sekali berharap turun hujan deras yang akan
menumbuhkan tanaman, mengairi ladang dan kebun mereka, serta tertampung di
lembah-lembah mereka.
﴿فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ
أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ
رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ * تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا
لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِين﴾
“Ketika mereka melihatnya menuju
lembah-lembah, mereka berkata: ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan
kepada kami.’ Bahkan itu adalah adzab yang kalian minta disegerakan, yaitu
angin yang mengandung adzab yang pedih. Ia akan menghancurkan segala sesuatu
atas perintah Rabb-nya. Binasalah mereka hingga tidak tersisa kecuali bekas
rumah mereka. Demikianlah Kami membalas kaum durjana.”[17]
Angin ini meliputi rumah-rumah mereka
selama 7 malam 8 hari. Angin dahsyat ini menerpa rumah-rumah mereka dan
jasad-jasad mereka hingga kepala mereka terlepas lalu tubuh mereka tergeletak
seperti pohon yang ditebang kepalanya. Allah menceritakan:
﴿سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ
وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ
نَخْلٍ خَاوِيَةٍ * فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِنْ بَاقِيَةٍ﴾
“Angin itu menerpa mereka selama tujuh
malam delapan hari terus-menerus. Maka kamu melihat kaum tersebut binasa
bagaikan batang pohon kurma yang ditebang. Apakah ada yang tersisa dari mereka?!”[18]
Angin ini disertai suara pekikan yang
menakutkan dan merusak pendengaran mereka.
﴿فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ
فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
“Mereka dibinasakan oleh suara yang
memekik dengan benar. Kami jadikan mereka laksana buih. Kebinasaan bagi kaum
yang zhalim.”[19]
Sementara Hud
dan orang-orang beriman diselamatkan Allah. Mereka diperintahkan Allah pergi
dari kampungnya sebelum datangnya adzab kepada kaumnya.
﴿وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا
هُودًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَنَجَّيْنَاهُمْ مِنْ عَذَابٍ
غَلِيظٍ * وَتِلْكَ عَادٌ جَحَدُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَعَصَوْا رُسُلَهُ وَاتَّبَعُوا
أَمْرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ * وَأُتْبِعُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا لَعْنَةً وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَلَا إِنَّ عَادًا كَفَرُوا رَبَّهُمْ أَلَا بُعْدًا لِعَادٍ قَوْمِ
هُودٍ﴾
“Ketika perintah Kami datang, Kami
selamatkan Hud beserta orang beriman yang
bersamanya dengan rahmat dari Kami. Kami selamatkan mereka dari adzab yang
keras. Itulah Ad yang menentang ayat-ayat Rabb mereka dan menentang
utusan-utusanNya, dan lebih mengikuti perintah tokoh-tokoh yang jahat lagi
menentang. Mereka diikuti laknat di dunia ini dan pada hari Kiamat. Ketahuilah,
sungguh Ad kafir kepada Rabb-nya. Ketahuilah, celakalah Ad kaum Hud.”[20][]
Surabaya, 1441 H/2020
Selesai dimurojaah pada
1445 H/2024
[1] Qoshosul Anbiya hal.
112 oleh Ibnu Katsir.
[2] Lihat Qoshosul Anbiya
hal. 130 oleh Ibnu Katsir.
[3] HR. Ibnu Hibban no. 361,
dinilai shohih Ibnu
Hibban dan dihasankan Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2668 dengan syawahidnya.
[4] QS. Al-A’rof [7]: 65.
[5] QS. Al-A’rof [7]: 66-69.
[6] QS. Hud [11]: 51.
[7] QS. Asy-Syu’aro [26]: 127.
[8] QS. Asy-Syu’ara [26]:
128-138.
[9] QS. Al-Mukminun [23]:
33-38.
[10] QS. Fushilat [41]: 15.
[11] QS. Hud [11]: 52.
[12] QS. Hud [11]: 53-57.
[13] QS. Al-A’rof [7]: 70-71.
[14] Qoshosul Anbiya hal.
140-142 oleh Ibnu Katsir.
[15] Demikian riwayat At-Tirmidzi
yang hasan: Bakar bin Mu’awiyah, bukan dibalik seperti riwayat Ibnu Ishaq.
[16] HR. At-Tirmidzi no. 3273.
[17] QS. Al-Ahqof [46]: 24-25.
[18] QS. Al-Haqqoh [69]: 7-8.
[19] QS. Al-Mukminun [23]: 41.
[20] QS. Hud [11]: 58-60.
Jazakallah khoiron